Quote:
Pujaan hatiku, bisakah kau sedikit turunkan nada suaramu?!
Tak perlu kau lakukan itu hanya untuk menjawab satu pertanyaanku saja.
Pertanyaanku sederhana dan telah cukup bagimu untuk menjawabnya dengan kalimat sederhana pula. Tanpa nada tinggi bertekanan, tanpa pelototan.
Hatiku ciut. Hatiku terluka……tahukah kau akan itu, wahai suamiku?!
Bisakah kau tunjukkan rasa sayangmu dalam setiap perkataanmu?!
Jangan jadikan diam sebagai andalan, dan sekali perkataan menyakitkan.
Tak perlu gombal, tak perlu lebay…cukup ucapkanlah sesuatu yang membuatku tenang, sehingga hari-hari terlewatkan dengan banyak kenyamanan.
Tahukah kau akan itu, wahai suamiku?!
Diamku adalah usaha terbaikku untuk mampu mendengar, menelan, dan menyimpan segala kecewa.
Baikku adalah usaha untuk menyembuhkan luka dihati.
Senyumku adalah peringan beban hati.
Kesibukanku adalah obat amnesia bagi rasa sakit atas malam yang bersembunyikan tangisan.
Tahukah akan itu, wahai suamiku?!
Ingatlah ketika dulu kau minta diriku dari kedua orangtuaku.
Kau yakinkan aku pada keputusan besar hidupku.
Dan kau tawan aku dengan akad nikahmu.
Buku hijau bertuliskan namamu dan namaku mungkin terlalu lama kau simpan hingga tak sempat kau baca untuk sekedar mengingatkanmu.
Pintaku tak banyak, karena bisa hidup berdampingan penuh kasih sayang denganmu itu sudah lebih dari cukup untukku.
Kesabaranmu….itu harapku,
Kelembutan katamu…itu dambaku,
Perlakuan baikmu…..itu keinginanku,
Tatapan sayangmu….itu pintaku.
Bukankah hidup akan terasa damai dan indah bila semua dijalani dengan cinta penuh kasih sayang?!
Yang tertuang dalam perilaku keseharian.
Yang terlahir dalam ucapan,
Yang terkuatkan dalam tatapan.
Biarlah, hanya potret kenangan pernikahan yang semakin buram.
Namun jangan pada potret kenyataan pernikahan.