Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • “Catatan Jaun si anak Simcard” Pengembangan Pendidikan Berkarakter di Berbagai Bidang

reza53Avatar border
TS
reza53
“Catatan Jaun si anak Simcard” Pengembangan Pendidikan Berkarakter di Berbagai Bidang
“Catatan Jaun si anak Simcard” Pengembangan Pendidikan Berkarakter di Berbagai Bidang

Pagi itu Rabu, 10 Oktober 2012 pria separuh baya masuk ke salah satu kelas dalam lorong Jurusan Teknologi Pendidikan.
“Catatan Jaun si anak Simcard” Pengembangan Pendidikan Berkarakter di Berbagai Bidang
Di dalamnya saya beserta beberapa teman sudah duduk manis sekitar 15 menit sebelumnya. Pria itu mengenakan kemeja safari ungu berfotif kotak-kotak ala gubernur DKI. Disitulah bergantung sebuah nametag bertuliskan Cecep Kustandi
“Catatan Jaun si anak Simcard” Pengembangan Pendidikan Berkarakter di Berbagai Bidang, salah satu dosen di jurusan kami.

Saya dan teman-teman kali ini lebih antusias daripada kuliah-kuliah sebelumnya. Teman sebangku saya, Berkah Citra Azaria hingga tertegun mendengarkan celotehan dosen. Kali ini memang sangat berbeda, Dosen mengawali kuliah dengan sebuah pertanyaan yang cukup menekan otak. “Seandainya kalian mulai hari ini jadi menteri pendidikan, apa yang akan kalian lakukan?”, tanya dosen berambut klimis itu. Serentak beberapa mahasiswa mulai menggaruk-garuk kepala.

“Silahkan kalian tulis jawaban kalian dalam secarik kertas!”, lanjutnya. Saya kemudian menarik selembar kertas dari binder, kemudian meminjam pulpen dari salah satu teman berperawakan putih sebut saja namanya Dyna. Kebetulan pagi itu pulpen saya tertinggal di rumah. Kertas siap, pulpen ada. Sekarang giliran otak saya yang berfikir apa jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini. Saya teringat fotokopi Mal Education ala Indonesia pemberian kak Restu Indra Fauzi. Sebenaranya fotokopian ini sudah saya terima seminggu sebelumnya, tapi saya baru baca fotokopian saat itu dimana otak saya mulai menguap gara-gara pertanyaan dosen yang imajiner itu. Mau gak mau ya harus baca!
sekilas fotokopian ini terlihat kurang menarik pada awalnya, tidak berwarrna, tidak ada pula gambar-gambar menarik seperti komik doraemon yang sering saya baca di saat senggang. Di tengah fotokopian tertulis di pojok kanan bawah halaman 81, ada tulisan besar berjudul “TERASING DI SEKOLAH”.

Iseng-iseng berhadiah saya mulai membaca kata demi kata dalam paragraf yang membosankan ini. Jangan marah dulu ya! Memang saya orangnya paling malas membaca. Ada kutipan yang membuat saya tertarik di halaman berikutnya, masalah pendidikan di Indonesia adalah betapa kakunya pelajaran di sekolah, sehingga:

“Di tempat itu saya mengetahui kalau pelajaran yang selama ini saya dapatkan terlalu ideal untuk diterapkan dalam kehidupan nyata”
Ini “GUE BANGET!”. CIUSS! MIAPAPUN ! Dari SD, SMP SMA saya merasakan hal itu. Sekolah saya hanya mengkodisikan siswanya agar dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar sekolah, bukan dengan lingkungan luar. Apalagi dari dulu saya sekolah di negeri terus, super duper kaku kurikulumnya. Guru gak bisa tuh yang namanya bikin inovasi, nanti malah dikira keluar dari jalur kurikulum. Dari dulu saya mengidam-idamkan guru yang bisa membimbing bukan mendikte tapi sayangnya itu tidak pernah saya temukan hingga lulus SMA.

Kutipan singkat diatas mengingatkan saya kejadian 6 tahun lalu saat saya SMP. Pagi itu guru menagih tugas IPA yang sudah diberikan sehari sebelumnya. Kalau tidak salah materinya “gaya dan pesawat sederhana”. Guru Fisika tulen berbama Asep itu menunjuk salah satu siswa untuk maju kedepan menuliskan rumus untuk soal nomor 2. Jarinya menunjuk ke arah wajah saya, sayapun “terpaksa” maju dengan keringat di jidat.

Angka, kali bagi, dikuadratkan, dikurang, dikali lagi sama dengan dan happp munculah hasilnya. Pak Asep mulai memakai kacamata barunya dan menelisik setiap angka yang saya tulis di whiteboard. “Reza, kamu dapat rumus ini dari mana?”, tegur pak Asep. “ Dari buku teman pak ditambah saya iseng utek2 sendiri, soalnya di LKS yang biasa dipakai tidak lengkap pak”, jawab saya. Pak Asep mulai melihat-lihat lagi apa yang saya tulis, sambil menaikan kacamata ke jidat beliau berkata, “Isinya sudah BENAR, tapi RUMUSNYA gak sama dengan yang bapak ajarkan”.

Padahal saat itu RUMUS SAYA LEBIH SINGKAT daripada yang dianjurkan oleh guru itu. Dari kenangan ini dapat saya simpulkan:
PENDIDIKAN di INDONESIA saat ini SANGAT KAKU, siswa tidak diizinkan memodifikasi dan mendalami apa yang sudah didapatkannya disekolah.

DERITA berlanjut ketika saya masuk jurusan IPS saat SMA. Setiap hari kami hanya dicekokan dengan rumus ekonomi dan teori-teori ekonomi tanpa kami tahu UNTUK APA RUMUS ITU? Dan TEORI ITU SUDAH TERLALU MASUK AKAL, tanpa saya belajarpun saya sudah tau teori-teori itu lewat pengalaman yang saya alami dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya, tertulis dalam buku “apabila harga naik maka permintaan akan berkurang, dan titik impas (Equilibrium) tercapai bila pendapatan sudah menambal modal.” BUKANKAH INI SANGAT BERBAU LOGIKA?

Menurut guru ekonomi, SISWA AKAN SUKSES atau KAYA apabila BISA MEMPRAKTIKAN TEORI dan RUMUS EKONOMI dengan BENAR. Padahal saya sering melihat para pengusaha sukses yang tidak lulus SMP namun bisa membuka cabang restoran di berbagai daerah. Catatan kedua:

“Guru tidak melatih siswa untuk berfikir kritis, praktis, dan kreatif padahal 3 unsur tersebut adalah kunci kesuksesan para pengusaha. Guru selalu menyajikan teori-teori yang akhirnya hanya mengantarkan pikiran siswa agar HANYA MENJADI SEORANG PEGAWAI.”

Kembali ke masa sekarang, saya melanjutkan membaca fotokopi yang diberikan ketua Education Watch UNJ itu. Salahsatu paragraf menjelaskan pendidikan di Indonesia menganggap PELAJARAN YANG DIBERIKAN GURU lebih penting daripada PELAJARAN DALAM KEHIDUPAN. Paradigma ini membuat saya yang mulai agak ngerti soal pendidikan terkejut betapa MAL PRAKTEK nya pendidikan di Indonesia.

Bukan saya sombong nih, Cuma sekedar share aja. Dulu waktu saya SMA pernah ikut OSN Geografi walau Cuma sampai tingkat provinsi. Terlihat saat pelatihan di sekolah, guru-guru memisahkan calon peserta OSN dengan siswa yang tidak ikut OSN. Bahkan setiap peserta OSN saling siku-menyikut walau kami satu sekolah.

Guru terlalu membudayakan KOMPETISI daripada KORPORASI. Hasil dari budaya ini mulai terlihat ketika kami SMA kami dikalahkan oleh SMAN 28 Jakarta (SMA langganan pemenang OSN). Walau SMA kami sering gugur ditingkat provinsi, namun budaya buruk tersebut tidak pernah berubah.

Pada suatu kesempatan saya ngobrol-ngobrol dengan salah satu siswa SMAN 28, lelaki berkacamata slinder itu bernama Ferdinand. Ferdinand si langganan menang OSN Fisika. Saya berusaha mengorek-orek resep rahasia SMAN 28 punya tradisi menang OSN. Jawabannya sangat singkat:

“Kami tuh selama pelatihan jarang banget ngerjain soal apalagi dengerin guru ceramah, kami lebih sering diskusi antar sesama peserta. Bahkan siswa yang gak ikut OSN juga ikut-ikut nimbrung pas pelatihan. Biasanya mereka juga memberikan ide-ide cemerlang yang tidak terpikirkan peserta OSN”

“Beda banget ya sama sekolah gw”, itu kalimat pertama yang terlintas di hati setelah mendengar resep rahasia itu.

=== JREEENNNGGG kita kembali ke KELAS TEKNOLOGI PENDIDIKAN=

Setelah bengong sekitar 15 menit, terlihat kertas didepan saya masih kosong, pak cecep kustandi mulai menggerutu, “Lama banget sih? Kalo jadi Menteri Pendidikan tuh harus bertindak cepat! 3 MENIT LAGI KUMPULKAN YA!!!

Akhirnya saya menulis kebijakan seandainya saya menjadi Menteri Pendidikan Nasional:

1. Kurikulum berbasis Konstruktivistik harus dikembangkan karena PENDIDIKAN BUKAN SEKEDAR TRANSFER ILMU dari otak ke otak lainnya seperti transfer file pakai bluetooth. Melainkan siswa harus dirangsang untuk mencari pengalaman belajarnya sendiri, memahami masalah, dan memecahkannya,

2. Kita harus membudayakan istilah seperti jargon 4SHARED, BERBAGI DAN MENGUNDUH. Proses dalam menerima pengetahuan bukan hanya berasal dari guru, saat ini guru dianggap adalah orang yang paling tahu daripada murid-muridnya padahal tidak demikian. Siswa dapat mendapat ilmu dari teman-temannya. Budayakan KORPORASI bukan KOMPETISI.

3. Pelajaran lebih memanusiakan manusia, sesuai teori humanistik. Siswa bukan mesin yang tugasnya untuk diprogram untuk melakukan suatu pekerjaan. Siswa harus dikembangkan kreatifitasnya dengan program pengembangan minat & bakat.

DAN AKHIRNYA SAYA MENDAPAT NILAI SEMPURNA UNTUK TUGAS INI,
TERIMAKASIH EDUWA, TERIMAKASIH KLINIK TONG FANG...wkwkemoticon-Ngakak emoticon-Sundul
emoticon-Sundul
Diubah oleh reza53 09-06-2015 07:36
0
1.1K
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.