wyatb44Avatar border
TS
wyatb44
Tagih janji jokowi bikin RAME provokator macam MALON
Provokasi Malaysia Di Nunukan.

Malaysia tak pernah jera.

Setelah kasus tiang pancang
mercusuar Malaysia merambah
batas wilayah Indonesia di
Tanjung Datu mencuat, kini
negeri jiran itu bikin ulah lagi.

Menguji nyali Jokowi dari
janjinya “kita akan bikin
ramai”.
Kisruh pembangunan tiang
pancang mercusuar Malaysia
di Tanjung Datu, Sambas,
Kalimantan Barat yang meledak
pada medio 2014 itu memang
telah dihentikan karena terbukti
telah memasuki wilayah RI.

Tapi pihak Malaysia kini
mengulangnya lagi dalam
membangun pos pengawasan
laut di antara Pulau Tinabasan
dan Sebatik.
Pembangunan pos itu diduga
kuat melewati garis perbatasan
Indonesia-Malaysia di
Kalimantan Utara. Posisinya
berada sekitar 2 mil laut
sebelah utara Pelabuhan Lintas Batas Laut (PLBL)
Liem Hie Jung Kab Nunukan
pada titik koordinat 04° 09’ 288” LU – 117° 37’ 130” BT
Dimana tiang
pancangnya di titik 0 (zero)
batas negara.

Padahal persyaratan dari titik
zero dengan radius 5 km tidak
boleh ada bangunan apapun.
Dengan demikian, dari 16 tiang
pancang yang digunakan
Malaysia untuk pembangunan
pos tersebut, setidaknya ada
empat tiang pancang yang
dipasang di wilayah perairan
Kalimantan.

Tak tanggung-tanggung, pos
itu dibangun secara permanen.
Pihak Malaysia juga
membangunnya dalam posisi
berhadapan dengan pos
pengawasan laut Indonesia.

Entah apa maksudnya kalau
bukan provokasi.
Berdasarkan pantauan
Indonesian Review, awal
Desember 2014,
pembangunannya sudah
memasuki tahap pembuatan
lantai dasar. Bandingkan
dengan kondisi Pos Sei
Pancang Sebatik Utara yang
dioperasikan oleh TNI AL yang
agak reyot.

Bila pembangunannya sudah
menerabas batas teritori RI,
tentu saja Malaysia telah
melecehkan kedaulatan RI
untuk kesekian kalinya.
Segenap komponen bangsa,
terutama TNI AL, tidak bisa
menganggap persoalan
tersebut sebagai kewajaran
dalam konteks hak
pembangunan Malaysia.

Terlebih lagi dampak proses
pembangunan tersebut telah
menganggu jalur transportasi
lintas laut dan sungai dari
Kab. Nunukan menuju
Kecamatan Sebuku dan Sebatik
karena terkadang diberlakukan
sistem buka-tutup.
Area yang digunakan nelayan
daerah Sebatik dan Nunukan
dalam mencari ikan juga
praktis menyempit. Padahal
potensi perikanan di kawasan
tersebut terbilang besar. Saat
masih dalam pangkuan
Kalimantan Timur, Kab
Nunukan dan Tarakan
menyumbang 40 persen
potensi perikanan dari 3000
ton lebih jumlah total produksi
perikanan di Bumi Mulawarman
itu per tahunnya.
Terutama potensi tuna dan rumput laut yang menjadi andalan.

Nunukan memang berperan
penting di bumi Etam. Sebelum masuk wilayah administratif
provinsi Kalimantan Utara yang terbentuk pada 2012,
geostrategis Nunukan menjadi
faktor utama Kalimantan Timur
dalam menyandang status
kawasan zona ekonomi
ekslusif karena letaknya di Laut
Sulawesi sebelah timur laut
Nunukan.

Potensi perikanan dan
kelautan Nunukan makin
terusik ketika pos pengawasan
itu secara otomatis
memperluas jangkauan patroli
Malaysia, yang memang lebih
sering bersinggungan dengan
nelayan Indonesia. Apalagi
sampai sekarang Police Marine
Malaysia masih sering
mengusir nelayan Indonesia,
meskipun para nelayan masih
berada di wilayah perairan
Indonesia.

Dampak yang lebih serius
adalah potensi kegiatan
intelijen pihak Malaysia di
wilayah tersebut. Maklum saja,
hampir semua infrastruktur
sebuah pos pengawasan
biasanya dilengkapi dengan
peralatan telekomunikasi,
radar, dan peralatan militer
lainnya.
Karena itulah peristiwa
penangkapan Police Marine
Malaysia terhadap 11 orang
nelayan asal Kab Nunukan
pada 15 Februari 2015 lalu
patut diduga sebagai hasil
intelijen Malaysia yang diolah
secara provokatif.

Para Nelayan Nunukan itu
ditangkap pada saat sedang
memasang tali rumput laut di
sekitar perairan perbatasan
burs-point tanjung Nunukan.
Police Marine negeri jiran itu
mengklaim kegiatan tersebut
sudah keluar dari zona batas
laut. Sehingga para nelayan
tersebut dituduh memasuki
wilayah perairan Malaysia
tanpa dokumen resmi.
Sampai dengan pekan ketiga
Februari, para nelayan
Nunukan itu masih ditahan
pihak Malaysia. Konsulat RI di
Tawau kalang-kabut dibuatnya.

Satgas Konsulat sejauh ini
masih berupaya membebaskan mereka tanpa melalui proses peradilan melalui permohonan kepada Jaksa Penuntut Umum
Malaysia.
Pihak Malaysia nampaknya
sukses memancing para
nelayan itu memasuki
perairannya dengan
menetapkan target operasi
terhadap kelompok nelayan
Indonesia yang lemah. Bukan
tak mungkin para nelayan itu
terpancing. Mengapa?
Aktivitas pembangunan pos
pengawasan perairan Malaysia
itu bukan saja telah menjadi
penglihatan sehari-hari. Para
nelayan juga akan cenderung
menganggap pekerjaan mereka
yang telah melewati garis
batas perairan itu lantaran
sistem kehidupan sehari-hari
masyarakat Kab Nunukan
terutama di Pulau Sebatik
dengan Malaysia begitu
eratnya.
Kehidupan sosial-
kebudayaan keduanya sudah
mendarah daging sejak lama.
Keduanya satu darah, satu
keturunan, menjadi sulit sekali
dipisahkan oleh tapal batas
teritori negara.
Ibarat kue, Sebatik adalah
pulau yang dibelah dua dengan
Malaysia. Posisi pulau yang
terbagi menjadi lima
kecamatan sejak 2011 ini
berhadapan langsung dengan
Kota Tawau dan Sabah,
Malaysia. Jarak Sebatik ke
Tawau lebih dekat dibanding
ke Nunukan. Waktu yang
ditempuh dari Sebatik ke
Nunukan menelan sekitar 1,5
jam menggunakan berperahu.
Kalau ke Tawau cuma
membutuhkan 15 menit jalan
kaki.

Dari aspek geografis itu saja
pasti terbayang bagaimana
kentalnya hubungan emosional
social-kebudayaan, termasuk
mata pencaharian Sebatik-
Tawau ini. Saking kentalnya
hubungan tersebut, bisa
diibaratkan, kalau rumah-
rumah penduduk yang berada
di garis perbatasan itu dibelah
dua, maka ruang tamunya
masuk wilayah Indonesia,
sedangkan ruang dapurnya
masuk wilayah Malaysia.
Tak mengherankan kalau
sejumlah penduduk Nunukan
punya status kewarga-
negaraan ganda. Hari ini warga
Indonesia, besoknya jadi
warga Malaysia.
Perpindahan kewarga-negaraan ini mengingatkan kita pada peristiwa eksodus dan Identity Card sejumlah warga Kec. Lumbis Ogong, Nunukan menjadi warga Malaysia yang mencuat pada 2014.
Meski demikian, bagaimanapun kedekatan emosional tersebut
tetap tidak bisa ditolelir jika
persoalannya telah mengusik
martabat bangsa. Potensi
terganggunya aktivitas
masyarakat, apalagi kalau
sudah melewati garis batas
kedaulatan negeri, menjadi
suatu hal yang mesti
dipisahkan dari ikatan
emosional.
Karena Indonesia
berdiri dan berdaulat bukan
cuma tersambung dengan
Nunukan, tapi juga dengan 17
ribu pulau lainnya.
Maka, mengacu pada
Perjanjian Landas Kontinen
Indonesia-Malaysia tahun 1969
dan Konvensi Hukum Laut
1982, sudah seharusnya
pemerintah Indonesia bersikap
tegas atas permasalahan yang
terjadi di Nunukan ini.
Terlebih lagi Indonesia-
Malaysia sama-sama telah
meratifikasi konvensi 1982
tersebut, yang dalam pasal 80
secara tegas disebutkan bahwa
negara yang mempunyai hak
berdaulat di landas kontinen
mempunyai hak eksklusif untuk
membangun dan memiliki
kewenangan dan pengaturan
atas instalasi yang dibangun di
atasnya.
Jadi, kalau Malaysia
hendak mendirikan pos
pengawasan laut yang
memasuki wilayah Indonesia, seharusnya Malaysia meminta
ijin.
Karena sudah berkali-kali
Malaysia membandel,
pemerintah RI melalui Badan
Nasional Pengelola Perbatasan
(BNPP), Kementerian Luar
Negeri dan TNI, perlu
melakukan berbagai langkah
strategis dan antisipatif untuk
menuntaskan persoalan garis
batas tersebut secara kongkrit,
sekaligus mengambil langkah
tegas agar peristiwa tersebut
tidak lagi terulang.

Yang dibutuhkan antara lain:
pemerintah RI melayangkan
nota diplomatik atas
permasalahan yang sering
ditimbulkan oleh Malaysia di
sekitar perbatasan sebagai
bentuk ketegasan RI. Hal yang
sama juga ditempuh pihak TNI
sebagai penjaga kedaulatan
bangsa atas “invasi
kedaulatan” yang sering
direcoki oleh pihak Malaysia.
Sikap tegas Panglima TNI
Jenderal Moeldoko dalam
kasus Tanjung Datu perlu
diulang. Kala itu ia memerintah
prajurit TNI untuk membongkar
secara paksa apabila pihak
Malaysia tidak menghentikan
pembangunan mercusuar itu
yang telah memasuki teritori
RI. Nyatanya: pembangunan
tersebut akhirnya berhenti.
Dalam kasus pembangunan
pos pengawasan Malaysia ini,
jika negeri jiran itu masih saja
melanjutkan pembangunannya
yang telah memasuki batas
teritori RI, tentu janji
Presiden Jokowi harus kita
tagih. Dalam kampanye Pilpres
2014 di bidang pertahanan,
secara meyakinkan dia
menyatakan, “kita akan bikin
ramai”!.
Diubah oleh wyatb44 29-04-2015 16:19
0
2.4K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.