- Beranda
- Buat Latihan Posting
MEREKA YANG BERJASA DI DOMPET
...
TS
bysers
MEREKA YANG BERJASA DI DOMPET
MASIH BELAJAR NIH GAN...
WELCOME TO MY FIRST THERAD
LANGSUNG AJA GAN
Kapiten Pattimura
Menurut sejarah versi pemerintah, nama kecilnya Thomas Matulessy. Ia lahir di Maluku, 8 Juni 1783. Saat dewasa, ia masuk dinas militer Inggris yang tahun 1811-1817 menduduki Indonesia. Ia mencapai pangkat Sersan Mayor.
Belakangan, ia disebut sebagai Kapiten Pattimura. Artinya, pemimpin yang baik hati atau pemimpin pertama. Ada dua versi sejarah soal itu. Pertama, gelar Pattimura adalah pemberian Belanda.
Kedua, Pattimura sejatinya adalah julukan yang diberikan oleh umat Islam di saparua yang tertindas. Tidak hanya satu, mereka menyebut semua pemimpin perang sebagai Kapiten Pattimura. Hanya saja, pattimura-pattimura itu di bawah komando Pattimura Thomas Matulessy.
Kemunculan Pattimura sebagai pahlawan nasional berhubungan dengan kembalinya Belanda ke Indonesia, 1817. Saat itu, Inggris mengembalikan Indonesia ke Belanda lantaran ketidakstabilan negara, berdasarkan rekomendasi konferensi Wina dan Traktat London.
Namun, masyarakat memberontak. Di bawah pimpinan Kapiten Pattimura sebagai panglima perang, rakyat Maluku bangkit. Mereka berhasil merebut benteng Belanda Duurstede, dan mengobarkan banyak pertempuran lain.
Perang Pattimura terhenti oleh politik adu domba. Ia ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan, 16 Desember 1817 di kota Ambon.
Tahun 2000, jasa Pattimura diabadikan dalam uang kertas pecahan seribu rupiah oleh Bank Indonesia. Sebelum Pattimura, uang kertas pecahan seribu pernah 'dihuni' oleh Jenderal Sudirman (1968), Pangeran Diponegoro (1975), Soetomo (1980), Sisingamangaraja XII (1987), dan gambar Danau Toba (1992).
Pangeran Antasari
Semasa muda, Antasari bernama Gusti Inu Kartapati. Ia terlahir pada tahun 1797 sebagai pewaris tahta Kesultanan Banjar. Maret 1862, ia dinobatkan sebagai Sultan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Bukan hanya diakui oleh Suku Banjar, Antasari juga dihormati seluruh suku di sepanjang Sungai Barito. Ia melanjutkan perjuangan Sultan Hidayatullah yang ditipu dan diasingkan Belanda ke Cianjur.
Antasari ada di balik Perang Banjar. Ia bersama ratusan prajuritnya menyerang tambang batu bara Belanda di Pengaron, 25 April 1859. Kecamuk perang demi perang pun ia mainkan. Belanda mengamuk, tapi ia tak juga kalah.
Bujukan menyerah tak pernah ditanggapi oleh Antasari. Nyawanya pernah dihargai 10 ribu gulden. Namun, tidak seorang pun berniat mencelakai Antasari demi keuntungan pribadi. Sampai perang selesai, Antasari masih bertahan.
Ia meninggal karena sakit paru-paru dan cacar setelah bertempur di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan, 11 Oktober 1862. Terkubur sekitar 91 tahun di hulu Sungai Barito, rakyat Banjar mengangkat kerangkanya pada 11 November 1958. Ia kemudian dimakamkan kembali di Taman Makam Perang Banjar, Banjarmasin.
Pangeran Antasari dikenalkan BI kepada masyarakat luas melalui lembar uang pecahan dua ribu rupiah. Uang itu diluncurkan di tanah kelahiran Antasari, 10 Juli 2009. Wajahnya menjadi penghias pertama uang pecahan itu, dan belum diganti sampai saat ini.
Tuanku Imam Bondjol
Nama Tuanku Imam Bondjol mencuat karena Perang Padri. Mulanya, perang yang berlangsung lama, sejak 1803 hingga 1821 itu merupakan perang antara kaum adat dan ulama di Sumatera Barat.
Tuanku Imam Bondjol sendiri termasuk ulama. Nama aslinya Muhammad Shahab. Ia putra pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat, Shahab dapat beberapa gelar: Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam.
Ia disebut Tuanku Imam Bondjol. Bondjol sendiri merupakan daerah kelahirannya.
Imam Bondjol memimpin kaum ulama dalam Perang Padri. Berawal dari konflik sesama masyarakat, peristiwa itu menjadi perang melawan Belanda. Masyarakat akhirnya sadar, mereka tak seharusnya saling menyerang hanya karena persoalan adat dan agama. Apalagi, kondisi itu dimanfaatkan Belanda untuk memecah belah.
Kaum adat dan ulama akhirnya bersatu melawan penjajah. Belanda makin kewalahan. Sampai pada tahun 1824, Belanda mengajak kaum padri berdamai lewat Perjanjian Masang. Tapi, Belanda sendiri yang melanggar perjanjian.
Perang berlanjut. Bala bantuan untuk Belanda datang dari Batavia. Rakyat semakin terdesak. Belanda kemudian mengajak Imam Bondjol kembali berunding pada Oktober 1837 di Palupuh. Namun, baru tiba Imam Bondjol langsung ditangkap.
Ia dibuang ke Cianjur, Jawa Barat, dipindahkan ke Ambon, sampai Minahasa. Pada 8 November 1864, Imam Bondjol meninggal di pengasingan.
Selain menjadi pahlawan nasional, Imam Bondjol juga menghiasi pecahan uang lima ribu rupiah sejak 2001. Sebelumnya, ada wajah Sudirman, seorang penjala ikan, perajin intan, Teuku Umar, dan gambar sasando di lembaran itu.
Sultan Mahmud Badaruddin II
Pahlawan yang paling tidak akrab dengan masyarakat luas mungkin ada di pecahan uang Rp 10 ribu. Uang berwarna biru-ungu itu dihiasi wajah Sultan Mahmud Badaruddin II. Siapakah Mahmud Badaruddin?
Nama kecilnya Raden Hasan Pangeran Ratu. Ia merupakan pewaris Kesultanan Palembang-Darussalam. Selama dua periode, 1803-1813 dan 1818-1821, ia menggantikan sang ayah memimpin.
Posisi Mahmud Badaruddin II sangat dihormati Eropa. Baik Inggris maupun Belanda berlomba-lomba memanfaatkannya sebagai mitra. Sir Thomas Stamford Raffles pernah menyebut, Sultan Mahmud Badaruddin II adalah pangeran Melayu terkaya. Gudangnya penuh dolar dan emas.
Namun, Mahmud Badaruddin II tidak tergoda bekerja sama dengan Inggris maupun Belanda. Melaui surat ia menegaskan, pihaknya tak ingin campur tangan dalam konflik Britania-Belanda.
Pada 14 September 1811, terjadi pembantaian loji milik Belanda. Belanda menuding Inggris dalangnya. Namun Inggris menuduh Mahmud Badaruddin II yang melakukannya.
Dengan alasan menghukum Mahmud Badaruddin II, Inggris mengirim pasukan dan berhasil menguasai Palembang. Inggris kemudian menjadikan adik kandung Mahmud Badaruddin II, Pangeran Adipati sebagai penguasa boneka.
Perjuangan tidak berhenti sampai di situ. Saat Konvensi London mewajibkan Inggris menyerahkan Indonesia kepada Belanda, Palembang termasuk di dalamnya. Perjuangan lebih sengsara. Perang demi perang pecah, meski Mahmud Badaruddin II sempat kembali berkuasa.
Ia dan sebagian keluarganya kemudian ditangkap dan diasingkan ke Pulau Ternate sampai akhir hayatnya, 26 September 1852. Sebagian keluarganya yang tidak mau ditangkap, mengasingkan diri ke daerah Marga Sembilan yang di kenal sekarang sebagai Kabupaten Ogan Komering Ilir dan berasimilasi dengan penduduk.
Nama Sultan Mahmud Badaruddin II diabadikan menjadi bandara di Palembang, dan wajahnya menghiasi lembar uang pecahan Rp 10 ribu sejak tahun 2005. Sebelum ia, ada wajah Sudirman, relief candi, pemain gamelan, RA Kartini, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan Cut Nyak Dien.
Penempatan Mahmud Badaruddin II di lembar itu pernah menjadi kontroversi. Gambar Mahmud Badaruddin II sempat disebut melanggar hak cipta. Namun, gambar itu ternyata merupakan hak milik panitia penyelenggara lomba lukis.
Oto Iskandar Dinata
Berbeda dengan pahlawan di pecahan uang sebelumnya, perjuangan Oto Iskandar Dinata bukan di medan perang. Ia terlahir pada 31 Maret 1897 sebagai bangsawan.
Sebagai orang Indonesia yang masih terjajah Belanda, Oto amat beruntung. Ia menamatkan pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung. Selanjutnya, ia melanjutkan di Kweekschool Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) Bandung, serta di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah.
Usai menamatkan pendidikan, Oto menjadi guru HIS di Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada Juli 1920, ia mengajar di HIS bersubsidi serta perkumpulan Perguruan Rakyat, Bandung.
Oto banyak terlibat dalam kegiatan administratif kemerdekaan. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung (1921-1924) serta Wakil Ketua Budi Utomo cabang Pekalongan tahun 1924. Ia juga menjadi anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Pekalongan mewakili Budi Utomo.
Budaya Sunda juga menarik perhatiannya. Ia aktif di Paguyuban Pasundan. Oto juga punya perhatian pada bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.
Oto menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan Hindia Belanda untuk periode 1930-1941. Pada masa penjajahan Jepang, ia menjadi pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-1945). Ia juga menorehkan kiprah di BPUPKI dan PPKI.
Usai Indonesia merdeka, Oto masih diperhitungkan. Ia merupakan Menteri Negara di kabinet pertama Republik Indonesia, 1945. Namun dalam tugas, ia diculik sekelompok orang yang menamakan diri Laskar Hitam, dan terbunuh di Banten, 20 Desember 1945.
Untuk menghormati jasa-jasanya, BI memasang wajah Oto pada uang pecahan Rp 20 ribu sejak 2004, menggantikan Ki Hajar Dewantara dan gambar burung cenderawasih.
I Gusti Ngurah Rai
Hidup Ngurah Rai terbilang singkat. Ia lahir di Badung, Bali pada 30 Januari 1917 dan meninggal pada 20 November 1946 di Tabanan. Usianya baru 29 tahun kala itu.
Sejak belia, Ngurah Rai tertarik pada dunia militer. Ia mengawali pendidikannya di HIS Denpasar, lalu melanjutkan sekolah MULO di Malang. Masih haus pendidikan militer, Ngurah Rai bergabung dengan sekolah kader militer, Prayodha Bali. Tahun 1940, ia dilantik menjadi Letnan II. Pendidikannya berlanjut ke Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) Magelang dan Pendidikan Artileri di Malang.
Karier militer Ngurah Rai apik. Ia pernah menjadi intel sekutu di Bali dan Lombok saat masa kependudukan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi salah satu komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Dari Sunda Kecil, ia ke Yogyakarta. Di sana, ia dilantik menjadi komandan resimen Sunda Kecil dengan pangkat Letnan Kolonel.
Kembali dari sana, Ngurah Rai tersentak karena Bali telah diduduki Belanda. Ia kecewa karena Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati. Bersama pasukan kecil Ciung Wanara, 18 November 1946 Ngurah Rai menyerang Tabanan. Belanda membalas dengan pertempuran lebih sengit. Terjadilan Puputan Margarana.
Belanda berhasil mendesak pertahanan Ngurah Rai hancur sampai di Ciung Wanara, desa Margarana. Ngurah Rai dan pasukan dipukul mundur. Seluruhnya jatuh ke dalam jurang.
Sebelum gugur, Ngurah Rai sempat meneriakkan kata puputan. Artinya: perang habis-habisan.
Ngurah Rai lantas mendapatkan gelar Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Nama pahlawan nasional itu diabadikan sebagai bandara di Bali. Wajahnya juga menghiasi lembar uang pecahan Rp 50 ribu sejak 2005. Sebelumnya, wajah WR Soepratman dan Presiden Soeharto ada di lembaran itu.
Soekarno Hatta
Jasa dua founding fathers Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta tak perlu dipertanyakan lagi. Mereka merupakan pasangan presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia, sejak kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Keduanya pula yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, setelah didesak golongan pemuda. Mereka meminta Soekarno dan Hatta cepat memproklamirkan kemerdekaan karena Jepang telah kalah sejak Hiroshima dan Nagasaki dibom.
Soekarno bukan hanya berjasa memimpin Indonesia sampai 1966, tetapi juga merumuskan banyak hal soal kebangsaan seperti Undang-Undang dasar 1945 serta Pancasila. Soekarno juga sukses membawa Indonesia diakui asing.
Sementara itu, Hatta menggagas konsep koperasi. Karena itu ia dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Hatta pernah berselisih paham dengan Soekarno, yang membuatnya mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956.
Pasangan Soekarno dan Hatta tidak hanya dipampang di lembaran uang dengan nilai tertinggi di Indonesia, Rp 100 ribu. Keduanya juga dijadikan nama bandara internasional di Jakarta, pun nama jalan di beberapa daerah di Indonesia serta Belanda.
Uang itu baru ada tahun 1999, dan sejak itu sampai sekarang tetap berwajah Soekarno-Hatta. Padahal, uang Rp 100 ribu pernah berganti desain maupun kertas.
SEKIAN GAN.. KLO BOLRH MINTA CENDOL GAN WKWKWK
WELCOME TO MY FIRST THERAD
LANGSUNG AJA GAN
Spoiler for 1.000:
Kapiten Pattimura
Menurut sejarah versi pemerintah, nama kecilnya Thomas Matulessy. Ia lahir di Maluku, 8 Juni 1783. Saat dewasa, ia masuk dinas militer Inggris yang tahun 1811-1817 menduduki Indonesia. Ia mencapai pangkat Sersan Mayor.
Belakangan, ia disebut sebagai Kapiten Pattimura. Artinya, pemimpin yang baik hati atau pemimpin pertama. Ada dua versi sejarah soal itu. Pertama, gelar Pattimura adalah pemberian Belanda.
Kedua, Pattimura sejatinya adalah julukan yang diberikan oleh umat Islam di saparua yang tertindas. Tidak hanya satu, mereka menyebut semua pemimpin perang sebagai Kapiten Pattimura. Hanya saja, pattimura-pattimura itu di bawah komando Pattimura Thomas Matulessy.
Kemunculan Pattimura sebagai pahlawan nasional berhubungan dengan kembalinya Belanda ke Indonesia, 1817. Saat itu, Inggris mengembalikan Indonesia ke Belanda lantaran ketidakstabilan negara, berdasarkan rekomendasi konferensi Wina dan Traktat London.
Namun, masyarakat memberontak. Di bawah pimpinan Kapiten Pattimura sebagai panglima perang, rakyat Maluku bangkit. Mereka berhasil merebut benteng Belanda Duurstede, dan mengobarkan banyak pertempuran lain.
Perang Pattimura terhenti oleh politik adu domba. Ia ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan, 16 Desember 1817 di kota Ambon.
Tahun 2000, jasa Pattimura diabadikan dalam uang kertas pecahan seribu rupiah oleh Bank Indonesia. Sebelum Pattimura, uang kertas pecahan seribu pernah 'dihuni' oleh Jenderal Sudirman (1968), Pangeran Diponegoro (1975), Soetomo (1980), Sisingamangaraja XII (1987), dan gambar Danau Toba (1992).
Spoiler for 2.000:
Pangeran Antasari
Semasa muda, Antasari bernama Gusti Inu Kartapati. Ia terlahir pada tahun 1797 sebagai pewaris tahta Kesultanan Banjar. Maret 1862, ia dinobatkan sebagai Sultan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Bukan hanya diakui oleh Suku Banjar, Antasari juga dihormati seluruh suku di sepanjang Sungai Barito. Ia melanjutkan perjuangan Sultan Hidayatullah yang ditipu dan diasingkan Belanda ke Cianjur.
Antasari ada di balik Perang Banjar. Ia bersama ratusan prajuritnya menyerang tambang batu bara Belanda di Pengaron, 25 April 1859. Kecamuk perang demi perang pun ia mainkan. Belanda mengamuk, tapi ia tak juga kalah.
Bujukan menyerah tak pernah ditanggapi oleh Antasari. Nyawanya pernah dihargai 10 ribu gulden. Namun, tidak seorang pun berniat mencelakai Antasari demi keuntungan pribadi. Sampai perang selesai, Antasari masih bertahan.
Ia meninggal karena sakit paru-paru dan cacar setelah bertempur di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan, 11 Oktober 1862. Terkubur sekitar 91 tahun di hulu Sungai Barito, rakyat Banjar mengangkat kerangkanya pada 11 November 1958. Ia kemudian dimakamkan kembali di Taman Makam Perang Banjar, Banjarmasin.
Pangeran Antasari dikenalkan BI kepada masyarakat luas melalui lembar uang pecahan dua ribu rupiah. Uang itu diluncurkan di tanah kelahiran Antasari, 10 Juli 2009. Wajahnya menjadi penghias pertama uang pecahan itu, dan belum diganti sampai saat ini.
Spoiler for 5.000:
Tuanku Imam Bondjol
Nama Tuanku Imam Bondjol mencuat karena Perang Padri. Mulanya, perang yang berlangsung lama, sejak 1803 hingga 1821 itu merupakan perang antara kaum adat dan ulama di Sumatera Barat.
Tuanku Imam Bondjol sendiri termasuk ulama. Nama aslinya Muhammad Shahab. Ia putra pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat, Shahab dapat beberapa gelar: Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam.
Ia disebut Tuanku Imam Bondjol. Bondjol sendiri merupakan daerah kelahirannya.
Imam Bondjol memimpin kaum ulama dalam Perang Padri. Berawal dari konflik sesama masyarakat, peristiwa itu menjadi perang melawan Belanda. Masyarakat akhirnya sadar, mereka tak seharusnya saling menyerang hanya karena persoalan adat dan agama. Apalagi, kondisi itu dimanfaatkan Belanda untuk memecah belah.
Kaum adat dan ulama akhirnya bersatu melawan penjajah. Belanda makin kewalahan. Sampai pada tahun 1824, Belanda mengajak kaum padri berdamai lewat Perjanjian Masang. Tapi, Belanda sendiri yang melanggar perjanjian.
Perang berlanjut. Bala bantuan untuk Belanda datang dari Batavia. Rakyat semakin terdesak. Belanda kemudian mengajak Imam Bondjol kembali berunding pada Oktober 1837 di Palupuh. Namun, baru tiba Imam Bondjol langsung ditangkap.
Ia dibuang ke Cianjur, Jawa Barat, dipindahkan ke Ambon, sampai Minahasa. Pada 8 November 1864, Imam Bondjol meninggal di pengasingan.
Selain menjadi pahlawan nasional, Imam Bondjol juga menghiasi pecahan uang lima ribu rupiah sejak 2001. Sebelumnya, ada wajah Sudirman, seorang penjala ikan, perajin intan, Teuku Umar, dan gambar sasando di lembaran itu.
Spoiler for 10.000:
Sultan Mahmud Badaruddin II
Pahlawan yang paling tidak akrab dengan masyarakat luas mungkin ada di pecahan uang Rp 10 ribu. Uang berwarna biru-ungu itu dihiasi wajah Sultan Mahmud Badaruddin II. Siapakah Mahmud Badaruddin?
Nama kecilnya Raden Hasan Pangeran Ratu. Ia merupakan pewaris Kesultanan Palembang-Darussalam. Selama dua periode, 1803-1813 dan 1818-1821, ia menggantikan sang ayah memimpin.
Posisi Mahmud Badaruddin II sangat dihormati Eropa. Baik Inggris maupun Belanda berlomba-lomba memanfaatkannya sebagai mitra. Sir Thomas Stamford Raffles pernah menyebut, Sultan Mahmud Badaruddin II adalah pangeran Melayu terkaya. Gudangnya penuh dolar dan emas.
Namun, Mahmud Badaruddin II tidak tergoda bekerja sama dengan Inggris maupun Belanda. Melaui surat ia menegaskan, pihaknya tak ingin campur tangan dalam konflik Britania-Belanda.
Pada 14 September 1811, terjadi pembantaian loji milik Belanda. Belanda menuding Inggris dalangnya. Namun Inggris menuduh Mahmud Badaruddin II yang melakukannya.
Dengan alasan menghukum Mahmud Badaruddin II, Inggris mengirim pasukan dan berhasil menguasai Palembang. Inggris kemudian menjadikan adik kandung Mahmud Badaruddin II, Pangeran Adipati sebagai penguasa boneka.
Perjuangan tidak berhenti sampai di situ. Saat Konvensi London mewajibkan Inggris menyerahkan Indonesia kepada Belanda, Palembang termasuk di dalamnya. Perjuangan lebih sengsara. Perang demi perang pecah, meski Mahmud Badaruddin II sempat kembali berkuasa.
Ia dan sebagian keluarganya kemudian ditangkap dan diasingkan ke Pulau Ternate sampai akhir hayatnya, 26 September 1852. Sebagian keluarganya yang tidak mau ditangkap, mengasingkan diri ke daerah Marga Sembilan yang di kenal sekarang sebagai Kabupaten Ogan Komering Ilir dan berasimilasi dengan penduduk.
Nama Sultan Mahmud Badaruddin II diabadikan menjadi bandara di Palembang, dan wajahnya menghiasi lembar uang pecahan Rp 10 ribu sejak tahun 2005. Sebelum ia, ada wajah Sudirman, relief candi, pemain gamelan, RA Kartini, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan Cut Nyak Dien.
Penempatan Mahmud Badaruddin II di lembar itu pernah menjadi kontroversi. Gambar Mahmud Badaruddin II sempat disebut melanggar hak cipta. Namun, gambar itu ternyata merupakan hak milik panitia penyelenggara lomba lukis.
Spoiler for 20.000:
Oto Iskandar Dinata
Berbeda dengan pahlawan di pecahan uang sebelumnya, perjuangan Oto Iskandar Dinata bukan di medan perang. Ia terlahir pada 31 Maret 1897 sebagai bangsawan.
Sebagai orang Indonesia yang masih terjajah Belanda, Oto amat beruntung. Ia menamatkan pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung. Selanjutnya, ia melanjutkan di Kweekschool Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) Bandung, serta di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah.
Usai menamatkan pendidikan, Oto menjadi guru HIS di Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada Juli 1920, ia mengajar di HIS bersubsidi serta perkumpulan Perguruan Rakyat, Bandung.
Oto banyak terlibat dalam kegiatan administratif kemerdekaan. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung (1921-1924) serta Wakil Ketua Budi Utomo cabang Pekalongan tahun 1924. Ia juga menjadi anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Pekalongan mewakili Budi Utomo.
Budaya Sunda juga menarik perhatiannya. Ia aktif di Paguyuban Pasundan. Oto juga punya perhatian pada bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.
Oto menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan Hindia Belanda untuk periode 1930-1941. Pada masa penjajahan Jepang, ia menjadi pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-1945). Ia juga menorehkan kiprah di BPUPKI dan PPKI.
Usai Indonesia merdeka, Oto masih diperhitungkan. Ia merupakan Menteri Negara di kabinet pertama Republik Indonesia, 1945. Namun dalam tugas, ia diculik sekelompok orang yang menamakan diri Laskar Hitam, dan terbunuh di Banten, 20 Desember 1945.
Untuk menghormati jasa-jasanya, BI memasang wajah Oto pada uang pecahan Rp 20 ribu sejak 2004, menggantikan Ki Hajar Dewantara dan gambar burung cenderawasih.
Spoiler for 50.000:
I Gusti Ngurah Rai
Hidup Ngurah Rai terbilang singkat. Ia lahir di Badung, Bali pada 30 Januari 1917 dan meninggal pada 20 November 1946 di Tabanan. Usianya baru 29 tahun kala itu.
Sejak belia, Ngurah Rai tertarik pada dunia militer. Ia mengawali pendidikannya di HIS Denpasar, lalu melanjutkan sekolah MULO di Malang. Masih haus pendidikan militer, Ngurah Rai bergabung dengan sekolah kader militer, Prayodha Bali. Tahun 1940, ia dilantik menjadi Letnan II. Pendidikannya berlanjut ke Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) Magelang dan Pendidikan Artileri di Malang.
Karier militer Ngurah Rai apik. Ia pernah menjadi intel sekutu di Bali dan Lombok saat masa kependudukan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi salah satu komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Dari Sunda Kecil, ia ke Yogyakarta. Di sana, ia dilantik menjadi komandan resimen Sunda Kecil dengan pangkat Letnan Kolonel.
Kembali dari sana, Ngurah Rai tersentak karena Bali telah diduduki Belanda. Ia kecewa karena Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati. Bersama pasukan kecil Ciung Wanara, 18 November 1946 Ngurah Rai menyerang Tabanan. Belanda membalas dengan pertempuran lebih sengit. Terjadilan Puputan Margarana.
Belanda berhasil mendesak pertahanan Ngurah Rai hancur sampai di Ciung Wanara, desa Margarana. Ngurah Rai dan pasukan dipukul mundur. Seluruhnya jatuh ke dalam jurang.
Sebelum gugur, Ngurah Rai sempat meneriakkan kata puputan. Artinya: perang habis-habisan.
Ngurah Rai lantas mendapatkan gelar Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Nama pahlawan nasional itu diabadikan sebagai bandara di Bali. Wajahnya juga menghiasi lembar uang pecahan Rp 50 ribu sejak 2005. Sebelumnya, wajah WR Soepratman dan Presiden Soeharto ada di lembaran itu.
Spoiler for 100.000:
Soekarno Hatta
Jasa dua founding fathers Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta tak perlu dipertanyakan lagi. Mereka merupakan pasangan presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia, sejak kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Keduanya pula yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, setelah didesak golongan pemuda. Mereka meminta Soekarno dan Hatta cepat memproklamirkan kemerdekaan karena Jepang telah kalah sejak Hiroshima dan Nagasaki dibom.
Soekarno bukan hanya berjasa memimpin Indonesia sampai 1966, tetapi juga merumuskan banyak hal soal kebangsaan seperti Undang-Undang dasar 1945 serta Pancasila. Soekarno juga sukses membawa Indonesia diakui asing.
Sementara itu, Hatta menggagas konsep koperasi. Karena itu ia dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Hatta pernah berselisih paham dengan Soekarno, yang membuatnya mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956.
Pasangan Soekarno dan Hatta tidak hanya dipampang di lembaran uang dengan nilai tertinggi di Indonesia, Rp 100 ribu. Keduanya juga dijadikan nama bandara internasional di Jakarta, pun nama jalan di beberapa daerah di Indonesia serta Belanda.
Uang itu baru ada tahun 1999, dan sejak itu sampai sekarang tetap berwajah Soekarno-Hatta. Padahal, uang Rp 100 ribu pernah berganti desain maupun kertas.
Spoiler for SUMBER:
CNN
SEKIAN GAN.. KLO BOLRH MINTA CENDOL GAN WKWKWK
0
553
Kutip
1
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buat Latihan Posting
35.6KThread•1.7KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru