Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shantikemAvatar border
TS
shantikem
Saran Yusril ke Jokowi Hadapi UU Pilkada, Dinilai "jebakan Batman" untuk Memakzulkan?
RUU PILKADA: Mahfud MD Nilai, Saran Yusril Bisa Gulingkan JOKOWI Sebagai Presiden!
Selasa, 30 September 2014, 16:17 WIB

Bisnis.com, SOLO - Pakar hukum tata negara yang juga pendiri Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, memberikan masukan mengejutkan soal polemik UU Pilkada. Yusril menyarankan agar Jokowi mengembalikan RUU tersebut ke DPR. Namun usulan itu dinilai berpotensi membuat Jokowi tenggelam dalam konflik politik berkepanjangan.

Adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, yang mengkritik usulan tersebut. Sebelumnya, Yusril menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menandatangi UU Pilkada hingga jabatannya berakhir.

“Intinya Presiden gunakan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945,” ujar Yusril di akun Twitternya, @Yusrilihza_Mhd, Senin (29/9/2014) malam. “Saran saya SBY tidak usah tandatangani dan undangkan RUU tsb sampai jabatannya habis.”

Yusril juga menyarankan agar Jokowi tidak menandatangi RUU Pilkada tersebut dengan alasan presiden baru tidak ikut membahas RUU tersebut. “Dengan demikian, Presiden baru dapat mengembalikan RUU tsb ke DPR utk dibahas lagi. maka UU Pemerintahan Daerah yg ada sekarang masih tetap sah berlaku,” kicaunya.

Dalam UU Pemerintah Daerah, pilkada masih dilakukan dengan pemilihan langsung. Sehingga jika UU ini masih berlaku, maka pilkada langsung juga masih berlaku. Menurut Yusril, usulan itu sudah disampaikannya ke SBY maupun Jokowi.

Selasa (30/9/2014) pagi, Mahfud MD justru menyarankan agar Jokowi tidak memenuhi usulan Yusril itu. Menurutnya, hal itu akan sangat riskan bagi Jokowi. “Yusril sarankan Presiden tak ttd RUU Pilkada n Jkw kembalikan RUU ke DPR. Saran Sy, tak ttd RUU itu boleh, tp klo ngembalikan ke DPR riskan,” kata Mahfud melalui kultwitnya.

Mahfud menilai wajar jika presiden tidak menandatangani RUU Pilkada. Dalam pasal 20 UUD 1945, RUU tersebut tetap sah menjadi UU meski tanpa tanda tangan presiden. Masalah justru akan timbul jika presiden mengembalikan UU tersebut ke DPR. “Tp kalau Jkw mengembalikan RUU itu ke DPR bisa jd masalah serius. Misalkan DPR menolak pengembalian itu terjadi konflik tolak tarik. Konflik itu bs memancing sengketa kwenangan ke MK. DPR bs berdalil Preisden menggunakan kewenangan dgn melanggar hak konstitusional DPR.”

Jika hal itu terjadi, Mahfud khawatir akan membuka celah untuk impeachment atau penggulingan Jokowi sebagai presiden. DPR bisa menilai Jokowi melanggar hak konstitusional DPR dan ini akan membuka konflik baru. “Sengketa di MK pasti ada yg menang & kalah. Klo DPR menang bs dipakai alasan utk proses impeachment krn pengkhianatan. Negara bs gaduh.”

Di MK, Jokowi bisa saja kalah dan kemungkinan impeachment terbuka. Tapi jika presiden menang dan DPR kalah, maka konflik pun tidak akan berhenti. Bisa saja akan ada aksi balasan yang berlarut-larut. “Tp klo Presiden yg menang, pd masa2 berikutnya gantian DPR yg tak mau mengirim RUU yg sdh disepakati kpd Presiden shg tak bs diundangkan. Bisa jd juga semua kebijakan yg perlu persetujuan DPR nnti diganjal di DPR shg pemerintahan jd stag. Situasi spt ini sungguh mengerikan,” kata Mahfud MD.

Mahfud pun menyarankan agar pihak-pihak yang tidak setuju RUU Pilkada supaya mengajukan judicial review ke MK. Sementara itu, pihak pengusung opsi pilkada langsung di DPR juga bisa kembali menyusun kekuatan. “Utk legislative review bisa dimotori oleh PDIP dan koalisinya ditambah Partai Demokrat. Mereka bisa menggalang pengusulan RUU baru.”
http://makassar.bisnis.com/m/read/20...bagai-presiden


Saran Yusril ke SBY untuk memakzulkan Jokowi?
Selasa, 30 September 2014 / 14:10 WIB

JURNAL3.COM | JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menanggapi saran Yusril Ihza Mahendra kepada Presiden SBY soal RUU Pilkada adalah saran yang sangat berbahaya bagi Jokowi.

Alasannya, kata Mahfud, jika Jokowi tidak mau menandatangani rancangan undang-undang itu dan undang-undang itu berlaku dengan sendirinya, itu akan menjadi preseden buruk bagi Jokowi.

Di samping itu, jika Jokowi mengembalikan rancangan undang-undang itu ke DPR untuk dibahas lagi, seperti saran Yusril, dan ternyata ditolak DPR juga, itu akan berbuntut masalah, bisa menimbulkan gejolak politik.

“Kalau DPR memperkarakan ke MK, itu bisa menjadi alasan DPR untuk impeachment,” ungkap Mahfud, Selasa (30/09/2014).

Menurut Mahfud, ada enam alasan hukum seorang presiden atau wakil presiden bisa dimakzulkan (impeach), sebagaimana dimaksud Pasal 7A UUD 1945, yakni pengkhianatan kepada negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat, perbuatan tercela, dan tidak memenuhi syarat.

DPR, lanjut Mahfud, bisa beralasan mengajukan impeachment karena menganggap Jokowi telah melakukan pengkhianatan kepada negara dengan melanggar konstitusi, yakni mengembalikan rancangan undang-undang yang telah disahkan DPR.“Pengkhianatan kepada negara di seluruh dunia itu kalau presiden melanggar konstitusi,” kata Mahfud.

Ia pun menyarankan kepada SBY dan Jokowi agar menghormati apa pun keputusan yang telah diputuskan DPR terkait RUU Pilkada dan membiarkan undang-undang itu berlaku
http://www.jurnal3.com/saran-yusril-...zulkan-jokowi/

Kekalahan Keempat PDIP
PDIP memperkirakan Koalisi Merah Putih akan terus melemahkan Jokowi-JK.
Sabtu, 27 September 2014, 12:36 WIB

JAKARTA -PDI Perjuangan kembali menelan kekalahan politik dari Koalisi Merah Putih. Setelah kalah dalam jumlah suara di parlemen, UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD), pembahasan tata tertib, mereka kembali dikalahkan dalam pengambilan keputusan RUU Pilkada di DPR.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, faktor utama dari kekalahan kubu PDI Perjuangan adalah soliditas Koalisi Merah Putih. "Lobi apa pun yang dilakukan PDIP sampai saat ini tidak bisa membongkar soliditas Koalisi Merah Putih. Apakah Koalisi Merah Putih ini bersikap asal beda, atau karena memiliki alasan rasional secara objektif," kata Firman kepada Republika, Jumat (26/9).

Ia mengatakan, terbentuk sebuah pemetaan yang memperlihatkan check and balance antara DPR dan pemerintah. Tidak seperti dulu, saat DPR berada di dalam rangkulan eksekutif. Kini, menurutnya, DPR menjadi lembaga yang bisa lebih galak dari posisinya sebagai penyeimbang pemerintah.

Dalam hal ini, kontrol terhadap pemerintah akan lebih efektif. Pemerintah, tuturnya, tidak bisa main-main dalam mengajukan sebuah rancangan undang-undang dan dalam menjalankan pemerintahan.

Sementara dari sisi negatif, situasi tersebut dapat membuat pemerintah tidak efektif. Menurutnya, setiap undang-undang akan dibahas lebih mendalam sehingga membutuhkan waktu pembahasan yang lebih panjang.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Yasonna Laoly mengatakan, Koalisi Merah Putih yang mendeklarasikan diri sebagai koalisi penyeimbang dan Partai Demokrat dengan si kap netral justru dianggap sebagai pi hak yang melakukan langkah politik un tuk melemahkan Jokowi-JK. Sikap yang ditunjukkan koalisi tersebut di pandang sebagai permainan politik yang akan terus dilakukan ke depannya.

Baik saat pembahasan anggaran maupun pengajuan UU yang diajukan pemerintah untuk mendukung kebijakan pemerintah. "Itu grand scenario terbesar. Itulah sebenarnya, mulai dari UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD), UU Pilkada, dan kebijakan strategis selanjutnya," kata Laoly.

Laoly mengatakan, Koalisi Merah Putih akan selalu cenderung menempuh langkah yang menguntungkan kelompok mereka saja. Melakukan pragmatisme politik dengan mengambil sikap yang selalu berbeda dengan pemerintahan Jokowi-JK. "Mereka akan selalu menghalang-halangi, membuat sulit pemerintahan akan datang. Karena, ini asal beda aja. Bukan melihat aspek terbaik bagi bangsa," ujar dia.

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) meminta agar Koalisi Merah Putih tidak sombong. "Dengan empat kemenangan, jangan besar kepala, jangan sombong," kata Ical.

Empat kemenangan yang dimaksud Ical, yaitu mayoritas suara di parlemen, pembahasan tatib, UU MD3 dan yang terakhir adalah RUU Pilkada melalui DPRD. Ical mengatakan, kemenangan itu adalah perjuangan untuk menuju ke demokrasi Pancasila.

"Yang kita perjuangkan posisi-posisi itu memungkinkan kita untuk mengembalikan demokrasi kita ke demokrasi Pan casila?" ucap Ical.

Faktor Megawati Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan, kekalahan PDIP Ini tak bisa dilepaskan dari faktor ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri.

Menurutnya, jika saja Megawati mau sedikit melunak terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jalan ceritanya akan lain. Yakni, PDIP mau mengikuti keinginan Partai Demokrat."Masalahnya, Mega itu terlalu gengsi terlihat tunduk dari SBY," katanya.

Hal itu berpengaruh terhadap bawahannya, yakni kader PDIP tunduk kepada pengaruh Megawati dengan tidak mau mengikuti keinginan Partai Demokrat. Padahal, sebenarnya SBY dan Partai Demokrat telah beberapa kali menunjukkan keinginannya untuk mendukung pemerintah. "Tapi, ini yang tidak direspons oleh Mega," ujar Pangi.
http://www.republika.co.id/berita/ko...n-keempat-pdip


SBY Sebut Koalisi Merah Putih Kuat
SELASA, 02 SEPTEMBER 2014 | 15:23 WIB

Saran Yusril ke Jokowi Hadapi UU Pilkada, Dinilai "jebakan Batman" untuk Memakzulkan?
Presiden SBY memberikan keterangan pers seusai pertemuan dengan politisi dari partai anggota Koalisi Merah Putih di kediamannya Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa 2 September 2014. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kekuatan politik Koalisi Merah Putih cukup besar dan mampu mengimbangi pemerintahan yang diusung koalisi poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia menyatakan perbedaan suara antara Koalisi Merah Putih dan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tak besar. (Baca: Diundang SBY, Prabowo Tak Datang)

"Jangan lupa, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa memiliki perolehan suara yang juga tinggi. Kita harus mengakui ada kekuatan politik riil," ujar SBY di kediamannya, Selasa, 2 September 2014.

Hal ini disampaikan SBY saat menerima perwakilan Koalisi Merah Putih dalam acara silaturahmi pada pagi ini. SBY mengklaim acara ini adalah lanjutan dari pertemuannya sebagai presiden dengan presiden terpilih Jokowi di Bali pada pekan lalu. (Baca: Ketemu Jokowi, Hatta Bantah Hendak Merapat)

SBY yakin Koalisi Merah Putih dapat menjadi kekuatan penyeimbang pemerintahan Joko Widodo periode 2014-2019. "Saya menyampaikan apresiasi pada Koalisi Merah Putih yang mengakui hasil putusan Mahkamah Konstitusi. Selebihnya, kami akan berbakti bagi bangsa dan negara." (Baca: Soal Hatta Ketemu Jokowi, Fadel: Itu Biasa)

SBY menyatakan, sebelum putusan MK pada 21 Agustus lalu, dirinya menahan diri untuk bertemu dengan kubu Jokowi-JK atau Prabowo-Hatta. Namun, setelah seluruh proses pemilihan presiden usai, harus ada apresiasi yang juga diakui seluruh negara di dunia. Indonesia ternyata mampu menjalankan pemilihan umum yang damai dan demokratis. "Dunia mengakui dan memberikan apresiasi kepada saya," kata SBY.
http://pemilu.tempo.co/read/news/201...rah-Putih-Kuat


Koalisi Merah Putih Kuat karena Keangkuhan Megawati
Kamis, 11 September 2014 18:08 wib
Saran Yusril ke Jokowi Hadapi UU Pilkada, Dinilai "jebakan Batman" untuk Memakzulkan?
Megawati

Koalisi Merah Putih Kuat karena Keangkuhan Megawati (Foto: Okezone)
JAKARTA - Partai Gerindra menegaskan Koalisi Merah Putih sekarang semakin kuat karena sikap angkuh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selama ini.

"Ini dipicu Megawati yang sombong. Statemen Jokowi (Joko Widodo) yang membuat lobang sendiri. Ini bukan suasana yang apa-apa," ungkap Ketua DPP Gerindra Desmon J Mahesa di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Dia menengaku, lucu dengan sikap Jokowi yang ngebet menginginkan Partai Demokrat bergabung koalisi. Padahal, saat pemilihan presiden, partai berlambang bintang mercy itu ditolak gabung dalam koalisi Jokowi.

"Koalisi Merah Putih kuat karena keangkuhan Megawati. Megawati angkuh dengan SBY selama 10 tahun. Kita belajar dari Megawati, Anda memberi pelajaran jelek selama 10 tahun. Harusnya yang menang itu merangkul," paparnya.

Desmon mengambil contoh, keangkuhan Megawati, saat Ketua Umum Gerindra Suhardi yang wafat karena kanker paru-paru. Megawati dan keluarganya tidak melayat Suhardi.

"Para dewa (ketua umum partai) ini menganggap Megawati dewa yang sombong. Contohnya, Suhardi meninggal ada enggak ibu itu, anak ibu itu, Jokowi datang? Padahal (Suhardi) pernah dirjen kehutanan di era Megawati. Ini ada sesuatu yang aneh. Ini pembelajaran yang baik atau buruk," pungkasnya.
http://news.okezone.com/read/2014/09...kuhan-megawati

-------------------------

Yusril itu memang pendekar hukum yang sangat lihay, sudah eksis semenjak zaman Soeharto presiden, dimana dia menjadi 'panasehat' Soeharto dan penulis naskah pidatonya. Zaman Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY jadi presiden, dia tetap dipakai. Apakah Jokowi juga akan memakainya?


emoticon-Ngakak
0
1.3K
0
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.