Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shantikemAvatar border
TS
shantikem
SBY Batal Gugat Uji Materi UU Pilkada di MK. Risiko Impeachment & Ditolak MK?
SBY Batal Uji Materi UU Pilkada di MK
Selasa, 30 September 2014 , 16:17:00

JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono batal mengajukan gugatan uji materi UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu disampaikan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Jakarta, Selasa, (30/9).

"Itu akan dikomunikasikan ke MK. Tapi tadi sudah menjadi titik terang bahwa memang hal itu tidak memungkinkan untuk dilanjutkan atau diteruskan," ujar Julian.

Menurut Julian, Presiden menuruti nasehat setelah berkonsultasi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva. Sehingga, Presiden akan menempuh cara lain untuk memperjuangkan penolakan UU Pilkada yang menuai kontroversi tersebut.

"Tentu Bapak Presiden akan menempuh cara lain yang juga dalam kerangka konstitusional untuk bisa mencari solusi terbaik atas krisis yang terjadi dalam pengambilan keputusan," tegas Julian.

Julian mengaku, Presiden belum sampai memikirkan mengeluarkan Perppu terkait aturan tentang pilkada tersebut. Ia pun enggan membeberkan plan B yang dimaksud Presiden.

"Belum sampai ke sana (Perppu). Nanti kita akan lihat. Pemerintah secara serius akan mencari solusi terbaik atas apa yang telah diputuskan sistem dari pilkada tidak langsung," tandas Julian.
http://www.jpnn.com/read/2014/09/30/...Pilkada-di-MK-

Pandangan MK Terkait Pilkada Melalui DPRD
26 Sep 2014 17:31

Liputan6.com, Jakarta - RUU Pilkada telah disahkan DPR dengan menetapkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Pihak yang memilih Pilkada langsung pun akan menguji materi UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, dalam Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 terkait perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah telah menganggap Pilkada melalui DPRD adalah demokratis.

Berikut bunyi pertimbangan hukum MK poin 3.12.3 dalam salinan putusan MK seperti dikutip dari mahkamahkonstitusi.go.id, Jumat (26/9/2014):

Pemilihan kepala daerah tidak diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 akan tetapi diatur secara khusus dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan, "Gubernur, Bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis." Menurut Mahkamah, makna frasa "dipilih secara demokratis", baik menurut original intent maupun dalam berbagai putusan Mahkamah sebelumnya dapat dilakukan baik pemilihan secara langsung oleh rakyat maupun oleh DPRD.

Lahirnya kata demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 pada saat dilakukan perubahan UUD 1945 terdapat adanya 2 (dua) pendapat yang berbeda mengenai cara pemilihan kepala daerah. Satu pendapat menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun oleh DPRD sementara pendapat lain menghendaki tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat. Latar belakang pemikiran lahirnya rumusan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 saat itu adalah sistem pemilihan Kepala Daerah yang akan diterapkan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan kondisi di setiap daerah yang bersangkutan.

Pembentuk Undang-Undang dapat merumuskan sistem pemilihan yang dikehendaki oleh masyarakat di dalam pemilihan Kepala Daerah sehingga masyarakat mempunyai pilihan apakah akan menerapkan sistem perwakilan yang dilakukan oleh DPRD atau melalui sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat. Tujuannya adalah agar menyesuaikan dengan dinamika perkembangan bangsa untuk menentukan sistem demokrasi yang dikehendaki oleh rakyat. Hal ini merupakan opened legal policy dari pembentuk Undang-Undang dan juga terkait erat dengan penghormatan dan perlindungan konstitusi terhadap keragaman adat istiadat dan budaya masyarakat di berbagai daerah yang berbeda-beda. Ada daerah yang lebih cenderung untuk menerapkan sistem pemilihan tidak langsung oleh rakyat dan ada pula daerah yang cenderung dan lebih siap dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Baik sistem pemilihan secara langsung (demokrasi langsung) maupun sistem pemilihan secara tidak langsung (demokrasi perwakilan) sama-sama masuk kategori sistem yang demokratis.

Berdasarkan dua pandangan itulah kemudian disepakati menggunakan kata demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Oleh karena pemilihan kepala daerah diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang masuk pada rezim pemerintahan daerah adalah tepat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU 32/2004) mengatur juga mengenai pemilihan kepada daerah dan penyelesaian perselisihannya diajukan ke Mahkamah Agung. Walaupun Mahkamah tidak menutup kemungkinan pemilihan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang tersendiri, tetapi pemilihan kepala daerah tidak masuk rezim pemilihan umum sebagaimana dimaksud Pasal 22E UUD 1945.

Pembentuk Undang-Undang berwenang untuk menentukan apakah pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD atau model pemilihan lainnya yang demokratis. Jika berdasarkan kewenangannya, pembentuk Undang-Undang menentukan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD maka tidak relevan kewenangan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi untuk mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Hal itu membuktikan pula bahwa memang pemilihan kepala daerah itu bukanlah pemilihan umum sebagaimana dimaksud Pasal 22E UUD 1945. Demikian juga halnya walaupun pembentuk Undang-Undang menentukan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat, tidak serta merta penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah harus dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Logika demikian semakin memperoleh alasan yang kuat ketika pemilihan kepala desa yang dilakukan secara langsung oleh rakyat tidak serta merta dimaknai sebagai pemilihan umum yang penyelesaian atas perselisihan hasilnya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
http://news.liputan6.com/read/211082...a-melalui-dprd


Pilkada Lewat DPRD Tetap Demokratis
Sabtu, 27 September 2014 , 13:22:00

JAKARTA - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (Sigma) Said Salahuddin menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD atau pemilihan secara tidak langsung tetap demokratis. Sebab hal itu diatur di dalam konstitusi.

"Dalam konstitusi demokratis. Ini cuma soal pilihan. Kita mau langsung atau DPRD," kata Said dalam diskusi "Drama Paripurna" di Cikini, Jakarta, Sabtu (27/9).

Said mengungkapkan pihak yang memihak pada pilkada melalui DPRD tidak boleh disebut inkonstitusional. Sebab itu tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Putusan MK mengatakan pemilihan secara langsung bukan satu-satunya cara yang konstitusional," ujar Said.

Namun Said menyatakan, bagi mereka yang tidak setuju dengan putusan bahwa pilkada melalui DPRD bisa mengajukan gugatan ke MK. "Bagi masyarakat yang tetap pro pilkada langsung, peluang mempermasalahkan itu di MK," tandasnya.

Seperti diketahui, pada saat voting soal RUU Pilkada, sebanyak 226 suara mendukung pilkada digelar lewat DPRD dan 135 suara meminta pilkada secara langsung.

Fraksi Demokrat dengan suara anggota yang hadir 129 orang memilih walkout dengan alasan aspirasi mereka tentang pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan ditolak. Hanya enam anggota fraksi Demokrat yang menyatakan mendukung pilkada langsung.
http://www.jpnn.com/read/2014/09/27/...ap-Demokratis-


MK Diprediksi Tolak Uji Materi UU Pilkada
Minggu, 28 September 2014 − 06:05 WIB

SBY Batal Gugat Uji Materi UU Pilkada di MK. Risiko Impeachment & Ditolak MK?
Uji materi UU Pilkada diprediksi besar kemungkinan akan ditolak Mahkamah Konstitusi. (SINDOphoto)

JAKARTA - Pilkada melalui DPRD dinilai konstitusional dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Karena itu, besar kemungkinan uji materi UU Pilkada akan ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Ahli Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin menegaskan, UU Pilkada yang menyatakan pemilihan kepala daerah lewat DPRD tidak bisa mematikan kedaulatan rakyat. Selama masih dilakukan oleh DPRD maka tetap disebut demokrasi.

"Jadi tidak menghilangkan daulat rakyat kecuali pilkada daerah ditentukan oleh Panglima TNI," ujarnya ketika dihubungi SINDO, Sabtu 27 September 2014.

Adanya sikap dari sejumlah pihak yang ingin mengajukan judicial review terhadap UU Pilkada ke MK, dinilai Irman, sebagai hak konstitusional setiap warga negara Indonesia. Menurut dia, sejauh ini pihaknya tidak melihat ada masalah secara konstitusional.

"Saya enggak bilang peluangnya besar atau kecil akan dikabulkan oleh MK. Silakan saja ajukan yang penting jangan presiden yang gugat karena aneh," jelasnya.

Alasannya, presiden memiliki otoritas untuk menandatanganinya, tanpa persetujuan presiden maka undang-undang tersebut akan terkendala dalam penerapannya.
http://nasional.sindonews.com/read/9...eri-uu-pilkada


SBY Tak Punya Wewenang Tolak UU Pilkada
Minggu, 28 September 2014 15:50 wib

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memastikan menolak UU Pilkada yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu. Namun reaksi SBY itu dinilai oleh Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, sebagai tindakan yang tidak patut dilakukan.

Alasannya, sebagai pembuat undang-undang DPR mempunyai kedudukan yang lebih kuat dari presiden. Apalagi, pengesahan melalui sidang paripurna berjalan demokratis.

"Kekuasaan pembentuk UU ada di DPR. Oleh karena itu, kedudukan DPR lebih kuat dari presiden, apalagi dia yang usulkan RUU Pilkada," terang Said di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (28/9/2014).

Presiden, kata dia, hanya mempunyai kewenangan menandatangani UU yang telah disahkan oleh DPR.

"Manakala presiden tidak tanda tangan, UU itu tetap berlaku. Ini perbedaan sistem presidensil kita dengan Amerika. Di sana presiden enggak ada kewenangan untuk ajukan RUU dan membahas RUU. Tetapi dia mempunyai kewenangan untuk hak veto," pungkasnya.

Seperti diketahui, DPR resmi mengesahkan RUU Pilkada menjadi Undang-Undang lewat hasil votting. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah yang sebelumnya dipilih langsung oleh rakyat, berubah dipilih di DPRD masing-masing daerah.

Pengesahan sendiri tak lepas dari tindakan sebagian besar anggota Fraksi Partai Demokrat yang memilih walkout saat sidang berlangsung. Pasalnya, tambahan suara kader Demokrat seharusnya bisa menyaingi jumlah suara anggota dewan yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP), pihak yang setuju dilakukannya pilkada lewat DPRD.

Akibat tindakan para kader Demokrat yang walkout, SBY justru yang kena getahnya. SBY mendapat banyak kritikan lewat media sosial, karena sebelumnya beliau menegaskan partainya mendukung pilkada langsung.
http://news.okezone.com/read/2014/09...lak-uu-pilkada


Machmfud MD:
Jika Jokowi (atau SBY) Menuruti Saran Yusril, Bisa Membuat Jokowi Di Impeachment
Today 07:09

RMOL. Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden terpilih Joko Widodo untuk menolak UU Pilkada yang sudah disahkan DPR RI.

Menanggapi hal itu, pakar hukum tata negara sekaligus mantan Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD angkat bicara. Mahfud menilai saran Yusril tersebut sangat membahayakan kepada kelangsungan berbangsa dan bernegara.

Sebelumnya Yusril mengusulkan, SBY tidak perlu menandatangani UU Pilkada sampai masa jabatannya habis, sementara Joko Widodo pun diharapkan dapat melakukan hal yang sama, dan mengembalikan naskah UU tersebut ke DPR.

Mahfud menjelaskan, saran Yusril itu bisa saja dikategorikan sebagai trik hukum, tapi bukan sebagai subtansi untuk jalan keluar. "Saran saya, Pak Jokowi jangan lakukan (saran Yusril)," ujar Mahfud dalam wawancara di Tv One sesaat lalu, Selasa (30/9).

Jelas dia, apabila langkah itu sampai diambil oleh Joko Widodo, itu akan berdampak negatif bagi dirinya dan bagi pemerintahannya. "Kalau (UU Pilkada) dikembalikan ke DPR. Dan (DPR) membawa ke MK, bisa impeachment (pemakzulan) bagi Jokowi. Karena itu bisa disebut sebagai pengkhianatan negara, melanggar konstitusi," tandas Mahfud
http://polhukam.rmol.co/read/2014/09...zulkan-Jokowi-

-------------------------

Diterima sajalah model Pilkada dengan atutan baru yaitu pemilihan via DPRD, sekitar 10 tahuh lagi seperti halnya kita sudah berexpriment dengan Demokrasi model pilkada Pilihan langsung yang ternyata hanya menghasilkan banyak koruptor di negeri ini. Setidaknya, expriment demokrasi ala Pilkada Langsung telah mengakibatkan 325 Kepala Daerah terjerat Korupsi dan 3.600 anggota DPRD yang terkena kasus korupsi serupa.


emoticon-Ngakak
0
2.2K
13
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.