- Beranda
- Berita dan Politik
Berbeda dengan Gerindra, Ini 3 Alasan Ahok Tolak Pilkada Lewat DPRD
...
TS
Koedoes
Berbeda dengan Gerindra, Ini 3 Alasan Ahok Tolak Pilkada Lewat DPRD
Quote:
Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berani bersuara beda dengan Partai Gerindra tentang wacana Pilkada lewat DPRD. Ia memiliki beberapa pendapat menolak mekanisme itu, seperti 3 alasan ini:
Ahok terang-terangan tidak setuju Pilkada lewat DPRD, dan sikapnya berbeda dengan Koalisi Merah Putih yang mengusung ide tersebut. Ia lebih setuju Pilkada diselenggarakan secara langsung.
Suami Veronika Tan ini berpendapat Pilkada lewat DPRD tidak pro rakyat, rawan korupsi dan kongkalikong hingga hanya menjadi alat oknum dewan memperkaya diri sendiri. Dengan begitu, kaum minoritas sepertinya sulit terpilih menjadi kepala daerah.
Berikut 3 alasan Ahok menolak Pilkada lewat DPRD:
1. Pengusul Terkesan Munafik
Ahok menilai anggota dewan yang mengusulkan mekanisme Pilkada lewat DPRD adalah kalangan yang tak pro rakyat. Menurutnya, alasan bahwa biaya demokrasi saat ini mahal, terkesan munafik.
"Persoalan sekarang biaya jadi mahal ya kamu saja yang bego mau nyogok. Kalau kamu punya rekam jejak yang bagus enggak usah keluar duit kok. Kami (Jokowi-Ahok) juga enggak bayar partai. Kalau kamu memang hebat, ya maju sebagai calon independen dong. Jadi enggak ada alasan. Tolong yang usulkan itu jangan munafiklah," ucap Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Hal ini dikatakannya kepada wartawan saat dimintai tanggapan soal anggota fraksi yang ngotot mengusung Pilkada lewat DPRD. Pengusungnya yakni fraksi dari Koalisi Merah Putih, yakni partai yang mendukung Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014. Skema tersebut saat ini masih menguat dalam pembahasan RUU Pilkada di DPR.
"Bukan kemunduran (demokrasi). Berarti yang usulin (mekanisme) itu adalah orang-orang yang bukan jiwa rakyat. Iya dong. Berarti dia orang yang pengen kepala daerah itu cuma mainnya di DPRD saja. Main golf, ke luar negeri, makan di restoran dan service macam-macam," sebutnya.
Lagipula menurut, Ahok suara DPRD juga belum tentu mewakili suara rakyat karenanya lebih baik jika Pilkada dilakukan secara langsung. Kader Gerindra itu berujar akar segala persoalan adalah korupsi karenanya semua pejabat harus ditantang berani lakukan pembuktian harta terbalik sebelum menjabat.
"Substansi persoalan bangsa ini sekarang adalah semua orang korup jika mau jadi pejabat. Itu yang harus diubah, caranya dengan buat persyaratan calon pejabat harus bisa pembuktian hartanya. Kan ada UU nomor 7 tahun 2006 (Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi)," jelasnya.
Ahok menduga bahwa fraksi-fraksi mengusung mekanisme Pilkada yang kembali ke zaman Orba itu karena sudah kepayahan sebab tak pernah menang dalam Pilkada. Dia tegas menyebut anggota dewan yang tak berani mengusulkan pembuktian harta terbalik, tapi minta Pilkada lewat DPRD adalah kalangan pengecut.
"Kalau dia enggak menyinggung soal pembuktian terbalik harta pejabat hanya usulkan biar dipilih DPRD, itu maunya tahu enggak, dia sudah keberatan mau nyogok rakyat, dihitung-hitung lebih murah nyogok 50% anggota dewan. Itu namanya bukan negarawan. Tapi pengecut," pungkasnya.
2. Rawan Korupsi dan Kongkalikong
Ahok berpendapat jika kepala daerah dipilih DPRD maka akan berpotensi membuat kepala daerah jadi ‘sapi perah’ yang leluasa diperas oleh anggota dewan.
"Bukan cuma rawan korupsi, tapi akan kongkalikong, bermain. (Kepala daerah) Akan jadi 'sapi perah' (DPRD)," kata Ahok saat ditanya wartawan di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2014).
Selain itu, menurut Ahok, kepala daerah dipilih oleh anggota dewan juga akan rentan cuek terhadap masalah rakyat. Alhasil, kepala daerah akan lebih sibuk untuk mengurus DPRD demi peluang terpilih kembali dalam periode selanjutnya.
"Kalau ini dilakukan, berarti kepala daerah enggak pernah urusin rakyat. Tiap hari dia cuma mikirin gimana nyuri duit DPRD untuk service macam-macam anggota DPRD, main golf, dan makan di restoran. Kan tiap tahun mesti pertanggungjawaban ke DPRD, kalau DPRD menolak akan langsung diberhentikan," ucap kader partai Gerindra itu.
Sebelumnya, usulan sistem Pilkada lewat DPRD menguat dalam pembahasan RUU Pilkada di DPR baru-baru ini. Pengusungnya yakni Koalisi Merah Putih, yang digawangi partai-partai pengusung Prabowo-Hatta dalam Pilpres lalu.
3. Calon Minoritas Sulit Terpilih
Fraksi-fraksi di DPR mulai terbagi ketika membahas RUU Pilkada. Gabungan parpol di koalisi Merah Putih lebih condong untuk memilih mekanisme Pilkada lewat DPRD. Tapi kepala daerah DKI yang juga anggota koalisi Merah Putih, Basuki Tjahaja Purnama, justru menyampaikan pendapat yang bertolak belakang.
"Ya, saya sih nggak setuju (pelaksaaan Pilkada lewat DPRD)," kata Wakil Gubernur DKI yang biasa dipanggil Ahok itu, di kantornya di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (5/9/2014).
Ahok merasa, jika pemilihan lewat DPRD rentan dimanfaatkan oleh oknum anggota dewan yang ingin memperkaya diri sendiri. Selain itu, sulit bagi calon kepala daerah dari kalangan minoritas seperti dirinya untuk bisa bersaing merebut kursi pemerintahan.
"Saya sih pengennya yang (Pilkada) langsung. Kalau (lewat) DPRD enggak akan pernah Ahok jadi kepala daerah dari dulu," kata kader partai Gerindra itu.
Dengan menegaskan sikapnya itu, Ahok menyatakan dia siap berdiri di sisi yang bertentangan dengan sikap partainya. "Ya bisa saja (sekarang bertentangan)," kata dia sambil tertawa.
Sebelumnya, mayoritas fraksi di DPR memilih skema pelaksaan Pilkada oleh DPRD daripada pemilu langsung. Menurut Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pilkada Abdul Hakam Naja masing-masing fraksi koalisi Merah Putih, mulai bermufakat untuk menyetujui Pilkada lewat DPRD.
Partai dari Koalisi Merah Putih yang sudah kompak soal Pilkada tak langsung ini adalah Gerindra, PPP, PAN, dan Golkar.
Ahok terang-terangan tidak setuju Pilkada lewat DPRD, dan sikapnya berbeda dengan Koalisi Merah Putih yang mengusung ide tersebut. Ia lebih setuju Pilkada diselenggarakan secara langsung.
Suami Veronika Tan ini berpendapat Pilkada lewat DPRD tidak pro rakyat, rawan korupsi dan kongkalikong hingga hanya menjadi alat oknum dewan memperkaya diri sendiri. Dengan begitu, kaum minoritas sepertinya sulit terpilih menjadi kepala daerah.
Berikut 3 alasan Ahok menolak Pilkada lewat DPRD:
1. Pengusul Terkesan Munafik
Ahok menilai anggota dewan yang mengusulkan mekanisme Pilkada lewat DPRD adalah kalangan yang tak pro rakyat. Menurutnya, alasan bahwa biaya demokrasi saat ini mahal, terkesan munafik.
"Persoalan sekarang biaya jadi mahal ya kamu saja yang bego mau nyogok. Kalau kamu punya rekam jejak yang bagus enggak usah keluar duit kok. Kami (Jokowi-Ahok) juga enggak bayar partai. Kalau kamu memang hebat, ya maju sebagai calon independen dong. Jadi enggak ada alasan. Tolong yang usulkan itu jangan munafiklah," ucap Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Hal ini dikatakannya kepada wartawan saat dimintai tanggapan soal anggota fraksi yang ngotot mengusung Pilkada lewat DPRD. Pengusungnya yakni fraksi dari Koalisi Merah Putih, yakni partai yang mendukung Prabowo-Hatta dalam Pilpres 2014. Skema tersebut saat ini masih menguat dalam pembahasan RUU Pilkada di DPR.
"Bukan kemunduran (demokrasi). Berarti yang usulin (mekanisme) itu adalah orang-orang yang bukan jiwa rakyat. Iya dong. Berarti dia orang yang pengen kepala daerah itu cuma mainnya di DPRD saja. Main golf, ke luar negeri, makan di restoran dan service macam-macam," sebutnya.
Lagipula menurut, Ahok suara DPRD juga belum tentu mewakili suara rakyat karenanya lebih baik jika Pilkada dilakukan secara langsung. Kader Gerindra itu berujar akar segala persoalan adalah korupsi karenanya semua pejabat harus ditantang berani lakukan pembuktian harta terbalik sebelum menjabat.
"Substansi persoalan bangsa ini sekarang adalah semua orang korup jika mau jadi pejabat. Itu yang harus diubah, caranya dengan buat persyaratan calon pejabat harus bisa pembuktian hartanya. Kan ada UU nomor 7 tahun 2006 (Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi)," jelasnya.
Ahok menduga bahwa fraksi-fraksi mengusung mekanisme Pilkada yang kembali ke zaman Orba itu karena sudah kepayahan sebab tak pernah menang dalam Pilkada. Dia tegas menyebut anggota dewan yang tak berani mengusulkan pembuktian harta terbalik, tapi minta Pilkada lewat DPRD adalah kalangan pengecut.
"Kalau dia enggak menyinggung soal pembuktian terbalik harta pejabat hanya usulkan biar dipilih DPRD, itu maunya tahu enggak, dia sudah keberatan mau nyogok rakyat, dihitung-hitung lebih murah nyogok 50% anggota dewan. Itu namanya bukan negarawan. Tapi pengecut," pungkasnya.
2. Rawan Korupsi dan Kongkalikong
Ahok berpendapat jika kepala daerah dipilih DPRD maka akan berpotensi membuat kepala daerah jadi ‘sapi perah’ yang leluasa diperas oleh anggota dewan.
"Bukan cuma rawan korupsi, tapi akan kongkalikong, bermain. (Kepala daerah) Akan jadi 'sapi perah' (DPRD)," kata Ahok saat ditanya wartawan di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2014).
Selain itu, menurut Ahok, kepala daerah dipilih oleh anggota dewan juga akan rentan cuek terhadap masalah rakyat. Alhasil, kepala daerah akan lebih sibuk untuk mengurus DPRD demi peluang terpilih kembali dalam periode selanjutnya.
"Kalau ini dilakukan, berarti kepala daerah enggak pernah urusin rakyat. Tiap hari dia cuma mikirin gimana nyuri duit DPRD untuk service macam-macam anggota DPRD, main golf, dan makan di restoran. Kan tiap tahun mesti pertanggungjawaban ke DPRD, kalau DPRD menolak akan langsung diberhentikan," ucap kader partai Gerindra itu.
Sebelumnya, usulan sistem Pilkada lewat DPRD menguat dalam pembahasan RUU Pilkada di DPR baru-baru ini. Pengusungnya yakni Koalisi Merah Putih, yang digawangi partai-partai pengusung Prabowo-Hatta dalam Pilpres lalu.
3. Calon Minoritas Sulit Terpilih
Fraksi-fraksi di DPR mulai terbagi ketika membahas RUU Pilkada. Gabungan parpol di koalisi Merah Putih lebih condong untuk memilih mekanisme Pilkada lewat DPRD. Tapi kepala daerah DKI yang juga anggota koalisi Merah Putih, Basuki Tjahaja Purnama, justru menyampaikan pendapat yang bertolak belakang.
"Ya, saya sih nggak setuju (pelaksaaan Pilkada lewat DPRD)," kata Wakil Gubernur DKI yang biasa dipanggil Ahok itu, di kantornya di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (5/9/2014).
Ahok merasa, jika pemilihan lewat DPRD rentan dimanfaatkan oleh oknum anggota dewan yang ingin memperkaya diri sendiri. Selain itu, sulit bagi calon kepala daerah dari kalangan minoritas seperti dirinya untuk bisa bersaing merebut kursi pemerintahan.
"Saya sih pengennya yang (Pilkada) langsung. Kalau (lewat) DPRD enggak akan pernah Ahok jadi kepala daerah dari dulu," kata kader partai Gerindra itu.
Dengan menegaskan sikapnya itu, Ahok menyatakan dia siap berdiri di sisi yang bertentangan dengan sikap partainya. "Ya bisa saja (sekarang bertentangan)," kata dia sambil tertawa.
Sebelumnya, mayoritas fraksi di DPR memilih skema pelaksaan Pilkada oleh DPRD daripada pemilu langsung. Menurut Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pilkada Abdul Hakam Naja masing-masing fraksi koalisi Merah Putih, mulai bermufakat untuk menyetujui Pilkada lewat DPRD.
Partai dari Koalisi Merah Putih yang sudah kompak soal Pilkada tak langsung ini adalah Gerindra, PPP, PAN, dan Golkar.
ahok memang panastak di sarang panasbung....memang gak ada logikanya mereka yang setuju UU pilkada yang ingin merampok hak suara rakyat karena mereka merasa diri sebagai wakil rakyat.
sumur
0
1.8K
Kutip
17
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
672.3KThread•41.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya