kretekusAvatar border
TS
kretekus
Retorika Anti-Tembakau Lintas Abad (Bag.1)
Perdebatan pro-kontra tembakau ternyata sudah terjadi sejak berabad-abad lampau. Pertentangan tentang tembakau awalnya hanya muncul dalam wilayah kegiatan ilmiah. Pada 1559, Duta Besar Prancis untuk Protugal Jean Nicot de Villemain menuliskan manfaat pengobatan tembakau. Dalam tulisan yang ia tujukkan ke pengadilan Prancis itu, Villemain menyebutnya Panacea, diambil dari nama dewi penyembuh dalam mitologi Yunani.

Berselang 15 tahun kemudian, seorang dokter berkewarganegaraan Jerman bernama Bernhard Valentini menjelaskan dalam buku Polychresta Exotica bahwa tembakau bermanfaat bagi pengobata medis dari bahan alami. Juga dalam buku De Hierba Panacea, Nicholas Monardes dari Spanyol merekomendasikan tembakau sebagai bahan pengobatan di Eropa.

Perdebebatan mulai muncul 50 tahun kemudian. Sebuah buku berjudul Worked of Chimey Sweeper dipublikasikan pada 1602. Buku yang juga dikenal dengan A Warning Tobacconist tersebut ditulis oleh seorang dokter yang menuliskan namanya sebagai Phillaretes. Dalam buku tersebut, tembakau dianggap berbahaya bagi kesehatan. Diantara yang disebutkan, dampak mengonsumsi tembakau sama dengan menghisap jelaga dari cerobong asap.

Pelarangan konsumsi tembakau pertama kali muncul pada 1590. Ketika itu, Paus Urban VII mengeluarkan larangan mengonsumsi tembakau dengan cara apapun di lingkungan gereja. Bagi yang melanggar akan dikeluarkan dari komune gereja. Larangan dihapus pada 1724 oleh Paus Benedictus XIII karena dia seorang perokok.

Di dataran Inggris, selama rentang waktu antara 1590-1724, Raja James I mengeluarkan manifesto “A Counterblasts to Tobacco” (1604) yang berisi larangan bagi rakyat Inggris untuk merokok. Tidak hanya itu, kebijakan Raja James I juga menyamakan aktifitas merokok dengan perbuatan liar dan godless (tak bertuhan), seperti cap yang dilekatkan kepada bangsa Indian. Ia juga turut menaikkan pajak tembakau dan membangun argumen yang dikenal sekarang ini dengan bahaya rokok terhadap perokok pasif.

Sepanjang tahun 1630-an muncul beberapa peraturan larangan merokok di beberapa negara. Di Cina, pada masa kekuasaan Dinasti Qing muncul kebijakan anti-tembakau. Hukuman bagi yang melanggar adalah hukuman mati. Kebijakan ini dibuat bukan karena alasan kesehatan, melainkan karena ketidaksenangan terhadap ketidakseimbangan perdagangan Cina dan Korea. Di Prancis, pada 1635, raja Louis XIII mengeluarkan kebijakan anti-tembakau dengan membatasi peredarannya. Konsumen harus menunjukkan resep dokter untuk mendapatkan tembakau pada apoteker. Dua tahun kemudian, kebijakan tersebut dihapus karena King Louis XIII sendiri adalah penikmat tembakau.

Pada 1899, di Amerika muncul gerakan Anti-Cigarettes League of America. Gerakan ini menganggap penggunaan tembakau, khususnya merokok merupakan pintu masuk menuju perilaku tak bermoral. Diikuti kemudian, ada 15 negara bagian di Amerika yang melarang memproduksi, menjual, dan memiliki tembakau.

Yang menarik, gerakan anti-tembakau juga menjadi salah satu propaganda Nazi di Jerman. Semasa kepemimpinan Adolf Hitler, legitimasi ilmiah digunakan untuk mendukung gerakan anti-tembakau Nazi. Kebijakan tersebut dipicu oleh hasil penelitia Franz H Muller dari University of Cologne’s Pathological Institute pada 1939. Pada tahun yang sama, Fritz Lickint berkolaborasi dengan Reich Committee for Struggle Againts Adictive Drugs dan German Anti-Tobacco League membangun rasionalitas ilmiah tentang tembakau sebagai penyebab kanker beberapa organ tubuh. Diikuti kemudian oleh penelitian Eberhard Schairer dan Erich Schoniger dari Jena Institute for Tobacco Hazzard Research pada 1943.

Namun demikian, sejumlah peneliti mengungkapkan penelitian ilmiah tersebut tidak bebas kepentingan. Diketahui bahwa, Karl Astel Rektor University of Jena yang mendirikan Jena Institute ternyata seorang perwitra SS. Juga, terbongkar keterlibatan Gauleiter Fritz Sauckel, Chief Organizer of German System of Forced labor yang menyediakan dana khusus dari Adolf Hitler.

Kebijakan anti-tembakau pada era Nazi meiputi: larangan merokok di area public, meningkatkan pajak, larangan iklan rokok, larangan merokok bagi perempuan hamil, dan larangan merokok bagi remaja. Kebijakan tersebut, sebagaimana ditulis Robert N Proctor dalam British Medical Journal (BMJ) volume 313, 7 Desember 1996 dan artikel “Nazi Medicine and Public Healh Policy” (dalam Dimension, Vol 10, No 2, 1996) untuk kepentingan ideology politik Nazi untuk menjaga kemurnian ras bangsa Jerman. Hitler menggambarkan tembakau sebagai identifikasi dari ras kulit merah (Indian) sehingga dapat mencemari keunggulan ras kulit putih. Selain itu, kalangan industri menilai, kebiasaan merokok akan mengurangi produktifitas.

Akan tetapi, ternyata semangat anti-tembakau Nazi berdiri di dua kaki. Sebab, sumbangsih industri tembakau Jerman terhadap perekonomian dan pendapatan negara sangat besar. Di tengah perdebatan itulah, perusahaan-perusahaan pecahan dari American Tobacco mulai berkembang sebagai perusahaan trans-nasional.

Bersambung…..

sumber : http://komunitaskretek.or.id/?p=3130
0
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.