- Beranda
- The Lounge
Sisi Lain Piala Dunia (Argentina 1978)
...
TS
prayoepil
Sisi Lain Piala Dunia (Argentina 1978)
Ada yg pernah lihat gambar ini ?
Spoiler for Klik:
Kalau yg ini ?
Spoiler for Klik:
Quote:
Gambar diatas merupakan sedikit protes terhadap piala dunia 2014 yang tinggal mengunggu kick off pertandingan pertama beberapa hari lagi. Di masa lalu juga pernah ada hal semacam ini namun dengan latar belakang yang berbeda, yaitu saat piala dunia 1978 yang berlangsung di Argentina.
Quote:
Piala Dunia FIFA 1978, adalah Piala Dunia FIFA ke-11, dilangsungkan di Argentina antara 1 Juni and 25 Juni. Argentina dipilih menjadi tuan rumah oleh FIFA pada bulan Juli 1966. Piala Dunia FIFA 1978 dimenangkan Argentina yang mengalahkan Belanda 3-1 setelah Perpanjangan waktu di final. Ini adalah gelar pertama bagi Argentina yang menjadi tim ke enam (setelah Uruguay, Italia, Jerman Barat, Brasil, and Inggris) yang menjadi juara. (Wikipedia)
Quote:
Rangkaian protes dan perlawanan terhadap pemborosan dan korupsi dalam pembangunan infrastuktur Piala Dunia 2014 ini mengingatkan pada apa yang terjadi saat Argentina menjadi tuan rumah Piala Dunia 1978.
Semua dimulai saat militer Argentina melakukan kudeta terhadap pemerintahan Isabel Peron yang berhaluan sosialis. Dipimpin Jenderal Jorge Videla, kudeta itu segera membawa Argentina ke dalam pemerintahan junta militer yang memerintah dengan cara yang keras. Perlawanan politik diberangus.Simpatisan Isabel Peron, terutama dari kelompok kiri dan sosialis, ditangkap, diculik dan banyak dihabisi secara extra-judisial. Banyak aktivis dan mahasiswa yang diculik dan tak pernah kembali lagi.
Selama kekuasaan junta militer, dari 1976 sampai 1983, disebut-sebut ada sekitar 30 ribu rakyat Argentina yang hilang dan terbunuh. Pihak junta sendiri hanya mau mengakui penangkapan 9 ribu orang.
Semua dimulai saat militer Argentina melakukan kudeta terhadap pemerintahan Isabel Peron yang berhaluan sosialis. Dipimpin Jenderal Jorge Videla, kudeta itu segera membawa Argentina ke dalam pemerintahan junta militer yang memerintah dengan cara yang keras. Perlawanan politik diberangus.Simpatisan Isabel Peron, terutama dari kelompok kiri dan sosialis, ditangkap, diculik dan banyak dihabisi secara extra-judisial. Banyak aktivis dan mahasiswa yang diculik dan tak pernah kembali lagi.
Selama kekuasaan junta militer, dari 1976 sampai 1983, disebut-sebut ada sekitar 30 ribu rakyat Argentina yang hilang dan terbunuh. Pihak junta sendiri hanya mau mengakui penangkapan 9 ribu orang.
Quote:
Piala Dunia 1978 menjadi momen penting bagi junta militer untuk membangun citra positif ke dunia luar.Mereka ingin menjamu para peserta Piala Dunia, jurnalis, wisatawan dan suporter dengan cara yang sebaik mungkin. Junta militer ingin menunjukkan bahwa Argentina di bawah kekuasaan militer adalah Argentina yang modern, maju dan terus berbenah.
Maka menjadi tuan rumah yang sukses (baik sebagai penyelenggara maupun sebagai tuan rumah yang menjadi juara) menjadi krusial. Junta ingin rakyat Argentina melupakan represi, penangkapan, pembunuhan dan penculikan yang terjadi. Piala Dunia punya arti strategis agar Argentina bersedia bersatu tanpa syarat di bawah kendali junta militer.
Ketika akhirnya Argentina menjadi juara setelah mengalahkan Belanda di final dengan skor 3-1, seisi Argentina memang meledak dalam kegembiraan. Jenderal Videla dan kolega-koleganya memanfaatkan momen itu dengan baik untuk meyakinkan rakyatnya bahwa Argentina yang baru telah lahir. Mereka menyebutnya sebagai "la fiesta de todos" (pesta untuk semua).
Maka menjadi tuan rumah yang sukses (baik sebagai penyelenggara maupun sebagai tuan rumah yang menjadi juara) menjadi krusial. Junta ingin rakyat Argentina melupakan represi, penangkapan, pembunuhan dan penculikan yang terjadi. Piala Dunia punya arti strategis agar Argentina bersedia bersatu tanpa syarat di bawah kendali junta militer.
Ketika akhirnya Argentina menjadi juara setelah mengalahkan Belanda di final dengan skor 3-1, seisi Argentina memang meledak dalam kegembiraan. Jenderal Videla dan kolega-koleganya memanfaatkan momen itu dengan baik untuk meyakinkan rakyatnya bahwa Argentina yang baru telah lahir. Mereka menyebutnya sebagai "la fiesta de todos" (pesta untuk semua).
Quote:
Tapi junta militer gagal menutupi bau darah yang mereka tumpahkan justru karena momen Piala Dunia 1978 ini.
Adalah para ibu yang membongkar selubung darah yang menyelimuti wajah junta. Ibu-ibu itu masyhur dengan sebutan "Mothers of the Plaza de Mayo" (Ibu-ibu Plaza de Mayo). Mereka yang kehilangan anak dan suaminya karena praktik keji junta militer itu memutuskan untuk berunjukrasa di Plaza de Mayo, semacam alun-alun yang letaknya di depan Istana Kepresidenan Casa Rosada, pada 30 April 1977. Dimulai oleh 14 ibu, di akhir 1977 jumlah mereka sudah berlipat menjadi 150 orang.
Tujuan para ibu itu untuk menuntut dikembalikannya anak, cucu dan suami mereka yang hilang. Sebagian besar dari mereka mungkin sudah terbunuh, tapi mereka percaya masih banyak yang masih hidup di dalam tahanan yang tak berprikemanusiaan. Para ibu juga ingin agar publik Argentina tahu bahwa ada anyir darah dalam keseharian junta militer. Junta memang menutup saluran informasi sedemikian rupa sehingga banyak orang yang tidak tahu kekejian demi kekejian yang mereka lakukan.
Adalah para ibu yang membongkar selubung darah yang menyelimuti wajah junta. Ibu-ibu itu masyhur dengan sebutan "Mothers of the Plaza de Mayo" (Ibu-ibu Plaza de Mayo). Mereka yang kehilangan anak dan suaminya karena praktik keji junta militer itu memutuskan untuk berunjukrasa di Plaza de Mayo, semacam alun-alun yang letaknya di depan Istana Kepresidenan Casa Rosada, pada 30 April 1977. Dimulai oleh 14 ibu, di akhir 1977 jumlah mereka sudah berlipat menjadi 150 orang.
Tujuan para ibu itu untuk menuntut dikembalikannya anak, cucu dan suami mereka yang hilang. Sebagian besar dari mereka mungkin sudah terbunuh, tapi mereka percaya masih banyak yang masih hidup di dalam tahanan yang tak berprikemanusiaan. Para ibu juga ingin agar publik Argentina tahu bahwa ada anyir darah dalam keseharian junta militer. Junta memang menutup saluran informasi sedemikian rupa sehingga banyak orang yang tidak tahu kekejian demi kekejian yang mereka lakukan.
Quote:
Memasuki Mei 1978, para ibu itu semakin menggiatkan aksinya. Mereka akan muncul setiap pukul 3 sore di Plaza de Mayo. Mereka membawa foto anak, cucu dan suami mereka yang hilang berikut kertas betuliskan nama-nama orang yang mereka sayangi itu.
Pada 1 Juni 1978, tepat saat kick-off Piala Dunia, para ibu itu menggelar aksinya dalam skala besar-besaran. Para jurnalis asing dengan cepat menangkap aksi ini dan mengabarkannya ke seantero dunia. Sejak itulah, mata dunia akhirnya mulai terbuka dengan apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Argentina.
Pihak junta militer berupaya sekuat mungkin menghalangi aksi para ibu itu. Mereka mengkampanyekan cerita kalau ibu-ibu itu adalah perempuan-"perempuan gila" [las locas]. Plaza de Mayo kemudian dijaga secara ketat oleh polisi. Junta tak mau, kampanye habis-habisan mempersolek wajah kediktatoran itu tercemari oleh aksi para ibu tua yang melakukan perlawanan tanpa senjata.
Tapi para ibu itu tak kehabisan akal. Mereka membagi aksinya dalam beberapa gelombang. Jika gelombang pertama dibubarkan, dengan cepat gelombang berikutnya muncul. Terus menerus. Beberapa waktu kemudian, beberapa dari mereka ditangkap dan dikirim ke kamp konsentrasi, termasuk salah satu inisiator gerakan ini yaitu Azucena Villaflor.
Pada 1 Juni 1978, tepat saat kick-off Piala Dunia, para ibu itu menggelar aksinya dalam skala besar-besaran. Para jurnalis asing dengan cepat menangkap aksi ini dan mengabarkannya ke seantero dunia. Sejak itulah, mata dunia akhirnya mulai terbuka dengan apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Argentina.
Pihak junta militer berupaya sekuat mungkin menghalangi aksi para ibu itu. Mereka mengkampanyekan cerita kalau ibu-ibu itu adalah perempuan-"perempuan gila" [las locas]. Plaza de Mayo kemudian dijaga secara ketat oleh polisi. Junta tak mau, kampanye habis-habisan mempersolek wajah kediktatoran itu tercemari oleh aksi para ibu tua yang melakukan perlawanan tanpa senjata.
Tapi para ibu itu tak kehabisan akal. Mereka membagi aksinya dalam beberapa gelombang. Jika gelombang pertama dibubarkan, dengan cepat gelombang berikutnya muncul. Terus menerus. Beberapa waktu kemudian, beberapa dari mereka ditangkap dan dikirim ke kamp konsentrasi, termasuk salah satu inisiator gerakan ini yaitu Azucena Villaflor.
Quote:
Ketika junta militer akhirnya jatuh pada 1983, mereka terus melanjutkan aksinya. Bagi mereka, aksi harus terus berlanjut selama keadilan belum ditegakkan. Selama otak penculikan dan pembunuhan itu tidak diadili, mereka akan terus menuntut. Mereka juga terus merawat harapan untuk bertemu dengan anak, cucu atau suami mereka yang hilang.
Dari aksi yang awalnya hanya dilakukan 14 ibu yang berduka itulah, kelompok-kelompok aktivis HAM bermunculan di Argentina. Dimulai dengan Piala Dunia 1978, pegiat HAM internasional mulai berdatangan ke Argentina untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka melakukannya terus menerus setiap Kamis di Plaza de Mayo. Mereka melakukannya minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun. Tak peduli hujan, tak peduli panas, tak peduli dianggap gila, tak peduli diancam ditangkap atau dibunuh. Mereka melakukan segala cara untuk mencari anak-anak mereka yang hilang: datang ke kantor pemerintah, ke kantor polisi, ke kantor militer, mengirim surat, menulis pamflet, semua-muanya mereka lakukan. Dengan tangan kosong. Dengan cinta yang tak terkira dalamnya.
Pada 26 Januari 2006, Para Ibu Plaza de Mayo secara resmi melakukan aksi kamisan-nya yang terakhir. Alasannya karena Presiden Neston Kirchner telah menunjukkan keberpihakannya pada aksi yang mereka lakukan. Kirchner yang memang berhaluan kiri mencabut kekebalan hukum yang sebelumnya menyelamatkan pejabat-pejabat militer yang dulu bertanggungjawab. Kirchner juga tidak akan menolak jika ada upaya ekstradisi dari pejabat-pejabat yang bersalah yang kadung melarikan diri ke luar negeri.
Hede de Bonafini, pemimpin asosiasi Para Ibu Plaza de Mayo, saat itu mengatakan "gedung pemerintah sudah bersih dari musuh-musuh kami". Itu diucapkan pada 2006, 39 tahun setelah mereka berjuang demi cinta mereka yang (di)hilang(kan).
39 tahun perjuangan yang luar biasa. 39 tahun perlawanan yang menggetarkan.
Dari aksi yang awalnya hanya dilakukan 14 ibu yang berduka itulah, kelompok-kelompok aktivis HAM bermunculan di Argentina. Dimulai dengan Piala Dunia 1978, pegiat HAM internasional mulai berdatangan ke Argentina untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka melakukannya terus menerus setiap Kamis di Plaza de Mayo. Mereka melakukannya minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun. Tak peduli hujan, tak peduli panas, tak peduli dianggap gila, tak peduli diancam ditangkap atau dibunuh. Mereka melakukan segala cara untuk mencari anak-anak mereka yang hilang: datang ke kantor pemerintah, ke kantor polisi, ke kantor militer, mengirim surat, menulis pamflet, semua-muanya mereka lakukan. Dengan tangan kosong. Dengan cinta yang tak terkira dalamnya.
Pada 26 Januari 2006, Para Ibu Plaza de Mayo secara resmi melakukan aksi kamisan-nya yang terakhir. Alasannya karena Presiden Neston Kirchner telah menunjukkan keberpihakannya pada aksi yang mereka lakukan. Kirchner yang memang berhaluan kiri mencabut kekebalan hukum yang sebelumnya menyelamatkan pejabat-pejabat militer yang dulu bertanggungjawab. Kirchner juga tidak akan menolak jika ada upaya ekstradisi dari pejabat-pejabat yang bersalah yang kadung melarikan diri ke luar negeri.
Hede de Bonafini, pemimpin asosiasi Para Ibu Plaza de Mayo, saat itu mengatakan "gedung pemerintah sudah bersih dari musuh-musuh kami". Itu diucapkan pada 2006, 39 tahun setelah mereka berjuang demi cinta mereka yang (di)hilang(kan).
39 tahun perjuangan yang luar biasa. 39 tahun perlawanan yang menggetarkan.
Quote:
Pernyataan dari pemain tim nasional Argentina 1978 :
Bertahun-tahun kemudian, setelah junta militer dijatuhkan lewat Pemilihan Umum yang diselenggarakan pada 1983, skuat Argentina yang memenangkan Piala Dunia 1978 menolak bertanggungjawab untuk disebut sebagai "antek-antek diktator". Mereka berargumen bahwa tidak semua orang tahu kekejaman junta militer, termasuk mereka.
Mereka berdalih bahwa rezim secara canggih menutup-nutupi kekerasan yang mereka lakukan dengan melakukan pengekangan terhadap saluran informasi dan media massa. Skuad timnas Argentina saat itu, seperti yang dikatakan Daniel Bertoni, Oscar Ortiz dan Omar Larossa (ketiganya turun di final melawan Belanda), kompak mengatakan bahwa mereka bermain untuk rakyat, bukan untuk kepentingan junta militer.
Cesar Luis Menotti, pelatih Argentina saat itu, juga menolak tuduhan bahwa mereka berjuang untuk pencitraan junta militer. "Kami tidak bermain untuk para penguasa yang duduk di VIP. Saya katakan pada para pemain, kita bertanding demi orang-orang yang berdiri di tribun, untuk semua rakyat Argentina."
Sementara Ricardo Villa, anggota skuat lainnya yang sukses bermain untuk Tottenham Hotspur, mengaku tidak menyesal bermain untuk timnas Argentina saat itu karena merasa dirinya bermain untuk rakyat. Tapi, tambahnya lagi, "saya tak suka menyadari fakta kalau kami, para pemain, dianggap wakil dari apa yang disebut sebagai anak-anaknya junta militer."
Tapi sejak awal sudah ada para pemain yang menolak bermain karena tak sudi dimanfaatkan oleh pemerintahan militer yang kejam. Seperti Osvaldo Piazza, pemain bertahan yang bermain di Saint Etienne, Prancis. Yang paling terkenal mungkin Jorge Carrascosa, pemain klub Hurracan, yang saat itu memang menjadi salah satu defender terbaik Argentina.
Oscar Ortiz, saat itu bermain untuk River Plate, tak bisa menutupi rasa bersalahnya menyadari bahwa kemenangan tim mereka pada 1978 digunakan untuk melegitimasi kekejian pemerintahan junta militer. Bertahun-tahun kemudian, dengan nada sendu, dia mengatakan: "Saya bersedia menukar gelar (juara dunia) yang kami dapatkan untuk menghentikan semua yang terjadi selama kediktatoran militer."
Sayang, ucapan Oscar Ortis hanyalah pengandaian karena 1978 telah lewat. Dan di hadapan sejarah kata "andai" memang tak pernah sanggup mengubah apa yang telanjur berlalu beku.
Mereka berdalih bahwa rezim secara canggih menutup-nutupi kekerasan yang mereka lakukan dengan melakukan pengekangan terhadap saluran informasi dan media massa. Skuad timnas Argentina saat itu, seperti yang dikatakan Daniel Bertoni, Oscar Ortiz dan Omar Larossa (ketiganya turun di final melawan Belanda), kompak mengatakan bahwa mereka bermain untuk rakyat, bukan untuk kepentingan junta militer.
Cesar Luis Menotti, pelatih Argentina saat itu, juga menolak tuduhan bahwa mereka berjuang untuk pencitraan junta militer. "Kami tidak bermain untuk para penguasa yang duduk di VIP. Saya katakan pada para pemain, kita bertanding demi orang-orang yang berdiri di tribun, untuk semua rakyat Argentina."
Sementara Ricardo Villa, anggota skuat lainnya yang sukses bermain untuk Tottenham Hotspur, mengaku tidak menyesal bermain untuk timnas Argentina saat itu karena merasa dirinya bermain untuk rakyat. Tapi, tambahnya lagi, "saya tak suka menyadari fakta kalau kami, para pemain, dianggap wakil dari apa yang disebut sebagai anak-anaknya junta militer."
Tapi sejak awal sudah ada para pemain yang menolak bermain karena tak sudi dimanfaatkan oleh pemerintahan militer yang kejam. Seperti Osvaldo Piazza, pemain bertahan yang bermain di Saint Etienne, Prancis. Yang paling terkenal mungkin Jorge Carrascosa, pemain klub Hurracan, yang saat itu memang menjadi salah satu defender terbaik Argentina.
Oscar Ortiz, saat itu bermain untuk River Plate, tak bisa menutupi rasa bersalahnya menyadari bahwa kemenangan tim mereka pada 1978 digunakan untuk melegitimasi kekejian pemerintahan junta militer. Bertahun-tahun kemudian, dengan nada sendu, dia mengatakan: "Saya bersedia menukar gelar (juara dunia) yang kami dapatkan untuk menghentikan semua yang terjadi selama kediktatoran militer."
Sayang, ucapan Oscar Ortis hanyalah pengandaian karena 1978 telah lewat. Dan di hadapan sejarah kata "andai" memang tak pernah sanggup mengubah apa yang telanjur berlalu beku.
Spoiler for Sumber:
0
2.1K
Kutip
10
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru