- Beranda
- The Lounge
[FanFiction JKT48] Buatan ane sendiri silahkan dilihat dulu...
...
TS
eisenlocker
[FanFiction JKT48] Buatan ane sendiri silahkan dilihat dulu...
Langsung aja gan...
Spoiler for Prolog:
Apa alasan yang membuat seseorang terusir dari pergaulan ? Terkadang menekuni hobi secara berlebihan dapat membuatmu terusir dari pergaulan. Dengan alasan yang sama itulah kenapa para fans yang fanatik dijauhi oleh pergaulan.
Pernah dengar wota ? itu adalah sebutan untuk para penggemar idol grup pertama di Indonesia JKT48 yang merupakan sister grup AKB48 di Jepang. Wota menyebar secara menular, dulu aku sempat memandang rendah mereka. Melihat mereka yang mengabdikan hidupnya untuk idolanya dan akhirnya terusir dari pergaulan. Cih, manusia-manusia bodoh menyedihkan. Sampai sekarang aku tidak mengerti kenapa mereka sangat bangga menyatakan dirinya sendiri sebagai seorang wota.
Tapi, secara bertahap aku menyadari sesuatu dan mungkin ini adalah alasan kenapa sekarang aku menjadi salah satu dari mereka.
Sesungguhnya aku bukanlah seorang wota. Aku bukanlah orang yang menghabiskan harinya didalam kamar hanya untuk menonton idola dan berdelusi. Berteriak “Oi ! Oi ! Oi !” atau memainkan lightstick. Aku melakukan semuanya dan aku menyukai semuanya, tapi tidak secara berlebihan.
Kesimpulan yang bisa kutarik :
Nama Muhammad Luthfi
Kelas 9-D
Tugas Bahasa Indonesia: Membuat Karya Ilmiah
Pernah dengar wota ? itu adalah sebutan untuk para penggemar idol grup pertama di Indonesia JKT48 yang merupakan sister grup AKB48 di Jepang. Wota menyebar secara menular, dulu aku sempat memandang rendah mereka. Melihat mereka yang mengabdikan hidupnya untuk idolanya dan akhirnya terusir dari pergaulan. Cih, manusia-manusia bodoh menyedihkan. Sampai sekarang aku tidak mengerti kenapa mereka sangat bangga menyatakan dirinya sendiri sebagai seorang wota.
Tapi, secara bertahap aku menyadari sesuatu dan mungkin ini adalah alasan kenapa sekarang aku menjadi salah satu dari mereka.
“Usaha yang idola mereka lakukan untuk para penggemarnya meskipun itu hanya sebuah lagu dan koreografi tarian, usaha yang mereka lakukan itu tergolong sangat keras bahkan sangat keras untuk dikhianati. Karena dibalik senyuman dan tarian seorang idola, sudah banyak peluh dan air mata yang mereka teteskan. Waktu dan keringat yang mereka cucurkan. Serta berbagai hal yang mereka korbankan untuk menggapai mimpi mereka. Berbagai rintangan itulah yang membuat mereka dapat tersenyum begitu indahnya. Dan usaha yang dilakukan para wota untuk idolanya bukan hanya sekedar ucapan, mereka juga meneteskan banyak peluh dan air mata, cucuran keringat dan waktu yang tidak terhitung jumlahnya, dan mereka rela mengorbankan semua hal-hal penting di dalam hidupnya hanya untuk men-support idolanya. Mungkin fisik berpengaruh, tapi bukan itu yang terpenting. Para wota mendukung idolanya karena mereka tahu bagaimana perjuangan yang telah idola mereka lakukan untuk menggapai mimpinya.”
Sesungguhnya aku bukanlah seorang wota. Aku bukanlah orang yang menghabiskan harinya didalam kamar hanya untuk menonton idola dan berdelusi. Berteriak “Oi ! Oi ! Oi !” atau memainkan lightstick. Aku melakukan semuanya dan aku menyukai semuanya, tapi tidak secara berlebihan.
" Keep Support ” : A simple thanks I do for JKT48.
Kesimpulan yang bisa kutarik :
“Jadi, sebenarnya kegiatan idoling itu adalah sebuah bentuk simbiosis mutualisme yang saling timbal balik.”
Nama Muhammad Luthfi
Kelas 9-D
Tugas Bahasa Indonesia: Membuat Karya Ilmiah
Spoiler for Chapter 1:
“Burung Putih Kecil ”
Chapter I : “ Seekor burung putih kecil “
“ Seekor burung putih kecil, membuka kedua matanya untuk pertama kali…”
Sambil mengernyitkan kedua alis matanya, Bu Astrid selaku guru Bahasa Indonesia di kelasku, membacakan dengan nyaring karya ilmiahku ini tepat didepanku. Saat mendengarkannya, kusadari bahwa keahlian menulisku masih jauh dari yang diharapkan. Tadinya kupikir, aku akan terdengar intelek jika merangkai kata-kata berbobot didalamnya, namun yang ada itu malah seperti cara murahan yang biasanya dipakai penulis.
Jadi… itukah yang membuatku dipanggil keruang guru ? Sepertinya bukan. Aku juga sadar kalau itu adalah karya amatiran. Selesai membaca, Bu Astrid menempelkan tangan ke dahinya lalu menghela nafas panjang.
“Katakan, Luthfi. Kau ingat tema untuk karya ilmiah yang Ibu suruh untuk kamu kerjakan ini ?.”
“…ya, temanya Contoh Hubungan Sosial Antar Makhluk Hidup di Kehidupan Sehari-hari”.
“Sudah jelas, kan ? Lalu kenapa karya ilmiah ini malah menjadi simbiosis ? memangnya ini pelajaran IPA ? atau cuma pendapat orang bodoh, hah ?”
“…ya, temanya Contoh Hubungan Sosial Antar Makhluk Hidup di Kehidupan Sehari-hari”.
“Sudah jelas, kan ? Lalu kenapa karya ilmiah ini malah menjadi simbiosis ? memangnya ini pelajaran IPA ? atau cuma pendapat orang bodoh, hah ?”
Bu Astrid lalu menggaruk kepalanya sambil mendesah. Kini aku jadi berpikir, memakai kata Ibu untuk panggilan Ibu Guru kedengarannya lebih menambah daya tarik seksual ketimbang sekedar Guru saja. Aku menyengir selagi melamunkannya, hingga gulungan kertas menghantam kepalaku.
“Perhatikan kalau Ibu bicara !”
“I-iya.”
“Tatapanmu kosong, persis seperti ikan mati.” Untuk kedua kalinya Bu Astrid menghela nafas panjang, tapi kali ini beliau tidak ikut menempelkan tangan ke dahinya.
“Sekarang beri Ibu penjelasan untuk Karya Ilmiah yang kamu buat ini.”
“I-iya.”
“Tatapanmu kosong, persis seperti ikan mati.” Untuk kedua kalinya Bu Astrid menghela nafas panjang, tapi kali ini beliau tidak ikut menempelkan tangan ke dahinya.
“Sekarang beri Ibu penjelasan untuk Karya Ilmiah yang kamu buat ini.”
Tatapan tajamnya mengarah padaku, dan pandangan geramnya cukup memberi kesan mematikan. Hanya wanita yang dikutuk oleh kecantikan saja yang mampu menampakkan ekspresi berbahanya itu, dan tanpa disadari ekspresi ini memaksa dan membuat tertekan siapa saja yang melihatnya. Bisa dibilang, ekspresi ini benar-benar mengerikan.
“Eng… bagaimana, ya… saya memang belum pernah merasakan dampak seorang idola untuk diri saya sendiri dan kebetulan beberapa bulan ini JKT48 menarik perhatian saya. Jadi, Karya Ilmiah yang saya tulis sedikit banyak menyinggung hal tersebut.” Jawabku sambil terbata-bata. Aku bisa gugup hanya karena bicara dengan orang lain, tapi aku lebih gugup lagi jika lawan bicaraku seorang perempuan meskipun dia jauh lebih tua dariku.
“Biasanya, tugas semacam ini butuh perenungan atas pengalaman pribadimu, tapi kenapa justru begini ?”
“Kalau begitu, harusnya Bu Astrid menyisipkan maksud Ibu itu di kata pengantar dong. Jika seperti itu, pasti akan saya kerjakan dengan sungguh-sungguh. Berarti ini salah Ibu yang sudah memberi tugas menyesatkan, ya kan ?”
“Hei Nak. Jangan berlagak pintar di depan Ibu, ya.”
“Biasanya, tugas semacam ini butuh perenungan atas pengalaman pribadimu, tapi kenapa justru begini ?”
“Kalau begitu, harusnya Bu Astrid menyisipkan maksud Ibu itu di kata pengantar dong. Jika seperti itu, pasti akan saya kerjakan dengan sungguh-sungguh. Berarti ini salah Ibu yang sudah memberi tugas menyesatkan, ya kan ?”
“Hei Nak. Jangan berlagak pintar di depan Ibu, ya.”
Sekali lagi tatapan tajamnya mengarah padaku tapi kali ini kekuatannya empat puluh delapan kali lebih kuat dari yang sebelumnya. Semoga ini tidak membuatku mati, aku tidak mau mati dengan keadaan konyol karena ditatap oleh seorang perempuan.
“Ma-maaf, Bu. Saya akan mengerjakan ulang Karya Ilmiah dengan sungguh-sungguh.” Aku harus bijak dalam berkata-kata jika ingin menunjukkan rasa sesalku. Dilihat dari keadaannya, Bu Astrid ternyata orang yang sulit untuk merasa puas.
“Padahal, kamu adalah kandidat raja dan ratu di acara kelulusan nanti. Jika saja musibah itu tidak menimpamu, mungkin sekarang bakat-bakat yang kamu miliki masih bisa mengharumkan nama sekolah ini. Sangat disayangkan.” Begitulah, sebuah kecelakaan yang menimpaku empat bulan yang lalu membuatku mengalami amnesia jangka pendek.
“Ya, mau bagaimana lagi Bu. Mungkin ini memang takdir saya, saya hanya bisa berharap ingatan saya bisa pulih dengan cepat.” Meskipun aku tidak tahu bakat apa saja yang kumiliki, tapi sepertinya bakat ini pernah membuatku memiliki prestasi yang cukup membanggakan.
“Asal kamu tahu, ini bukan berarti Ibu marah.”
“Padahal, kamu adalah kandidat raja dan ratu di acara kelulusan nanti. Jika saja musibah itu tidak menimpamu, mungkin sekarang bakat-bakat yang kamu miliki masih bisa mengharumkan nama sekolah ini. Sangat disayangkan.” Begitulah, sebuah kecelakaan yang menimpaku empat bulan yang lalu membuatku mengalami amnesia jangka pendek.
“Ya, mau bagaimana lagi Bu. Mungkin ini memang takdir saya, saya hanya bisa berharap ingatan saya bisa pulih dengan cepat.” Meskipun aku tidak tahu bakat apa saja yang kumiliki, tapi sepertinya bakat ini pernah membuatku memiliki prestasi yang cukup membanggakan.
“Asal kamu tahu, ini bukan berarti Ibu marah.”
…Oh ternyata begitu jawabnya. Terkadang orang-orang selalu berkata. “Aku nggak marah, kok. Jadi bicara saja”. Padahal, mereka tetap saja merasa marah. Tapi tak disangka, beliau memang tidak benar-benar marah. Yah, terkecuali saat aku berlagak sok pintar di depannya.
“Ya sudah, sekarang ibu minta tolong ambilkan map ungu yang isinya data-data anak kelas 7 di laci berkas milik Ibu yang ada di ruang TU lalu berikan itu ke sekertaris kelas 7-D.” Bu Astrid merogoh kantung bajunya, lalu mengambil sebuah kunci dengan gantungan Pop Mie yang terikat dan memberikannya padaku.
“Ba-baik bu, ke sekertaris kelas 7-D, kan Bu ?”
“Ya, sekertaris 7-D. Ada apa dengan wajah bingungmu itu ? Sekarang kamu lebih mirip ikan yang meloncat dari air ke daratan tanpa tahu tujuannya apa. Cepat cari map ungu itu dan kamu bisa melanjutkan Karya Ilmiahmu, Ibu harap tugas yang selanjutnya tidak murahan seperti ini.”
“Baik.”
“Ba-baik bu, ke sekertaris kelas 7-D, kan Bu ?”
“Ya, sekertaris 7-D. Ada apa dengan wajah bingungmu itu ? Sekarang kamu lebih mirip ikan yang meloncat dari air ke daratan tanpa tahu tujuannya apa. Cepat cari map ungu itu dan kamu bisa melanjutkan Karya Ilmiahmu, Ibu harap tugas yang selanjutnya tidak murahan seperti ini.”
“Baik.”
Dan memang akan kukerjakan. Aku paham sekarang, kali ini tulisanku pasti sesuai dengan yang diharapkan. Aku harus menulisnya tanpa menyertakan rasa sukaku terhadap JKT48, tapi mau bagaimana lagi yang pertama kali kuingat setelah kecelakaan hanya JKT48. Dari pada aku menulis Karya Ilmiah yang isinya tidak berbeda jauh dengan ocehan yang ada di sinetron-sinetron zaman sekarang.
Contoh: ‘Kamu nggak kenapa-kenapa ? Ya ampun ! lukamu itu harus cepat diobati’ Begitulah. Tunggu, lalu untuk apa ada pernyataan, Ya ampun! Tadi ? Jika hanya untuk menandakan ekspresi terkejut, jelas tidak ada gunanya.
Lalu aku berjalan keluar ruang guru menuju ruang TU untuk mengambil data anak-anak kelas 7 seperti yang disuruh Bu Astrid tadi. Sampai detik ini, segalanya sudah kuperhitungkan. Namun yang terjadi setelah ini, justru lebih dari yang kuperhitungkan.
Bersambung…
“ Melipat, sayap seekor burung putih kecil… “
Chapter : 1
- END -
Spoiler for Chapter 2:
Chapter 2 : " Dia Muncul "
“ Yang tercermin di lautan adalah birunya langit, dan biru di langit bagaikan lautan di langit. Didalam birunya langit, terdapat air mata langit yang mengalir, dan burung putih kecil terbang diantara air mata biru yang mengalir.”
Bruk!!!
“Ah, maaf ka. Aku nggak sengaja.” Seorang perempuan dengan suara yang lembut berbicara kepadaku.
“Oh i-iya nggak apa-apa kok.” Sambil mencoba untuk bangun dari posisi yang cukup memalukan ini dan perasaan gugup saat berbicara dengan perempuan ini seakan telah mengutukku.
“Maaf ya ka. Ada yang luka nggak ?”
“Eng-nggak kok, nggak ada yang luka.” Apa ini ? Sebuah adegan dalam sinetron ? Hanya karena aku merendahkan sinetron ini kah balasannya ?
“Emm… ya udah kalo gitu. Aku masuk dulu mau ketemu Bu Astrid, sekali lagi maaf ya ka.”
“O-oke nggak apa-apa kok.”
“Oh i-iya nggak apa-apa kok.” Sambil mencoba untuk bangun dari posisi yang cukup memalukan ini dan perasaan gugup saat berbicara dengan perempuan ini seakan telah mengutukku.
“Maaf ya ka. Ada yang luka nggak ?”
“Eng-nggak kok, nggak ada yang luka.” Apa ini ? Sebuah adegan dalam sinetron ? Hanya karena aku merendahkan sinetron ini kah balasannya ?
“Emm… ya udah kalo gitu. Aku masuk dulu mau ketemu Bu Astrid, sekali lagi maaf ya ka.”
“O-oke nggak apa-apa kok.”
Lalu perempuan itupun masuk bertemu dengan guru yang memiliki tatapan menyeramkan itu, semoga dia tidak mati karenanya. Tapi rasanya, aku pernah melihat perempuan itu disuatu tempat. Ah, bukan hal penting aku harus bergegas mengambil data anak-anak kelas 7 agar aku bisa menyelesaikan karya ilmiahku secepatnya.
Dan akupun bergegas pergi menuju ruang TU untuk mengambil data anak-anak kelas 7. Sesampainya di ruang TU aku langsung bertanya kepada Pak Samsudin yang sedang asik memainkan jari-jemari nya diatas keyboard komputer.
“Pak maaf, saya disuruh Bu Astrid ngambil map data-data anak kelas 7 di laci berkasnya.”
“Oh iya silahkan ambil sendiri, bapak lagi sibuk ngerjain tugas dari kepala sekolah. Kamu cari aja lemari yang warnanya biru tua, yang besar.” Terlihat sangat jelas betapa sibuknya beliau, sampai-sampai matanya tidak berniat untuk melihatku.
“Baik pak.” Lalu aku pergi mencari lemari berkas besar berwarna biru tua itu.
“Biru tua… Besar… mungkin yang ini.” Tidak kusangka aku menemukannya dengan cepat, lemari besar ini berada di pojok ruangan. Mungkin ini adalah salah satu bakatku yang hilang. Tapi bakat untuk mencari lemari, sepertinya ini cukup menyedihkan.
“Astrid Chaerunisa… ah kutemukan kau wahai laci dan sekarang kunci.”
“Oh iya silahkan ambil sendiri, bapak lagi sibuk ngerjain tugas dari kepala sekolah. Kamu cari aja lemari yang warnanya biru tua, yang besar.” Terlihat sangat jelas betapa sibuknya beliau, sampai-sampai matanya tidak berniat untuk melihatku.
“Baik pak.” Lalu aku pergi mencari lemari berkas besar berwarna biru tua itu.
“Biru tua… Besar… mungkin yang ini.” Tidak kusangka aku menemukannya dengan cepat, lemari besar ini berada di pojok ruangan. Mungkin ini adalah salah satu bakatku yang hilang. Tapi bakat untuk mencari lemari, sepertinya ini cukup menyedihkan.
“Astrid Chaerunisa… ah kutemukan kau wahai laci dan sekarang kunci.”
Aku merogoh kantung saku bajuku, tapi…
“APA ?!?!?!” Teriakku dengan sangat keras.
Whuusshh !
Yang barusan ternyata sebuah penghapus kayu. Penghapus kayu yang begitu saja dilesatkan secara tiba-tiba. Lebih penting lagi, sebuah keajaiban, karena itu hanya menyerempet di samping pipiku. Saat aku berbalik, ternyata pak Samsudin sudah menatap tajam ke arahku.
“ Berikutnya, tidak akan meleset. Kesini kamu !” Tatapannya penuh keseriusan.
Aku yang hanya bisa menelan ludah, berjalan menuju tempat pak Samsudin. Apakah semua guru di sekolah ini punya jurus rahasia atau semacamnya di dalam diri mereka ? Seperti di Anime Naruto, saat pertama kali bertarung dia sudah bisa menguasai jurus seribu bayangan. Jurus rahasia yang tergulung rapat dan sangat tebal di sebuah gulungan kertas.
“ Ma-maaf pak.” Tampaknya tidak ada lagi cara selain berlutut dan membungkuk di hadapannya.
Pak Samsudin merogoh kantung bajunya, lalu mengambil sebungkus Djarum Super dari dalam sakunya dan mengetuk-ngetuk filter-nya keatas meja, kelakuan orang-orang yang sudah berumur. Setelah mengambil rokok sebatang, beliau menyalakan pematik Rp.10.000-an lalu membakar rokoknya. Beliau lalu menghisapnya sambil memandangku dengan wajah serius
“ I-iya pak. Ada apa ? ” Dengan suara yang sedang kuusahakan seperti adegan memelas yang ada di sinetron-sinetron.
“ Kamu tau sekarang bapak lagi ngapain ? “ beliau menghisap rokoknya dan meniup asapnya keluar.
“Maaf pak, tadi saya lihat kecoa keluar dari lacinya.” Semoga alasan bodoh ini cukup untuk menghindari ocehan darinya.
“ Kecoa ? Cuma karena kecoa kamu sampe ngejerit sekeras itu ? “ Dia menggelengkan kepalanya dan dan menatapku dengan tatapan penghinaan, layaknya melihat setumpuk onggokan sampah.
“Ya sudah, sana. Waktu bapak terbuang percuma kalo cuma untuk ngomelin kamu. Nanti kalau ada kecoa lagi jangan teriak, berisik !”
“Baik pak.”
“ Kamu tau sekarang bapak lagi ngapain ? “ beliau menghisap rokoknya dan meniup asapnya keluar.
“Maaf pak, tadi saya lihat kecoa keluar dari lacinya.” Semoga alasan bodoh ini cukup untuk menghindari ocehan darinya.
“ Kecoa ? Cuma karena kecoa kamu sampe ngejerit sekeras itu ? “ Dia menggelengkan kepalanya dan dan menatapku dengan tatapan penghinaan, layaknya melihat setumpuk onggokan sampah.
“Ya sudah, sana. Waktu bapak terbuang percuma kalo cuma untuk ngomelin kamu. Nanti kalau ada kecoa lagi jangan teriak, berisik !”
“Baik pak.”
Tidak kusangka alasan bodoh ini cukup untuk membuatnya diam, meskipun tatapan penghinaan itu membuat hatiku sakit. Tapi bukan ini yang harus aku pikirkan sekarang, kunci yang diberikan Bu Astrid tadi hilang entah dimana. Jika beliau tahu mungkin tatapan matanya akan mengeluarkan sinar laser dan membunuhku. Tidak !!! aku tidak mau itu terjadi.
Bekerja lah wahai otak, dimana dan kapan aku menjatuhkannya. Berpikir ! berpikir ! berpikir ! Ah iya, saat aku bertabrakan dengan perempuan itu mungkin kuncinya terjatuh. Kau sungguh cerdas Luthfi.
Setelah izin untuk kembali lagi kepada Pak Samsudin. Aku bergegas menuju ruang guru untuk mencari kunci itu, tapi di tengah-tengah perjalanku menuju ruang guru, saat aku berlali dengan sangat cepat sampai-sampai jalan yang kulewati terbakar karenanya. Ada seorang perempuan yang memanggilku
“Ka Luthfi !”
Lalu aku mengerem kakiku dengan sangat keras sampai-sampai sepatuku hancur karenanya. Emm entah kenapa sepertinya ini terlalu berlebihan.
“Ka Luthfi !”
Apa ini ? Sinetron lagi ? Seorang perempuan cantik berjalan kearahku ? Dia berjalan ke arahku, ya dia berjalan ke arahku. KE ARAHKU !!! Dan akhirnya perempuan itu sampai tepat didepanku.
“Ka Luthfi”
“I-iya, ada apa ?”
“I-iya, ada apa ?”
Tunggu bukankah dia adalah perempuan yang tadi kutabrak di depan ruang guru ? Oh iya kuncinya, aku harus cepat menemukannya, aku tidak ingin mati sekarang. Masih banyak hal-hal yang belum aku capai. Contoh: Bermain game Mario Bross, sejak aku kecil belum pernah sekalipun aku merasakan euphoria saat menyundul batu bata dari game legendaris itu.
“Tadi Bu Astrid nyuruh aku untuk….“
Sebelum dia selesai berbicara aku langsung bergegas pergi menuju ruang guru.
“Maaf ya, kaka buru-buru ada urusan penting menyangkut nyawa.” Saat aku baru mulai berlari, perempuan itu memanggilku lagi.
“Tunggu ka ! Aku juga mau ngomongin hal penting !”
“Tunggu ka ! Aku juga mau ngomongin hal penting !”
Aje gile, mungkinkah dia akan menyatakan cintanya padaku ? Baiklah, tidak usah gugup hadapi dia dengan keberanian seorang laki-laki sejati.
“Tadi Bu Astrid nyuruh aku untuk ketemu kaka buat ngambil map ungu yang isinya data anak-anak kelas 7.”Sepertinya aku memang tidak ditakdirkan untuk berharap. Terutama dalam hal seperti Cinta.
“Ah, emm… map ungu ya ?”
“Iya, ka.”
“Yang isinya data anak-anak kelas 7 ?”
“Iyaa, map ungu yang isinya data anak-anak kelas 7. Tadi kan udah aku bilang, gimana sih...” Sepertinya dia sudah mulai kesal, tapi mau bagaimana lagi sepertinya aku harus mengatakannya.
“Jadi gini, sebenernya…”
“Iya, sebenernya kenapa ?”
”Kunci buat ngebuka laci yang isinya map ungu tadi, jatuh nggak tau dimana.” Dengan ekspresi kosong aku menjawabnya.
“Ehmp…” Dia tersenyum sambil sedikit menahan tawa.
“Kamu kenapa ?” Aku merasakan sesuatu yang begitu dekat saat dia tersenyum padaku, ini seperti… déjà vu.
“Haah, kaka bener-bener nggak berubah ya, dan tatapan kosong seperti ikan mati itu juga nggak berubah.”
“Maksud kamu tentang ‘nggak berubah’ itu apa ? kaka nggak ngerti.” Aku hanya menunjukkan ekspresi bingung, karena tidak mengerti apa yang terjadi. Eh, bukankah barusan dia menghinaku ?
“Ah, emm… map ungu ya ?”
“Iya, ka.”
“Yang isinya data anak-anak kelas 7 ?”
“Iyaa, map ungu yang isinya data anak-anak kelas 7. Tadi kan udah aku bilang, gimana sih...” Sepertinya dia sudah mulai kesal, tapi mau bagaimana lagi sepertinya aku harus mengatakannya.
“Jadi gini, sebenernya…”
“Iya, sebenernya kenapa ?”
”Kunci buat ngebuka laci yang isinya map ungu tadi, jatuh nggak tau dimana.” Dengan ekspresi kosong aku menjawabnya.
“Ehmp…” Dia tersenyum sambil sedikit menahan tawa.
“Kamu kenapa ?” Aku merasakan sesuatu yang begitu dekat saat dia tersenyum padaku, ini seperti… déjà vu.
“Haah, kaka bener-bener nggak berubah ya, dan tatapan kosong seperti ikan mati itu juga nggak berubah.”
“Maksud kamu tentang ‘nggak berubah’ itu apa ? kaka nggak ngerti.” Aku hanya menunjukkan ekspresi bingung, karena tidak mengerti apa yang terjadi. Eh, bukankah barusan dia menghinaku ?
Lalu dia merogoh kantung bajunya, dia mengeluarkan sebuah kunci. Kunci dengan gantungan Pop Mie yang terikat.Ya,tidak salah lagi itu adalah kunci laci berkas milik Bu Astrid.
“Kaka lagi nyari kunci ini, kan ?” Sambil tersenyum dia menunjukkan kunci itu padaku.
“Ah, itu dia kuncinya. Kamu dapet itu dari mana ?”
“Tadi, habis ketemu Bu Astrid aku ngeliat kunci ini ngegantung di pohon kecil deket pintu masuk ruang guru. Karna buru-buru aku nggak sempet ngasih ke Guru. Jadi kebawa deh sampe sekarang.”
“Ah, itu dia kuncinya. Kamu dapet itu dari mana ?”
“Tadi, habis ketemu Bu Astrid aku ngeliat kunci ini ngegantung di pohon kecil deket pintu masuk ruang guru. Karna buru-buru aku nggak sempet ngasih ke Guru. Jadi kebawa deh sampe sekarang.”
Huft… Setidaknya aku tidak akan mati sekarang dan sepertinya dewi fortuna sedang berpihak kepadaku saat ini. Tapi sepertinya malikat maut tidak mau menerimanya, entah kenapa secara tiba-tiba sebuah aura yang sangat mengerikan mulai menyelimutiku, ya aura yang tidak asing. Aura dari orang yang telah dikutuk oleh kecantikan.
“Hei, kalian berdua malah pacaran ! Luthfi sudah kamu berikan map ungu yang isinya data anak-anak kelas 7 ke Veranda?” Suara yang mengeluarkan aura kematian ini hanya dimiliki oleh dia seorang. Bu Astrid.
“Eng.. maaf bu belum saya berikan, tapi ngomong-ngomong Veranda itu siapa ?” Sementara perempuan disebelahku sedang tersipu entah apa penyebabnya, meskipun dia terlihat cantik tapi ini membuatku merinding.
“Veranda itu sekertaris kelas 7-D, dia ada disebelahmu.”
“Eng.. maaf bu belum saya berikan, tapi ngomong-ngomong Veranda itu siapa ?” Sementara perempuan disebelahku sedang tersipu entah apa penyebabnya, meskipun dia terlihat cantik tapi ini membuatku merinding.
“Veranda itu sekertaris kelas 7-D, dia ada disebelahmu.”
Oh, jadi namanya Veranda, sepertinya aku pernah mendengar nama ini disuatu tempat entah dimana. Sebelum aku selesai berpikir tentangnya, dia mulai berbicara kepada Bu Astrid.
“Jadi, sebenerya tadi ka Luthfi ngeja…”
Sebelum dia selesai berbicara aku langsung menariknya lari menuju ruang TU. Aku merasakan apa yang akan dia ucapkan adalah tiket untuk kematianku.
“Ya, udah bu. Saya mau ke ruang TU dulu ngambil mapnya."
Dengan sangat cepat aku bersama Veranda pergi meninggalkan Bu Astrid. Semoga ini tidak membuatnya marah.Sesampainya aku di ruang TU. Aku izin kembali kepada Pak Samsudin untuk mengambil map ungu yang berada di laci berkas warna biru tua yang besar itu.
Hanya aku dan Veranda saja yang berada di ruangan ini, bunyi jarum jam di dinding yang bergerak perlahan pun semakin jelas terdengar. Eh, tunggu, yang benar saja ? Apa cerita ini tiba-tiba berkembang ke kisah komedi romantis ? Semuanya justrus tampak konyol. Walau sebenarnya aku tidak akan mengeluh mengenai situasi ini. Saat aku membuka laci berkas milik Bu Astrid, kalian tahu apa yang terjadi ?
“Apaan nih semua mapnya warna ungu !”
“Masa sih ka ?” Dia menghampiriku dan bertanya.
“Haah Bu Astrid gimana sih masa semua berkas nya pake map ungu.” Yang benar saja, bukankah barusan aku baru saja mengatakan itu ?
“Terus gimana dong, masa kaka harus nge-cek satu-satu mapnya, kan nggak lucu.”
“Nggak usah ka, mendingan kaka mundur. Untuk selanjutnya biar aku yang nyari.” Dengan senyuman yang membuatku kaku untuk sementara.
“Ka, kok bengong sih. Mundur dong, aku mau nyari berkasnya.”
“Y-ya udah kalo gitu” Sebuah bantuan yang tidak diharapkan itu tidak boleh ditolak.
“Masa sih ka ?” Dia menghampiriku dan bertanya.
“Haah Bu Astrid gimana sih masa semua berkas nya pake map ungu.” Yang benar saja, bukankah barusan aku baru saja mengatakan itu ?
“Terus gimana dong, masa kaka harus nge-cek satu-satu mapnya, kan nggak lucu.”
“Nggak usah ka, mendingan kaka mundur. Untuk selanjutnya biar aku yang nyari.” Dengan senyuman yang membuatku kaku untuk sementara.
“Ka, kok bengong sih. Mundur dong, aku mau nyari berkasnya.”
“Y-ya udah kalo gitu” Sebuah bantuan yang tidak diharapkan itu tidak boleh ditolak.
Aku pun mundur membiarkan dia mencari berkas itu. Saat Veranda mulai mencari, dia menyingsihkan rambut panjangnya ketelinga kanannya. Seketika itu juga sesuatu di dalam kepalaku seperti berputar, menari-nari, berbalik, dan jatuh.
Bersambung…
“ Didalam birunya air mata, burung putih kecil terbang.. Oranye, warna senyuman. Pink, warna angin. Hijau, warna daun. Biru, warna air mata. Ungu, warna keanggunan. Dan hitam, warna kematian. Burung putih kecil terbang melewati langit dunia yang penuh warna.”
Untuk update chapter selanjutnya ada di bagian comment, soalnya kalo disini minus wordsnya sampe belasan ribu sori ane masih belum paham fungsi2 yg ada di kaskus .
Diubah oleh eisenlocker 12-06-2015 04:23
0
4.4K
Kutip
5
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.5KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru