- Beranda
- The Lounge
Anies Baswedan, Putra Bangsa Yang Mendunia
...
TS
ykn
Anies Baswedan, Putra Bangsa Yang Mendunia
Quote:
Sejak kecil, Anies Baswedan memang sudah akrab dengan dunia organisasi dan kepemimpinan. Hal itu terlihat saat dirinya baru berusia 12 tahun, dimana, Anies sudah bisa membentuk kelompok anak-anak muda (7-15 tahun) kampungnya yang diberi nama ‘Kelabang’ (Klub Anak Berkembang) dengan berbagai kegiatan olahraga dan kesenian di dalamnya. Sejak itulah, dirinya terus concern memajukan dunia pendidikan tanah air, salah satunya melalui Gerakan Indonesia Mengajar.
Menginjakkan kakinya di bangku SMA kelas 1, saat dirinya mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985, Anies pernah menduduki posisi ketua OSIS untuk 300 delegasi SMA-SMA se-Indonesia. Kiprahnya terus berlanjut hingga di bangku kuliah di Universitas Gadjah Mada (1989-1995), Ia menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM. Disini pula, dirinya mendapatkan beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia di Tokyo, Jepang.
Setelah lulus kuliah di UGM pada tahun 1995, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi di UGM. Kemudian, Anies mendapatkan beasiswa Fulbright untuk pendidikan Master Bidang International Security and Economic Policy di Universitas Maryland, College Park. Sewaktu kuliah, dia dianugerahi William P.
Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Student Award. Anies melanjutkan studi doktoral di Universitas Northern Illinois. Dalam studinya, Anies mendapat penghargaan Gerald Maryanov Fellow di Departemen Ilmu Politik pada tahun 2004. Anies menyelesaikan disertasi tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia” pada tahun 2005.
Saat berada di negeri Paman Sam, Anies aktif di dunia akademik dengan menulis sejumlah artikel dan menjadi pembicara dalam berbagai konferensi. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi, dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara, artikel Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy diterbitkan oleh BIES, Australian National University.
Sepulang ke Indonesia, Anies bekerja sebagai National Advisor bidang desentralisasi dan otonomi daerah di Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Jakarta (2006-2007). Selain itu pernah juga menjadi peneliti utama di Lembaga Survei Indonesia (2005-2007). Lalu, pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan dilantik menjadi rektor Universitas Paramadina.
Kebanggaan lainnya datang saat Anies Baswedan terpilih masuk dalam daftar 100 Intelektual Publik Dunia versi Majalah Foreign Policy edisi April 2008. Tak hanya itu, World Economic Forum, berpusat di Davos, memilih Anies sebagai salah satu Young Global Leaders (Februari 2009). Kemudian, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresight yang terbit di Jepang akhir April (2010).
Berbekal ilmu, prestasi dan pengalaman yang dimilikinya, pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969 ini berantusias untuk mengajak semua orang agar peduli terhadap perkembangan pendidikan tanah air, salah satu caranya melalui gerakan Indonesia Mengajar.
“Lalu, bagaimana cucu dari AR Baswedan, salah seorang pejuang pergerakan nasional dan pernah menjadi Menteri Penerangan pada masa awal kemerdekaan Indonesia ini memandang sistem pendidikan di Indonesia?“
“Sebenarnya masalah pendidikan kita ini banyak, tapi menurut saya fundamentalnya adalah pendidikan kita dianggap program bukan gerakan, harusnya yang lebih penting itu gerakan. Apa bedanya? Program adalah sesuatu yang harus dikelola dan berpatokan pada program manajemen, kalau gerakan itu ke semua orang. Seperti mempertahankan kemerdekaan itu bukan program tapi gerakan, bahwa semua orang punya tanggung jawab untuk membela negara ini. Kita ini tidak punya rasa memiliki, dan tidak punya rasa untuk menyelesaikan. Jadi, melalui Indonesia Mengajar ini kita berencana mengajak semua pihak turun tangan, bahkan menyelesaikan. Begitu turun tangan kita akan selesaikan bersama-sama.”
Masih menurutnya, “Indonesia Mengajar tidak berintensi untuk menyelesaikan semua masalah pendidikan di Indonesia. Kita berintensi untuk mengajak semua pihak turun tangan dan menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Jadi, pendekatannya gerakan bukan program. Sekarang sudah ada 15 provinsi yang kita kirim pengajar muda. Tiap desa kita tempatkan satu pengajar muda. Dan mengajak semua orang terlibat. Bayangkan di sebuah pulau kecil yang sangat jauh, ketika kedatangan tim pengajar kita dari sini, orang sana akan bilang ”malu kami, mereka saja mau,” dari situ, diharapkan mereka akan tergerak untuk turun tangan.”
Dalam kaitannya dengan teknologi masa kini, ternyata gerakan Indonesia juga tidak ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi digital yang ada, contohnya saja dengan dibuatkan akun twitter @pengajarmuda yang aktif dalam memberikan informasi kepada follower nya. Selain itu Gerakan Indonesia Mengajar juga menerapkan metode sosialisasi melalui roadshow ke kampus-kampus, membangun jejaring dengan komunitas-komunitas yang peduli dengan pendidikan, dan aktif di dunia maya, seperti twitter, facebook, dan website. Bentuk sosialisasi lainnya yang lebih massive seperti mobile advertising juga sesungguhnya merupakan ide yang menarik bagi Anies untuk memajukan gerakannya ini, namun sekali lagi yang terpenting bagi Anies adalah semangat untuk membangun pendidikan sebagai sebuah gerakan!
(Sumber : wikipedia dan Intimate (Newsletter Telkom, Edisi Mei 2012))
Menginjakkan kakinya di bangku SMA kelas 1, saat dirinya mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985, Anies pernah menduduki posisi ketua OSIS untuk 300 delegasi SMA-SMA se-Indonesia. Kiprahnya terus berlanjut hingga di bangku kuliah di Universitas Gadjah Mada (1989-1995), Ia menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM. Disini pula, dirinya mendapatkan beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia di Tokyo, Jepang.
Setelah lulus kuliah di UGM pada tahun 1995, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi di UGM. Kemudian, Anies mendapatkan beasiswa Fulbright untuk pendidikan Master Bidang International Security and Economic Policy di Universitas Maryland, College Park. Sewaktu kuliah, dia dianugerahi William P.
Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Student Award. Anies melanjutkan studi doktoral di Universitas Northern Illinois. Dalam studinya, Anies mendapat penghargaan Gerald Maryanov Fellow di Departemen Ilmu Politik pada tahun 2004. Anies menyelesaikan disertasi tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia” pada tahun 2005.
Saat berada di negeri Paman Sam, Anies aktif di dunia akademik dengan menulis sejumlah artikel dan menjadi pembicara dalam berbagai konferensi. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi, dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara, artikel Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy diterbitkan oleh BIES, Australian National University.
Sepulang ke Indonesia, Anies bekerja sebagai National Advisor bidang desentralisasi dan otonomi daerah di Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Jakarta (2006-2007). Selain itu pernah juga menjadi peneliti utama di Lembaga Survei Indonesia (2005-2007). Lalu, pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan dilantik menjadi rektor Universitas Paramadina.
Kebanggaan lainnya datang saat Anies Baswedan terpilih masuk dalam daftar 100 Intelektual Publik Dunia versi Majalah Foreign Policy edisi April 2008. Tak hanya itu, World Economic Forum, berpusat di Davos, memilih Anies sebagai salah satu Young Global Leaders (Februari 2009). Kemudian, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi majalah Foresight yang terbit di Jepang akhir April (2010).
Berbekal ilmu, prestasi dan pengalaman yang dimilikinya, pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969 ini berantusias untuk mengajak semua orang agar peduli terhadap perkembangan pendidikan tanah air, salah satu caranya melalui gerakan Indonesia Mengajar.
“Lalu, bagaimana cucu dari AR Baswedan, salah seorang pejuang pergerakan nasional dan pernah menjadi Menteri Penerangan pada masa awal kemerdekaan Indonesia ini memandang sistem pendidikan di Indonesia?“
“Sebenarnya masalah pendidikan kita ini banyak, tapi menurut saya fundamentalnya adalah pendidikan kita dianggap program bukan gerakan, harusnya yang lebih penting itu gerakan. Apa bedanya? Program adalah sesuatu yang harus dikelola dan berpatokan pada program manajemen, kalau gerakan itu ke semua orang. Seperti mempertahankan kemerdekaan itu bukan program tapi gerakan, bahwa semua orang punya tanggung jawab untuk membela negara ini. Kita ini tidak punya rasa memiliki, dan tidak punya rasa untuk menyelesaikan. Jadi, melalui Indonesia Mengajar ini kita berencana mengajak semua pihak turun tangan, bahkan menyelesaikan. Begitu turun tangan kita akan selesaikan bersama-sama.”
Masih menurutnya, “Indonesia Mengajar tidak berintensi untuk menyelesaikan semua masalah pendidikan di Indonesia. Kita berintensi untuk mengajak semua pihak turun tangan dan menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Jadi, pendekatannya gerakan bukan program. Sekarang sudah ada 15 provinsi yang kita kirim pengajar muda. Tiap desa kita tempatkan satu pengajar muda. Dan mengajak semua orang terlibat. Bayangkan di sebuah pulau kecil yang sangat jauh, ketika kedatangan tim pengajar kita dari sini, orang sana akan bilang ”malu kami, mereka saja mau,” dari situ, diharapkan mereka akan tergerak untuk turun tangan.”
Dalam kaitannya dengan teknologi masa kini, ternyata gerakan Indonesia juga tidak ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi digital yang ada, contohnya saja dengan dibuatkan akun twitter @pengajarmuda yang aktif dalam memberikan informasi kepada follower nya. Selain itu Gerakan Indonesia Mengajar juga menerapkan metode sosialisasi melalui roadshow ke kampus-kampus, membangun jejaring dengan komunitas-komunitas yang peduli dengan pendidikan, dan aktif di dunia maya, seperti twitter, facebook, dan website. Bentuk sosialisasi lainnya yang lebih massive seperti mobile advertising juga sesungguhnya merupakan ide yang menarik bagi Anies untuk memajukan gerakannya ini, namun sekali lagi yang terpenting bagi Anies adalah semangat untuk membangun pendidikan sebagai sebuah gerakan!
(Sumber : wikipedia dan Intimate (Newsletter Telkom, Edisi Mei 2012))
0
1.2K
Kutip
1
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru