Pagi itu embun munusukiku dari arah belakang seakan-akan tak ijinkan aku untuk menikmati keindahan - Nya.

Cukup nona manis kau akan biarkan aku seperti ini, merasakan kebinasaan sebelumnya? atau membiarkan aku terikat seperti capung kecil yang dijadikan mainan oleh para anak raja-raja peguasa. cukuplah, tolong; aku mohon dengan sangat serahkan jemarimu untukku, peluk aku itu cukup buatku.

Aku tak megerti kenapa kau kirim kutukan itu untukku, bukankah kau ucap seribu janji yang membuat ku melayang terbang menggapai impian masa kecilku, tapi; mungkin aku tahu, di siang itu ketika matahari menjadi saksi kedua setelah Tuhanku, kau sempat berbisik padaku “Aku memiliki selimut tebal dan jaket tebal untuk menutupi hatiku, dan tak ‘kan seorangpun melukai hatiku sekalipun ada, kupastikan iblis akan bersemayam di dalamnya”

Sekarang aku paham betul; angin, udara, cawan, ataupun mahkota kumohon dengan sangat hentikan sejenak nafsu kalian, dan wahai nona manis kumohon dengarkan bisikanku ini; “ Aku maksudkan hari ini sebagai hari penghidupan mu yang telah mati, dimana kau bebas memelihara cinta dengan aturanmu.

Bukankah aku, kita telah searah menikmati biji – biji cinta yang kita temukan dipangkal jiwa kita; yang telah pasti aku tak mau abaikan semua aturan main tentang cinta yang kita temukan itu, jadi kumohon kau buka hati dan maafmu, robeklah selimut tebalmu bakarlah jaket mu, hingga aku bisa membalut lukamu dengan kebahagiaan abadi yang ‘kan kuciptakan selagi kau menangis, dan merawatnya dengan senyum yang kekal lagi menyirami seribu tangkai jiwamu “.

Mungkin Tuhan mengabulkan do’aku, keesokan harinya kehangatan kemudian memelukku karena mentari pagi memberikan senyum lebar padaku seakan kutukan itu telah binasa dari cermin kehidupanku, dan tiba – tiba depanku hadir seorang perempuan dengan gaun biru langit dan membawa sebuah kedamaian yang telah lama tak kurasa lagi, perempuan itu tak lain adalah nona manisku,

“ Aku sudah terima pesanmu!” bisik nya,
“ Sungguh?” aku terkejut dengan perkataannya,
“ Ya, aku mengerti sepenuhnya, aku ingin kita kembali...”
“ Kembali merangkai jalan hidup yang beralaskan cinta?” Aku memotong perkataannya,
“ Tepat, aku datang untuk mengemis engkau, untuk kembali merawat kebahagiaanku!”
“Cukup, tak usah mengemis! Aku akan berikan seluruhnya asalkan kau mau merayu tujuh matahari diatas untuk menjadi saksi kesejukan kita “

Bidadari langit pun menyajikan seribu cawan berisikan penawar luka dan anggur seribu warna, kemudian memasangkan mahkota permata surga, lalu menghembuskan angin kebahagiaan dan udara kehidupan cinta.

Februari 2006