TS
mini234
[ STOP DOGS FIGHTING ] [ STOP KILLING DOGS ] [ STOP EATING DOGS ]
!!! STOP ADU ANJING !!! STOP MEMBUNUH ANJING !!!
!!! STOP MEMAKAN DAGING ANJING !!!
!!! STOP MEMAKAN DAGING ANJING !!!
Quote:
Petisi Sri Sultan Hamengkubuwono X
Stop dan Ilegalkan Perdagangan Daging Anjing untuk Konsumsi di Indonesia
( Isi Petisi Disini )
Stop dan Ilegalkan Perdagangan Daging Anjing untuk Konsumsi di Indonesia
( Isi Petisi Disini )
Quote:
Quote:
Rules Thread
• Dengan ada nya thread ini semoga kita bisa menyadari bahwa Anjing adalah “Teman” Manusia Yang Paling Setia.
• Jika agan - agan melihat atau mempunyai pengalaman cerita tentang ini, mohon di posting.
• Harap menggunakan kata - kata yang sopan dan tidak memancing keributan.
• Dilarang keras memposting segala TRANSAKSI JUAL/BELI/BARTER/SEMI HIBAH/HIBAH.
• Mari kita saling merawat dan menyayangi Anjing.
Quote:
10 Pikiran Anjing Mu Di Rumah :
1. Tolong dengar aku bicara.
2. Bagaimanapun aku akan mendampingi mu.
3. Tolong bawa aku sering bermain.
4. Jangan lupa pada perasaanku.
5. Jangan pukul aku.
6. Kalau aku tidak mendengarkan mu, pasti ada alasan.
7. Kamu di sekolah atau di luar sana ada teman, tapi teman ku hanya kamu.
8. Ketika aku sudah tua, tolong jaga aku baik - baik.
9. Hidup ku sekitar 10 Tahun, jadi hargailah waktu kita.
10. JANGAN LUPA KAN SAAT AKU BERSAMA MU, AKU TIDAK AKAN MELUPAKAN MU SAAT KAMU BERSAMA KU KETIKA AKU MENINGGAL, AKU MINTA TOLONG PADA MU UNTUK BERADA DI SISI KU.
1. Tolong dengar aku bicara.
2. Bagaimanapun aku akan mendampingi mu.
3. Tolong bawa aku sering bermain.
4. Jangan lupa pada perasaanku.
5. Jangan pukul aku.
6. Kalau aku tidak mendengarkan mu, pasti ada alasan.
7. Kamu di sekolah atau di luar sana ada teman, tapi teman ku hanya kamu.
8. Ketika aku sudah tua, tolong jaga aku baik - baik.
9. Hidup ku sekitar 10 Tahun, jadi hargailah waktu kita.
10. JANGAN LUPA KAN SAAT AKU BERSAMA MU, AKU TIDAK AKAN MELUPAKAN MU SAAT KAMU BERSAMA KU KETIKA AKU MENINGGAL, AKU MINTA TOLONG PADA MU UNTUK BERADA DI SISI KU.
Spoiler for 10 Komitmen Pelihara Anjing :
1. Berjanji untuk memiliki hubungan relasi yang lama. Jangan berpikir untuk memiliki hubungan relasi yang singkat dengan Anjing. Mereka bisa berusia sampai di atas 10 Tahun.
2. Berjanji untuk selalu mempercayai Anjing Anda. Percaya lah, hal ini membuat nya senang.
3. Ingat lah, Anjing juga memiliki perasaan. Berjanji untuk selalu menghormati walau dia hanya lah se-ekor Anjing.
4. Ketika Anjing Anda nakal, pasti dia memiliki alasan. Berjanji lah untuk selalu mencari tahu mengapa mereka melakukan hal itu agar kita bisa memberi koreksi kepada nya.
5. Berjanji lah untuk selalu berbicara kepada nya walau dia tidak dapat berbicara tetapi dia mengerti apa yang Anda bicarakan. ANJING ADALAH PENDENGAR YANG BAIK.
6. Ingat lah sebelum Anda memukul Anjing Anda, dia memiliki gigi yang dapat di gunakan untuk membalas pukulan Anda tetapi dia memilih untuk tidak menggunakan nya.
7. Berjanji lah untuk tetap memelihara Anjing Anda. Walau dia sudah tua.
8. Berjanji lah untuk selalu menemani Anjing Anda. Dia tidak punya teman selain Anda.
9. Berjanji lah untuk selalu menghabiskan waktu Anda bersama nya karena Anjing hanya hidup sekitar 10 Tahun saja.
10. Berjanji lah untuk ada di sisi nya ketika Anjing Anda siap merenggang kan nyawa nya dan selalu ingat kalau dia selalu mencintai Anda sepanjang umur nya.
Spoiler for Jerat Hukum Penganiayaan Hewan Pasal 302 KUHP :
Jerat Hukum Penganiayaan Binatang Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) : Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya agar jelas kita menyimak terlebih dahulu bunyi Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan
1. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
2. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.”
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat (1) ialah kejahatan penganiayaan enteng pada binatang. Untuk itu harus dibuktikan bahwa:
Sub 1:
orang itu sengaja menyakiti, melukai, atau merusakkan kesehatan binatang
perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan
Sub 2:
sengaja tidak memberi makan atau minum kepada binatang
binatang itu sama sekali atau sebagian menjadi kepunyaan orang itu atau di dalam penjagaannya atau harus dipeliharanya
perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan
Soesilo juga menambahkan, perbuatan seperti memotong ekor dan kuping anjing supaya keliahatan bagus, mengebiri binatang dengan maksud baik yang tertentu, mengajar binatang dengan memakai daya upaya sedikit menyakiti pada binatang untuk circus, mempergunakan macam-macam binatang untuk percobaan dalam ilmu kedokteran (vivisectie) dsb. itu pada umumnya diizinkan (tidak dikenakan pasal ini), asal saja dilakukan dengan maksud yang patut atau tidak melewati batas yang diizinkan. Tentang hal ini bagi tiap-tiap perkara harus ditinjau sendiri-sendiri dan keputusan terletak kepada hakim. Namun jika perbuatan tersebut mengakibatkan hal-hal yang tersebut dalam ayat (2), maka kejahatan itu disebut “penganiayaan binatang” dan diancam hukuman lebih berat.
Dari penjelasan R. Soesilo tersebut, dapat kita ketahui bahwa hewan yang dimaksud dalam KUHP adalah hewan pada umumnya, dalam arti bukan hewan/satwa yang dilindungi oleh negara. Dalam cerita Anda, Anda tidak menjelaskan mengenai hewan apa yang dimaksud. Oleh karena itu, kami perlu membuat asumsi bahwa hewan tersebut bukanlah hewan yang dilindungi oleh negara seperti yang dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (“PP 7/1999”) beserta lampirannya.
Jika memang hewan tersebut bukan hewan yang dilindungi negara, maka pada dasarnya undang-undang di Indonesia mewajibkan setiap orang untuk melakukan pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan, demikian bunyi Pasal 66 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (“UU 18/2009”).
Berpedoman pada bunyi Pasal 66 ayat (2) UU 18/2009 itu, maka jika memang hewan tersebut adalah bukan hewan yang dilindungi oleh negara, Anda dapat memelihara hewan tersebut jika ia menderita stress atau sekarat seperti dalam cerita Anda. Jadi, Anda perlu melihat lagi apakah hewan tersebut merupakan satwa yang dilindungi atau tidak karena tidak semua orang dapat begitu saja mengambil alih dalam merawat atau memelihara satwa yang dilindungi tersebut. Selain itu, perlu diperhatikan pula bagaimana prosedur pengangkatan/adopsi hewan jika memang hewan yang mau Anda ambil alih pemeliharaannya itu adalah hewan milik orang lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menjawab pertanyaan Anda yang lainnya mengenai tindakan nyata dalam penerapan pasal ini, kita dapat melihat kasus yang terdapat pada Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 215K/Pid/2005. Dalam putusan ini disebutkan bahwa terdakwa menggantung dan mengikat kencang leher seekor sapi ke sebuah pohon coklat hingga sapi tersebut mati. Perbuatan terdakwa diancam sesuai Pasal 302 ayat (2) KUHP. Namun fakta yang terungkap di persidangan adalah perbuatan terdakwa diluar kemampuannya karena terdakwa adalah orang kurang waras sehingga tidak mampu berpikir secara baik sehingga Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tetapi oleh karena terdakwa adalah orang kurang waras, maka sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP tidak dapat dijatuhi pidana tetapi terdakwa dilepas dari tuntutan hukum (lebih lanjut mengenai penerapan Pasal 44 KUHP ini, Anda bisa menyimak artikel Apakah Seorang yang Gila Bisa Dipidana?)
Melihat kasus tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa penegakan hukum Pasal 302 KUHP dilaksanakan oleh penegak hukum. Jadi, hal ini kiranya cukup untuk menepis anggapan Anda bahwa Pasal 302 “hanya menjadi pelengkap saja di KUHP.” Pasal 302 KUHP bukanlah hanya sebagai pelengkap saja, melainkan juga merupakan pedoman dalam memperlakukan hewan secara wajar.
Terkait dengan pertanyaan Anda lainnya tentang apakah ada aturan di luar KUHP yang juga mengatur mengenai satwa, mengenai hal ini kita dapat melihat ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) UU 18/2009, yang berbunyi:
“Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.”
Kepentingan kesejahteraan hewan yang dimaksud dalam pasal tersebut salah satunya meliputi (lihat Pasal 66 ayat [2] huruf c UU 18/2009):
“Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;”
Dalam Penjelasan Pasal 66 ayat [2] huruf c UU 18/2009 disebutkan:
Yang dimaksud dengan “penganiayaan” adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi.
Yang dimaksud dengan “penyalahgunaan” adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan tersebut, misalnya pencabutan kuku kucing.
Peraturan lainnya mengenai perlakuan hewan secara wajar juga diatur lebih khusus dalam Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (“UU 95/2012”) yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang untuk :
a. menggunakan dan memanfaatkan Hewan di luar kemampuan kodratnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, keselamatan, atau menyebabkan kematian Hewan;
b. memberikan bahan pemacu atau perangsang fungsi kerja organ Hewan di luar batas fisiologis normal yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau menyebabkan kematian Hewan;
c. menerapkan bioteknologi modern untuk menghasilkan Hewan atau produk Hewan transgenik yang membahayakan kelestarian sumber daya Hewan, keselamatan dan ketenteraman bathin masyarakat, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup ;
d. memanfaatkan kekuatan fisik Hewan di luar batas kemampuannya; dan
e. memanfaatkan bagian tubuh atau organ Hewan untuk tujuan selain medis.”
Dari beberapa peraturan yang kami sebutkan di atas yang pada umumnya mengatur mengenai hewan yang tidak dilindungi oleh negara, ada pula peraturan yang secara khusus mengatur mengenai hewan/satwa yang dilindungi.
Peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (“UU 5/1990”). Pasal 1 angka 5 UU 5/1990 memberikan definisi mengenai satwa, yakni semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara.
Kemudian, Pasal 20 ayat (1) UU 5/1990 menggolongkan jenis satwa, yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi:
“Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.”
Mengenai larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”
Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) tersebut adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Demikian sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (2) UU 5/1990.
Sedangkan untuk dapat atau tidaknya Anda menuntut orang yang melakukan penganiayaan terhadap hewan, hal ini dapat saja dilakukan akan tetapi dalam bentuk pelaporan. Anda dapat melaporkan suatu tindak pidana penganiayaan terhadap hewan kepada kepolisian. Nantinya, pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang akan melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan (Pasal 84 ayat [2] huruf a UU 18/2009).
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Swasta.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan
Putusan:
Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 215K/Pid/2005
Referensi:
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor
SUMBER
“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan
1. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
2. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.”
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam ayat (1) ialah kejahatan penganiayaan enteng pada binatang. Untuk itu harus dibuktikan bahwa:
Sub 1:
orang itu sengaja menyakiti, melukai, atau merusakkan kesehatan binatang
perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan
Sub 2:
sengaja tidak memberi makan atau minum kepada binatang
binatang itu sama sekali atau sebagian menjadi kepunyaan orang itu atau di dalam penjagaannya atau harus dipeliharanya
perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan
Soesilo juga menambahkan, perbuatan seperti memotong ekor dan kuping anjing supaya keliahatan bagus, mengebiri binatang dengan maksud baik yang tertentu, mengajar binatang dengan memakai daya upaya sedikit menyakiti pada binatang untuk circus, mempergunakan macam-macam binatang untuk percobaan dalam ilmu kedokteran (vivisectie) dsb. itu pada umumnya diizinkan (tidak dikenakan pasal ini), asal saja dilakukan dengan maksud yang patut atau tidak melewati batas yang diizinkan. Tentang hal ini bagi tiap-tiap perkara harus ditinjau sendiri-sendiri dan keputusan terletak kepada hakim. Namun jika perbuatan tersebut mengakibatkan hal-hal yang tersebut dalam ayat (2), maka kejahatan itu disebut “penganiayaan binatang” dan diancam hukuman lebih berat.
Dari penjelasan R. Soesilo tersebut, dapat kita ketahui bahwa hewan yang dimaksud dalam KUHP adalah hewan pada umumnya, dalam arti bukan hewan/satwa yang dilindungi oleh negara. Dalam cerita Anda, Anda tidak menjelaskan mengenai hewan apa yang dimaksud. Oleh karena itu, kami perlu membuat asumsi bahwa hewan tersebut bukanlah hewan yang dilindungi oleh negara seperti yang dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (“PP 7/1999”) beserta lampirannya.
Jika memang hewan tersebut bukan hewan yang dilindungi negara, maka pada dasarnya undang-undang di Indonesia mewajibkan setiap orang untuk melakukan pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan, demikian bunyi Pasal 66 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (“UU 18/2009”).
Berpedoman pada bunyi Pasal 66 ayat (2) UU 18/2009 itu, maka jika memang hewan tersebut adalah bukan hewan yang dilindungi oleh negara, Anda dapat memelihara hewan tersebut jika ia menderita stress atau sekarat seperti dalam cerita Anda. Jadi, Anda perlu melihat lagi apakah hewan tersebut merupakan satwa yang dilindungi atau tidak karena tidak semua orang dapat begitu saja mengambil alih dalam merawat atau memelihara satwa yang dilindungi tersebut. Selain itu, perlu diperhatikan pula bagaimana prosedur pengangkatan/adopsi hewan jika memang hewan yang mau Anda ambil alih pemeliharaannya itu adalah hewan milik orang lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menjawab pertanyaan Anda yang lainnya mengenai tindakan nyata dalam penerapan pasal ini, kita dapat melihat kasus yang terdapat pada Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 215K/Pid/2005. Dalam putusan ini disebutkan bahwa terdakwa menggantung dan mengikat kencang leher seekor sapi ke sebuah pohon coklat hingga sapi tersebut mati. Perbuatan terdakwa diancam sesuai Pasal 302 ayat (2) KUHP. Namun fakta yang terungkap di persidangan adalah perbuatan terdakwa diluar kemampuannya karena terdakwa adalah orang kurang waras sehingga tidak mampu berpikir secara baik sehingga Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tetapi oleh karena terdakwa adalah orang kurang waras, maka sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP tidak dapat dijatuhi pidana tetapi terdakwa dilepas dari tuntutan hukum (lebih lanjut mengenai penerapan Pasal 44 KUHP ini, Anda bisa menyimak artikel Apakah Seorang yang Gila Bisa Dipidana?)
Melihat kasus tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa penegakan hukum Pasal 302 KUHP dilaksanakan oleh penegak hukum. Jadi, hal ini kiranya cukup untuk menepis anggapan Anda bahwa Pasal 302 “hanya menjadi pelengkap saja di KUHP.” Pasal 302 KUHP bukanlah hanya sebagai pelengkap saja, melainkan juga merupakan pedoman dalam memperlakukan hewan secara wajar.
Terkait dengan pertanyaan Anda lainnya tentang apakah ada aturan di luar KUHP yang juga mengatur mengenai satwa, mengenai hal ini kita dapat melihat ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) UU 18/2009, yang berbunyi:
“Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.”
Kepentingan kesejahteraan hewan yang dimaksud dalam pasal tersebut salah satunya meliputi (lihat Pasal 66 ayat [2] huruf c UU 18/2009):
“Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;”
Dalam Penjelasan Pasal 66 ayat [2] huruf c UU 18/2009 disebutkan:
Yang dimaksud dengan “penganiayaan” adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi.
Yang dimaksud dengan “penyalahgunaan” adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan tersebut, misalnya pencabutan kuku kucing.
Peraturan lainnya mengenai perlakuan hewan secara wajar juga diatur lebih khusus dalam Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (“UU 95/2012”) yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang untuk :
a. menggunakan dan memanfaatkan Hewan di luar kemampuan kodratnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, keselamatan, atau menyebabkan kematian Hewan;
b. memberikan bahan pemacu atau perangsang fungsi kerja organ Hewan di luar batas fisiologis normal yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau menyebabkan kematian Hewan;
c. menerapkan bioteknologi modern untuk menghasilkan Hewan atau produk Hewan transgenik yang membahayakan kelestarian sumber daya Hewan, keselamatan dan ketenteraman bathin masyarakat, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup ;
d. memanfaatkan kekuatan fisik Hewan di luar batas kemampuannya; dan
e. memanfaatkan bagian tubuh atau organ Hewan untuk tujuan selain medis.”
Dari beberapa peraturan yang kami sebutkan di atas yang pada umumnya mengatur mengenai hewan yang tidak dilindungi oleh negara, ada pula peraturan yang secara khusus mengatur mengenai hewan/satwa yang dilindungi.
Peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (“UU 5/1990”). Pasal 1 angka 5 UU 5/1990 memberikan definisi mengenai satwa, yakni semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara.
Kemudian, Pasal 20 ayat (1) UU 5/1990 menggolongkan jenis satwa, yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi:
“Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.”
Mengenai larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990 yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”
Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) tersebut adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Demikian sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (2) UU 5/1990.
Sedangkan untuk dapat atau tidaknya Anda menuntut orang yang melakukan penganiayaan terhadap hewan, hal ini dapat saja dilakukan akan tetapi dalam bentuk pelaporan. Anda dapat melaporkan suatu tindak pidana penganiayaan terhadap hewan kepada kepolisian. Nantinya, pejabat penyidik pegawai negeri sipil yang akan melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan (Pasal 84 ayat [2] huruf a UU 18/2009).
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Swasta.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan
Putusan:
Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 215K/Pid/2005
Referensi:
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor
SUMBER
Spoiler for Bahaya Mengkonsumsi Daging Anjing:
Mengkonsumsi daging memang mempunyai efek yang baik bagi tubuh karena daging mengandung protein yang menghasilkan energi untuk beraktifitas sehari hari, tetapi tidak semua daging aman dan sehat untuk dikonsumsi. Ada beberapa jenis daging yang berbahaya bagi tubuh manusia. Salah satunya daging anjing. Daging anjing biasanya dikonsumsi karena anggapan yang salah bahwa daging anjing bergizi dan bisa digunakan sebagai obat untuk menambah vitalitas pria dewasa. Mereka yang mengalami masalah impotensi berasumsi, daging anjing akan memberikan kehidupan seksual yang lebih baik.
Mengkonsumsi daging anjing dianggap berbahaya, banyak bukti yang menunjukan bahwa mengkonsumsi daging anjing dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti rabies, kolera, dan radang saluran tenggorokan. Rabies menualar tidak hanya lewat gigitan akan tetapi juga lewat makanan yang di dalamnya mengandung virus tersebut. Daging anjing adalah salah satu makanan yang di dalamnya sangat mungkin terdapat virus penyakit rabies. Daging anjing yang biasanya diperjual- belikan di pasar adalah daging anjing yang tidak di vaksin atau dari jenis anjing liar, hal ini tentu saja menambah risiko tertular penyakit yang ada pada daging anjing.
Selain berbahaya, praktik jual beli daging anjing sangatlah kejam. Setiap tahunnya di pulau Bali, kira-kira 100.000 ekor anjing dibunuh untuk dikonsumsi. Banyak dari penangkap anjing untuk ini menerapkan teknik yang kejam untuk menangkap dan mentransportasikan anjing-anjing tersebut. Biasanya anjing diikat lehernya, kemudian mulut mereka di ikat, lengan dan kakinya diikat erat bersamaan dan terkadang bagian tengah anjing tersebut juga diikat kemudian Anjing dilemparkan secara bersamaan keatas atap bis, ke dalam truk atau bahkan diseret dibelakang sepeda motor.Terkadang anjing diletakkan di karung beras dan dipukuli sampai mati. Kadang juga anjing diracun atau ditembak dengan senapan angin oleh penembak amatir. Kadang anjing juga diikat di pohon dan bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong. Betapa kejamnya perlakuan manusia terhadap sesame makhluk ciptaan Tuhan.
Advertaisment
Artikel tentang Bahaya mengkonsumsi daging anjing di dapat dari beberapa sumber yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu. Jika anda tidak yakin dengan artikel ini, Alangkah lebih baiknya silahkan konsultasikan dengan dokter kepercayaan anda bahaya akibat mengkonsumsi daging anjing bahaya makan daging anjing macam bahaya mengkonsumsi daging anjing.
SUMBER
Mengkonsumsi daging anjing dianggap berbahaya, banyak bukti yang menunjukan bahwa mengkonsumsi daging anjing dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti rabies, kolera, dan radang saluran tenggorokan. Rabies menualar tidak hanya lewat gigitan akan tetapi juga lewat makanan yang di dalamnya mengandung virus tersebut. Daging anjing adalah salah satu makanan yang di dalamnya sangat mungkin terdapat virus penyakit rabies. Daging anjing yang biasanya diperjual- belikan di pasar adalah daging anjing yang tidak di vaksin atau dari jenis anjing liar, hal ini tentu saja menambah risiko tertular penyakit yang ada pada daging anjing.
Selain berbahaya, praktik jual beli daging anjing sangatlah kejam. Setiap tahunnya di pulau Bali, kira-kira 100.000 ekor anjing dibunuh untuk dikonsumsi. Banyak dari penangkap anjing untuk ini menerapkan teknik yang kejam untuk menangkap dan mentransportasikan anjing-anjing tersebut. Biasanya anjing diikat lehernya, kemudian mulut mereka di ikat, lengan dan kakinya diikat erat bersamaan dan terkadang bagian tengah anjing tersebut juga diikat kemudian Anjing dilemparkan secara bersamaan keatas atap bis, ke dalam truk atau bahkan diseret dibelakang sepeda motor.Terkadang anjing diletakkan di karung beras dan dipukuli sampai mati. Kadang juga anjing diracun atau ditembak dengan senapan angin oleh penembak amatir. Kadang anjing juga diikat di pohon dan bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong. Betapa kejamnya perlakuan manusia terhadap sesame makhluk ciptaan Tuhan.
Advertaisment
Artikel tentang Bahaya mengkonsumsi daging anjing di dapat dari beberapa sumber yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu. Jika anda tidak yakin dengan artikel ini, Alangkah lebih baiknya silahkan konsultasikan dengan dokter kepercayaan anda bahaya akibat mengkonsumsi daging anjing bahaya makan daging anjing macam bahaya mengkonsumsi daging anjing.
SUMBER
Spoiler for Sahabat Manusia Berakhir di Meja Makan ( jangan di buka gan sedih liat nya ):
Spoiler for Sifat Mulia Yang Ada Pada Anjing:
Spoiler for We Love You Friends:
Diubah oleh mini234 09-08-2014 05:11
tata604 memberi reputasi
1
7.7K
Kutip
50
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Mamalia
3.2KThread•1.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru