Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pwsp1989Avatar border
TS
pwsp1989
Satinah, Kampanye, Dan Kesadaran Berbangsa
Beberapa hari terakhir, media massa banyak memberitakan tentang seorang TKW, bernama Satinah, asal Jawa Tengah, bekerja di Saudi Arabia yang terancam hukuman pancung. Ungkapan sedih, prihatin dan bahkan marah muncul dari mana-mana. Hukuman yang tidak biasa dijalankan di Indonesia menjadikan orang tidak mampu membayangkan penderitaan batin, rasa takut, sengsara dialami oleh Satinah. Seorang wanita pergi jauh ke negeri orang dengan maksud ingin merasakan kehidupan yang lebih baik, atau bahkan sekedar bisa menyambung hidup, ternyata justru petaka yang diperoleh

Kepergian seseorang ke negara lain, termasuk untuk mencari pekerjaan, tidak ada pihak-pihak yang menghalangi. Mencari penghidupan di mana saja adalah pilihan seseorang, tidak ada orang lain yang bisa melarang. Satinah memilih pergi ke Saudi Arabia. Mungkin yang perlu dipertanyakan adalah, mengapa sekedar menjadi pembantu rumah tangga saja harus ke Saudi Arabia. Bukankah Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang subur, dan juga disebut makmur. Jika demikian itu adanya, maka mengapa sekedar menyambung hidup saja harus hengkang hingga ke negeri yang sedemikian jauh dan beresiko itu.

Bisa saja sebutan makmur bagi Indonesia itu adalah bagi orang-orang yang sudah kaya, memiliki jabatan tinggi, pengusaha, pemilik tanah luas, dan sejenisnya, tetapi bukan yang dialami oleh kehidupan Satinah dan TKW lainnya. Umpama di negerinya sendiri, Satinah berhasil mendapatkan pekerjaan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan apalagi sudah kaya, maka tidak akan mungkin, ia meninggalkan tanah airnya sendiri, mencari sesuap nasi ke negeri orang yang jauh.

Satinah pergi ke luar negeri sekedar mencari sesuap nasi tidak sendirian, melainkan ratusan ribu wanita lainnya bernasip serupa. Pilihan itu diambil oleh karena di dalam negeri sendiri sudah kesulitan mendapatkan pekerjaan. Sekalipun para TKW itu disebut-sebut sebagai pahlawan devisa, kiranya tetap saja, sebutan itu tidak membanggakan. Sebutan itu hanya sekedar menghibur untuk membesarkan hati orang yang sebenarnya terbebani oleh keadaan yang memaksa dan bahkan menderita batin.

Umpama di negerinya sendiri ada peluang kerja yang penghasilannya sama atau apalagi lebih tinggi, kiranya Satinah dan ratusan ribu TKW tidak akan pergi meninggalkan tanah air kecintaannya, sekedar mencari sesuap nasi untuk menyambung hidup. Kepergian para TKW ke luar negeri, diakui atau tidak, oleh karena pemerintah masih gagal atau belum berhasil memberikan lapangan pekerjaan kepada rakyatnya, walaupun sekedar bergaji tingkat TKW. Memang aneh, negeri yang luas, kaya beraneka tambang, lahan pertanian, hutan, laut yang luas, dan berbagai sumber eknonomi lainnya ternyata belum mampu memberikan kemakmuran kepada rakyatnya.

Keadaan seperti itulah yang menjadikan banyak TKW ke luar negeri. Mereka harus menderita dan bahkan dihukum dengan hukuman yang tidak terbiasa di negerinya sendiri, oleh karena negeri ini belum berhasil memakmurkan rakyatnya secara menyeluruh. Kemakmuran masih terbatas dirasakan oleh sebagian, dan belum merata secara keseluruhan. Memang sudah ada orang-orang yang beruntung, dan bahkan berlebihan hingga menjadi milioner, tetapi sebaliknya masih banyak yang bernasib jembel. Kelompok terakhir ini, ternyata jumlahnya juga masih banyak, dan di antara mereka itulah sebenarnya yang harus hengkang dari negerinya mengadu nasib ke negeri orang lain.

Sebenarnya, persoalan TKW sudah gamblang, sehingga bisa diketahui oleh siapapun, termasuk oleh pemerintah sendiri. Sementara itu, yang belum jelas adalah cara mengatasi dan apalagi langkah-langkah pendek yang sekiranya bisa ditempuh untuk menyelesaikannya. Persoalan itu memang berat, sehingga tidak mudah mendapatkan jalan keluarnya. Namun apabila ada kemauan dan kesadaran bersama terhadap persoalan bangsa itu, maka kiranya tidak ada sesuatu yang tidak bisa diselesaikan. Mungkin tingkat kesadaran itu saja yang belum dimiliki bersama. TKW dianggap bukan masalah dan bahkan sebutannya saja dibagus-baguskan agar melegakan dengan istilah sebagai pahlawan devisa.

Beratnya persoalan itulah kiranya yang menyebabkan para calon anggota legislatif dan bahkan juga calon presiden tidak ada yang berani berkampanye, bahwa jika terpilih akan membuat program strategis, agar tidak ada lagi TKW ke luar negeri. Juga tidak ada caleg atau capres dalam kampanye, berani mengatakan bahwa boleh-boleh saja rakyat Indonesia pergi dan bekerja ke mana saja, asalkan bukan menjadi tenaga kerja dengan upah murahan. Bangsa ini bukan bangsa rendahan, bangsa babu, atau mengikuti sebutan Bung Karno, bukan sebagai bangsa tempe. Atau, tidak adanya keberanian berkampanye seperti disebutkan itu, hanya disebabkan oleh karena, belum adanya kesadaran bahwa bangsa ini adalah bangsa yang cerdas, cekatan, dan mampu menjadi bangsa yang unggul.

Maka, kesadaran bersama, yaitu meliputi dari kalangan pejabat, cendekiawan, tokoh agama, pengusaha, rakyat dan siapapun seluruh bangsa ini, itulah sebenarnya yang seharusnya ditumbuhkan. Boleh dikatakan bahwa selama ini, kesadaran berbangsa masih belum tumbuh. Berbagai penyimpangan, seperti korupsi, kolusi, dan korupsi, dan bahkan kejadian mengerikan menimpa Satinah, adalah petanda bahwa tingkat kesadaran itu masih lemah. Oleh karen itu, berita-berita menyedihkan terkait TKW, sebagaimana dialami Satinah pada saat ini, seharusnya dijadikan momentum untuk membangun kesadaran itu. Jika demikian, sekalipun dirasakan sakit yang mendalam, Satinah akan benar-benar menjadi pahlawan, bukan sekedar pahlawan devisa, -------sebutan penghibur itu, melainkan pahlawan kebangkitan kesadaran bangsa. Wallahu a’lam.
0
922
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.