Erin Ndun, pekerja asal Lasiana, Kota Kupang tak kuasa menahan air matanya, ketika mengisahkan penderitaan bersama teman-temannya saat bekerja di Medan, Sumatera Utara.
"Saya dicaci dan dimaki. Badan saya penuh dengan ludah majikan saat ia kesal dengan saya. Saya sering ditelanjangi dan disekap tanpa dikasih makan," ungkap Erin yang bersama 15 rekannya menjadi korban kekerasan majikan.
Erin mengungkapkan hal itu ketika bersama rekan-rekannya dan beberapa pendamping mendatangi Kantor Jaringan Indonesia Perempuan Timur (Jepit) Kupang, Rabu (12/3/2014) kemarin.
Erin bekerja di Medan sebagai pemburu sarang burung walet. Ia mengaku terus dipukuli saat salah menjalankan sesuatu yang diinginkan majikan.
"Saya harus lari dari semua ini. Sebelum saya jadi mayat seperti teman yang lain, saya diancam ketika bersuara. Kami hanya berada di tempat tersebut karena tidak diperbolekan untuk keluar," ujar Erin.
Ia mengaku sudah tidak kuat dan tahan lagi dengan perlakuan majikannya. Ia pun melompat dari gedung tempat ia bekerja dan berhasil melarikan diri. Dia tiba di Kupang dengan modal uang Rp 50 ribu.
"Tolong selamatkan mereka yang lain. Masih ada 16 TKI yang diperlakukan seperti saya. Kalau tidak cepat mereka akan susah," ujar Erin.
Paul Sinlaloe dari PIAR NTT, berharap, semua hak para pekerja ini diperjuangkan bersama. "Jangan abaikan hak-hak hukum dari korban. Mereka itu manusia bukan binatang dan semua warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama di muka hukum tanpa perbedaan atas status apapun," kata Paul.
Paul menjelaskan, kedatangan Aliansi Melawan Perdagangan Orang, beserta keluarga korban ke Jepit tersebut dengan tujuan ingin menanyakan informasi tentang keberadaan para buruh yang dipekerjakan di Medan.
"Setidaknya melalui pertemuan ini kita dapat berkoordinasi bersama melakukan penanganan karena faktanya selama ini pemerintah dinilai tidakserius. Seperti tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang sedang menimpa saudara kita di Medan ini," ujar Paul lagi.
Menurutnya, perlindungan terhadap buruh di tempat kerja itu harus dilakukan meskipun ia bukan warga asli tempat tersebut. Sebagai pekerja, kata Paul, mereka seharusnya dilindungi dalam permasalahan apapun tanpa kecuali.
Ia menambahkan, orangtua dari 16 korban penyekapan dan penganiyayaan buruh di Medan yang berasal dari Malaka, Kabupaten Kupang dan TTS dan TTU sudah tiba di Kupang sejak tanggal 3 Maret 2014.
SUMBER