Narasumber:
http://pesatnews.com/read/2013/09/02...rkan-saja-ojk-
Quote:
JAKARTA, PESATNEWS - Pengamat ekonomi politik The Institute for Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng, mengungkapkan pasca reformasi berbagai institusi lahir untuk mempreteli Bank Indonesia (BI). Salah satunya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Fungsi BI dipreteli, menjadi kewenangan OJK. Lembaga ini akan ditugaskan untuk melegalisasi seluruh praktek liberalisasi keuangan yang membahayakan. OJK harus dibubarkan dengan alas an,” tegas Salamuddin Daeng melalui BBM, Senin (2/9/2013).
Menurutnya, OJK adalah proyek IMF melalui Lette Of Intent (LOI) 2001 dalam rangka liberalisasi penuh sektor keuangan. “IMF tidak cukup puas dengan meliberalisasi BI, sehingga dibuatlah lembaga superbody agar modal internasional dapat mengontrol penuh sektor keuangan Indonesia,” ungkap Daeng.
Ia membeberkan, proses untuk menyukseskan UU No 21 tahun 2011 tentang OJK dirumuskan detailnya Techical Assistance (TA) oleh Asian Development Bank (ADB) sejak tahun 2001, 2002, dalam rangka memastikan kepentingan modal internasional masuk dalam UU OJK.
“OJK hendak menguasai sistem jaminan sosial Indonesia, Seperti Jamsostek, Askes, Asabri, Taspen, untuk disatukan dengan lembaaga keuangan lainnya, sebagai sumber dana investasi global. Melalui program Financial Governance and Social Security Reform (FGSSR) 2003 untuk mengintervensi sistem jaminan sosial agar berada dibawah OJK,” ungkapnya pula.
Daeng juga menilai,pembentukan OJK merupakan skenario World Bank dalam rangka mengontrol sistem keuangan nasional, dengan memberikan utang sebesar 600 juta US dolar melalui Development Policy Loan (DPL) tahun 2006.
“Tujuannya adalah untuk memecah, mengebiri Bank Indonesia (BI). Dengan demikian BI tidak lagi memiliki kontrol terhadap Bank dan lembaga keuangan,” papar Direktur IGJ.
Bahkan, lanjut Daeng, OJK menjadi alat bagi antek nekolim dalam rangka bagi bagi jabatan, merampok uang negara, untuk kepentingan pribadi dan golongan. “Melalui OJK antek nekolim akan memeras bank, lembaga keuangan non bank, memaksa mereka iuran, mengambil untung dari penempatan dana Jamsostek, dalam rangka menggaji para komisaris OJK. Tidak tanggung-tanggung gaji 9 komisionernya mencapai Rp 240 juta,” bongkarnya. [*]