“Negeri di Ujung Tanduk”, novel karya Tere Liye adalah suatu tulisan inspiratif yang mirip dengan kondisi bangsa Indonesia. Dalam novel tersebut diceritakan kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak, tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi. Disana para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan, tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.

Tentu saja pemimpin itu muncul karena hasil dari pesta demokrasi yang disebut pemilu, namun jalan keluar dari masalahtersebut juga bersumber dari pemilu itu sendiri. Artinya dalam pemilu itulah kita akan mempertaruhkan nasib bangsa ini kepada pemimpin terpilih, setidaknya selama 5 tahun kedepan.

Berbicara mengenai pemilu, di Indonesia pesta demokrasi tersebut akan dilaksanakan tahun ini. Pelaksanaan pemilu yang tinggal dalam hitungan hari terancam bermasalah, pasalnya banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh pihak penyelenggara maupun peserta pemilu 2014. Hal ini tercatat dalam hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) yang menghasilkan 10 rumusan permasalahan dalam pelaksanaan pemilu 2014, yakni Kandidat calon legislatif (caleg) tidak optimal karena terlalu fokus sosialisasi sosok atau figur ketimbang sosialisasi ideologi dan program kerja, model kampanye partai politik yang masih bertumpu pada politik visual dengan menjual figur, kecurigaan dan keraguan partai politik dan masyarakat terhadap netralitas KPU sebagai penyelenggara pemilu masyarakat pemilih, Daftar pemilih tetap (DPT) yang bermasalah, wacana dana saksi parpol yang berasal dari negara dinilai masyarakat tidak tepat sasaran, kecurigaan terhadap aparat keamanan yang membantu mengamankan surat suara dari tempat pemungutan suara (TPS) ke KPUD dan KPU Pusat, Badan Pengawas Pemilu yang dinilai tidak bisa netral sepenuhnya dalam mengawasi pemilu, politik uang (money politic), tabulasi suara KPU yang masih dicurigai tidak transparan, serta potensi terjadinya kekerasan politik di sejumlah daerah yang dipicu oleh adanya ikatan primordial yang masih kental. 10 potensi masalah tersebut jika terus dibiarkan akan berdampak besar pada pemilu 2014, yakni banyaknya angka golput, sebagaimana hasil survei yang dirilis oleh Yayasan Lembaga Riset dan Polling Indonesia (YLRPI) yang menyebutkan bahwa hanya 38,4% masyarakat yang akan menggunakan hak suaranya, 23,4% memilih golput, serta 37% menyatakan masih ragu. Besarnya angka ragu tersebut, jika tidak segera diyakinkan maka akan berpotensi meningkatkan angka golput hingga melebihi 50%. Jika angka golput sebesar itu, maka sudah tentu kepemimpinan pemimpin Indonesia dalam 5 tahun yang akan datang diragukan dan kebijakan yang dibuat akan menuai banyak protes dari masyarakat.

Permasalahan pemilu 2014 tidak hanya selesai sampai di situ, bencana alam yang menimpa Indonesia dalam beberapa waktu ini juga turut mengancam kesuksesan pemilu. Bencana banjir dan letusan gunung berapi yang mengakibatkan ribuan warga mengungsi dikhawatirkan akan mengurangi tingkat partisipasi masyarakat karena mereka cenderung akan memilih untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan mereka dibandingkan harus meluangkan waktu untuk melakukan pemungutan suara pemilu.

Pekerjaan rumah yang banyak tersebut harus segera diselesaikan mengingat pelaksanaan pemilu yang kurang dari dua bulan lagi. Adalah tugas pemerintah memberikan pendidikan politik bagi masyarakat Indonesia hingga ke seluruh penjuru nusantara tanpa terkecuali tentang pentingnya satu suara masyarakat dalam perubahan kebaikan bangsa. Namun, peran pemerintah tidak akan maksimal jika masyarakat tidak membuka mata dan bersifat kooperatif untuk menerima saran dari pemerintah. Untuk itu, semua kembali lagi ke kita sebagai individu yang bebas. Kita bebas menentukan hak kita untuk memilih atau tidak, namun dengan partisipasi kita memberikan suara dalam pemilu, maka kita turut serta dalam mempertaruhkan kemajuan bangsa ini.