Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pp6Avatar border
TS
pp6
[Video] kritikan adnan buyung nasution kepada KPK sangat membngun

Gan Video ini adalah wawancara Karni Ilyas terhadap Advokat senior Adnan buyung nasution
di video berdurasi 22 menit ini berisi pembelajaran bagi kit agar melek hukum
silakan dinikmati ya



KPK Jangan Anti Kritik


Kita patut mengacungkan jempol pada kinerja KPK RI jilid III, meski disana-sini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Kini, KPK sudah "terjerat" oleh jaring politik, baik itu oleh opini atau "memang" benar terperangkap. Langkah KPK sebagai lembaga hukum pun sudah mulai memainkan intrik-intrik opini layaknya politisi mempengaruhi opini publik. Haruskah dibiarkan?
Jika dibiarkan tentu menjadi tidak baik bagi penegakan hukum oleh KPK, juga tak baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Intrik-intrik yang dimainkan KPK dengan melemparkan pernyataan-pernyataan yang belum pasti, tentu merupakan sebuah langkah "mempengaruhi" opini publik. Ujung-ujungnya yang akan terjadi justru kegaduhan-kegaduhan dan berimplementasi kepada sikap saling tidak percaya. Tidak percaya hukum, tidak percaya kepada pemimpin pemerintahan dan pemerintah, tidak percaya kepada partai politik dan politisi dan lain-lain.

Posisi KPK yang sejajar bahkan "satu tingkat" diatas lembaga-lembaga hukum lainnya, tentu menjadi sorotan. Sorotan rakyat yang merasa kemiskinannya disebabkan oleh korupsi.

KPK lembaga "super body" dibidang penegakan korupsi, siapa pun orangnya, apa pun pangkat dan jabatannya, KPK berhak memeriksa dan menjebloskannya ke dalam penjara. Lalu siapa yang akan menindak oknum-oknum KPK bila ternyata melakukan tindak pidana korupsi? Apakah ada lembaga Komisi Pengawas dan Penindakan KPK? Tentu tidak ada, Ini yang menyebabkan KPK sangat kuat, bahkan sudah sampai kepada tahap "Show of Power".

Saya tertarik dengan hasil wawancara Karni Ilyas dengan Advokat Senior Adnan Buyung Nasution, kemarin malam 21 Januari 2013 yang disiarklan live pada acara Indonesian Lawyers Club di stasiun TV tunggangan Aburizal Bakrie, TVOne.

Menarik ketika Bang Buyung mengatakan penyidik dan pimpinan KPK telah semakin bersikap arogan, menggunakan cara-cara kekuasaan dalam melaksanakan tugasnya dengan "menabrak" KUHAP. Dan benar yang dikatakan Bang Buyung, KPK untuk menegakkan keadilan harus pula dibarengi dengan cara yang benar dengan tidak malah menabrak aturan dan hukum itu bukan untuk mencari-cari kesalahan seseorang.

Malah dengan nada tegas Bang Buyung mengatakan, "Jika KPK tetap seperti ini, Bubarkan KPK, atau lakukan bersih-bersih total orang-orang yang ada di KPK. Bentuk badan pengawas KPK, karena hari ini siapa yang mengawasi KPK?"

Tentu itu saya anggap sebagai kritik dan saran yang positif bagi KPK dan tidak perlu ditanggapi dengan emosi apalagi menjawabnya dengan mengalihkan topik konten wawancara tersebut seperti yang dilakukan Juru Bicara KPK Johan Budi. Johan Budi pun tak perlu terlalu membabi buta membela KPK, bahwa tahapan-tahapan yang dijalankan lembaga itu selalu benar hingga berbuntut "terpeleset lidah". Bila KPK selalu merasa benar, tidak mau menerima kritik dan tidak pernah merasa salah, maka saya "yakin" suatu saat KPK akan dilaknat. Dilaknat karena memproses seseorang dengan cara yang cacat hukum, dan bisa jadi telah menghukum orang yang tidak bersalah.

Mari kita mundur kebelakang, ketika Mantan penyidik KPK Komisaris Polisi Hendy F. Kurniawan yang mengecam mantan atasannya, Abraham Samad. Ketika itu Hendy menilai Abraham Samad tidak memiliki kompetensi dalam memimpin lembaga penegak hukum seperti KPK.

Dari Mabes Polri, Jakarta, Selasa 27 November 2012, Hendy menuturkan sudah sejak Maret Samad sudah berniat menggusurnya dari KPK. Dengan alasan, Hendy memprotes penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Miranda Goeltom yang menurutnya saat itu Abraham Samad tidak melalui mekanisme dan prosedur yang ada. Penyidik dan jaksa penuntut umum berkeyakinan tidak ada alat bukti dalam kasus itu dan sudah dituangkan dalam notulen setelah melalui beberapa gelar perkara bahwa memang tidak ada bukti. Namun ketika itu, Samad tetap mengungkapkan kepada publik bahwa Miranda berstatus sebagai tersangka.

Ternyata tak hanya pada Miranda, dalam kasus dugaan korupsi politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, Hendy pun menilai Samad melabrak prosedur. Menurut dia penetapan Angie sebagai tersangka juga tidak melalui prosedur yang seharusnya. Dikatakan Hendy, map yang dia acung-acungkan Samad saat memberikan keterangan Pers penetapan Anggie sebagai tersangka saat itu kosong alias tidak ada Sprindik-nya dan juga tidak melalui ekspose perkara.

Setelah itu, kita tidak tahui kepada siapa lagi cara-cara seperti itu diterapkan oleh KPK.

Lalu, saya teringat dengan kasus yang dijeratkan kepada Anas Urbaningrum. Tersangka yang diopinikan sebagai terdakwa/koruptor oleh publik, tapi kenapa bisa teropinikan seperti itu? Tentu ada yang melempar, ada yang menyambut dan ada yang menyundul. Hasil akhirnya, vonis dijatuhkan oleh publik sendiri. Dan target itu telah berhasil, tapi bolehkah seperti itu? Jawab di dalam hati kita masing-masing.

Semua kita yang suka membaca dan menonton berita pasti tahu persis bagaimana perjalanan kasus yang akhirnya melibatkan Anas. Mulai dari disebut-sebut sekian lama, lalu ditetapkan sebagai tersangka dan kini diasingkan didalam tahanan.

Saya hanya mau memulainya sejak dari pembocoran sprindik saja, karena sudah pernah saya rekontruksi di tulisan yang berjudul "Kasus Anas, Murni Hukum atau Murni Politik".

Dari kasus pembocoran sprindik Anas yang belakangan oleh Komite Etik KPK menetapkan kesalahn ke Abraham Samad dengan meminjam tangan Sekretaris Pribadinya Wiwin, saya jadi teringat dengan kasus penetapan Miranda Gultom sebagai tersangka. Seperti tertulis sebelumnya, penetapannya tidak melalui mekanisme dan prosedur. Bahkan dikatakan Hendy, pada beberapa kali gelar perkara, tidak ditemukan bukti keterlibatan Miranda. Namun Samad sudah umumkan ke publik soal status tersangka Miranda. Karena sudah dilemparkan ke publik, mau tidak mau harus dijadikan tersangka agar tidak gaduh.

Begitu dengan penetapan tersngka kepada Anggie. Pada saat konpers Samad dikatakan mengacung-acungkan map kosong yang didalamnya tidak ada sprindik Anggie.

Begitu lama Anas disebut-sebut oleh Nazaruddin, meski awalnya tidak disebut. Entah apa sebabnya, ketika dalam pelarian ke Singapore pasca beberapa tokoh diutus menemuinya, Nazar mulai menyebut Anas. Hampir satu tahun waktu berlalu, Samad terus melemparkan opini menyasar ke Anas bahwa siapa pun yang bersalah akan ditindak, tidak perduli dia adalah Ketua Umum Partai Demokrat. Kata-kata itu terus diulang-ulang Samad, dilempar ke media, di sundul pengamat dan disantap rakyat.

Sehari sebelum pembocoran sprindik, Samad umumkan ke media bahwa sprindik Anas sudah ada dan sudah disiapkan. Lalu sprindik Anas dibocorkan ke wartawan, dimuat ke media dan menjadi konsumsi publik. Pengamat dan politisi, menyundul-nyundul tiap ada kesempatan.

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, mengakui telah menandatangani draft sprindik Anas yang disodorkan kepadanya. Tapi dia kembali mencoretnya kembali setelah diketahui ternyata belum ada gelar perkara. Apa boleh buat, draft sprindik sudah bocor dan publik sudah tahu Anas jadi tersangka. Anas pun dijadikan tersangka, yang kini saya yakini karena untuk menghindari kegaduhan.

Semakin menarik, ketika Anas dan kuasa hukumnya Bang Buyung mempermasalahkan konten sprindik yang mencantumkan "... Proyek-proyek lainnya". Bang Buyung intruksikan anggota timnya untuk menanyakan maksud dari proyek-proyek lainnya itu yang diyakini telah melanggar KUHAP pasal 112, sampai kepada intruksi bungkam kepada Anas.

Apa jawaban fungsionaris KPK dan Jubir KPK Johan Budi, "Untuk mengetahuinya, silahkan AU memenuhi panggilan penyidik dan bisa dipertanyakan ke penyidik". Sampai Anas ditahan, penyidik tidak dapat menjelaskan apa-apa saja proyek-proyek lain seperti apa yang disangkakan ke Anas seperti yang ditulis di dalam sprindik.

Dari pembicaraan saya dengan tim pengacara Anas, pasca pemeriksaan beberapa hari yang lalu diakui bahwa Anas kini lebih kooperatif menjawab pertanyaan-pertanyaan penyidik. Lucu ketika Anas kembali menanyakan soal proyek-proyek lainnya. Penyidik menjawab, bahwa itu sudah hasil dari gelar perkara.

Geli saya mendengarkannya, bila memang sudah hasil dari gelar perkara, tentu sudah tahu pasti apa yang diperkarakan. Lalu kenapa ditulis "proyek-proyek lainnya", kenapa tidak disebutkan saja satu persatu perkara yang disangkakan ke Anas? Lalu kenapa penyidik pun tak dapat menyebutkan satu persatu meski dengan lisan ketika berhadapan dengan Anas dan tim pengacara, ada apa?

Mungkin itu yang dimaksud Bang Buyung, "Tangkap dulu, kesalahan dicari belakangan".

Dari kasus-kasus diatas, jelas sekali gaya bermain KPK Jilid III. Gaduh di publik, lempar opini ke publik, makin gaduh, lalu paksakan jadi tersangka agar tidak makin gaduh.

Layaknya sebagai etika, penegak hukum itu tidak boleh informasikan ke publik sebelum proses penyelidikan belum tuntas dan tetap. Bila disampaikan sebelum tuntas, tentu itu masih dikatakan sebagai opini. Nah, ini dilakukan oleh Samad.

Jika begitu, sangat wajar bila akhirnya sebagian publik menyangkakan bahwa KPK bekerja dan menindak sesuai dengan pesanan. Meski itu belum tentu kebenarannya.

Kritikan-kritikan kepada KPK hanya semata-mata ingin menjadikan lembaga tersebut kokoh berdiri tanpa ada sangkaan-sangkaan yang negatif, yang akhirnya merusak kepercayaan publik kepada lembaga tersebut. "Tetap Independen, Hemat bicara, Jangan Umbar Janji, Melangkah Sesuai Aturan/UU dan Bekerjalah Dalam Sunyi." itu kalimat penutup dari saya. Salam!
Diubah oleh pp6 23-01-2014 02:24
0
1.7K
8
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Lounge Pictures
Lounge PicturesKASKUS Official
69KThread11.1KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.