Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

martian_manAvatar border
TS
martian_man
PAMAN ROB...
Aku mempunyai seorang paman. Namanya Robert (keturunan Belanda), tetapi aku lebih suka memanggilnya Paman Rob. Dia tinggal di negeri Belanda bersama seorang istri dan dua anaknya. Sebenarnya aku tidak begitu mengenal paman Rob. Seperti halnya paman-pamanku yang lain, aku hanya mengenalnya sepintas lalu saja. Tetapi kunjungannya yang singkat membuatku semakin mengenal pribadinya dan siapa dia yang sebenarnya.
Orangnya lumayan tinggi, bule tentunya (rambut ‘en kumis), kurus, persis seperti orang-orang kompeni jaman perjuangan dulu, suaranya menggelegar ketika berbicara.

Paman Rob orangnya periang, selalu ramah, selalu tertawa dan walaupun dia asli ‘Wong Londo’, tetapi paman Rob sangat fasih berbahasa Indonesia. Dia juga fasih berbahasa Jerman dan Perancis. (Bahasa jawanya juga lumayan loh)
Sekitar tiga tahun yang lalu, Paman Rob berkunjung sendiri ke Indonesia. Katanya ingin jalan-jalan dan berekreasi untuk menghilangkan stress. Biasanya orang-orang asing kalau berlibur ke Indonesia, pasti pergi ke Bali atau Lombok ataupun ke tempat-tempat rekreasi yang lain. Tetapi Paman Rob tidak. Selama di sini (di Bogor), hampir setiap hari dia pergi ke Pasar Bogor, atau ke Jalan Surya Kencana, Pasar Anyar, pokoknya ke tempat-tempat yang tidak biasa dikunjungi oleh turis-turis bule pada umumnya. Dalam satu hari dia bisa bolak balik ke pasar sampai tiga atau empat kali. Seperti contohnya pada waktu Paman Rob sedang mencari tas tangan yang cocok untuk ibuku, sampai keliling Pasar Bogor untuk menemukan tas yang cocok. Paman Rob itu memang benar-benar hebat, dia bisa menawar harga sampai hampir setengah dari yang ditawarkan. Bahkan karena seringnya berjalan-jalan, sampai-sampai ada satu supir angkot (angkutan kota/umum) yang menjadi akrab dengannya. Kalau kebetulan dia naik angkotnya si supir ini maka gratis, enggak usah bayar. (Wah ! Aku juga mau tuh !)

Paman Rob juga sangat ahli dalam soal masak-memasak. Benar-benar koki jempolan dia. Tiap hari menunya selalu ganti, selama dia disini kami sekeluarga serasa makan di restoran saja dan masakannya yang paling lezat adalah ‘Spaghetti ala Rob” (makanan Italia). Setiap hari di meja makan selalu tersedia makanan yang enak-enak. Tetapi jeleknya dia itu malas mencuci piring, Bik Ni sampai mencak-mencak dibuatnya karena sekali masak saja piring-piring kotornya bejibun. Sebenarnya Paman Rob pernah mempunyai restoran masakan Indonesia di negeri asalnya, tetapi dasar sial ia ditipu oleh pengurus keuangannya dan hampir semua uangnya dibawa kabur. Sehingga restoran kebanggaannya terpaksa dijual. Bakat memasaknya itu turun ke kedua anaknya, yang satu juga jago masak sedangkan yang satunya lagi jago makan.

Satu lagi kelebihan dari paman Rob adalah rasa humornya yang sangat tinggi, kukatakan sangat tinggi karena memang begitu kenyataannya. Paman Rob mempunyai segudang cerita-cerita yang lucunya minta ampun, bisa sampai terpingkal-pingkal kami sekeluarga dibuatnya. Kalau ada Paman Rob, suasana rumah kami selalu penuh dengan tawa (heran kenapa enggak jadi pelawak saja dia). Ceritanya bermacam-macam, pokoknya Paman Rob tidak pernah kehabisan cerita. Ada yang tentang dia bersama anaknya menari Bali di depan para penonton di restorannya dulu, karena penari Bali yang sebenarnya berhalangan. Akhir Paman Rob dan anaknya yang turun tangan atau tepatnya turun panggung, “Penontonnya toh tidak ada yang orang Indonesia.” katanya. Juga pada waktu dia menyamar sebagai perempuan dengan memakai gaun istrinya untuk mempermainkan teman-temannya. Atau ketika ia bertemu dengan ibu-ibu tua waktu ia ke Indonesia beberapa tahun sebelumnya, ibu itu pada waktu berjalan melewati paman Rob sambil membungkuk (maksudnya supaya sopan), eh dengan lugunya paman Rob mengira bahwa ibu itu akan pingsan maka dengan sigap langsung saja ia gendong itu Ibu, edan! Marah-marah langsung si Ibu. (Mending kalo yang gendong cowok cakep) Bahkan waktu sedang berjalan-jalan di sekitar komplek perumahanku, ada anak orang asing yang lewat langsung saja dia teriak “He ! Bule, bule !”(Dasar edan, emangnya dia sendiri enggak bule). Yang lebih lucu lagi, ternyata Paman Rob juga latah. Kalau kaget enggak tanggung-tanggung langsung teriak “Eh..konci.....konci mati !!” (Enggak tahu maksudnya apa). Kadang-kadang tingkahnya juga seperti anak kecil. Paman Rob sering ‘ngerjain’ orang lain, terutama ibuku dan Bik Ni.
Yah, tetapi dibalik dari semua kelebihannya itu Paman Rob juga menyimpan kepedihan yang sangat mendalam dan mempunyai masa lalu yang sangat kelam. Tidak ada yang akan mengira bahwa Paman Rob adalah seorang pengidap virus HIV, ya! Pamanku itu terkena penyakit AIDS. Sudah bertahun-tahun penyakit itu bersarang di tubuhnya. Masa lalunya memang penuh dengan obat-obat terlarang dan hura-hura. Sebenarnya Paman Rob yang dulu bukanlah seperti Paman Rob yang sekarang. Paman Rob yang dulu adalah seorang pecandu narkotik, pemarah, arogan dan keras sifatnya. Tetapi penyakit itu telah mengubah seluruh hidupnya. Sekarang, dia sudah tidak lagi kecanduan, sifatnya sudah berubah seratus delapan puluh derajat dan semakin mendekatkan diri dengan Tuhan, Paman Rob adalah seorang penganut agama Katholik yang taat sekarang. Dalam kunjungannya yang singkat ini, dia masih menyempatkan diri mampir ke Gereja Kathedral untuk menyalakan lilin berharap bahwa jiwanya akan diampuni bila saatnya telah tiba. Paman Rob telah menjadi manusia yang baru. Walaupun penyakit tersebut terus menggerogoti tubuhnya, tetapi tidak jiwanya. Dia ingin melewati sisa hidupnya dengan berbuat kebaikan dan membahagiakan keluarganya serta semua orang yang dikenalnya. Semangat hidup yang ditunjukkannya benar-benar tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia sedang sekarat.
Meskipun begitu, tetap saja ada teman-teman yang enggan untuk mengenalnya atau tepatnya tidak mau mengenalnya lagi. Kadang-kadang Paman Rob sedih dan menangis dibuatnya, mendapat perlakuan yang seperti itu dari orang-orang yang sebenarnya sudah mengenalnya hampir seumur hidup, menjauhinya, menganggap dirinya sebagai suatu makhluk yang mengerikan. Satu-persatu sahabat pergi meninggalkannya. Bahkan yang paling memilukan adalah ketika kami sekeluarga dan Paman Rob menghadiri pesta perkimpoian seorang kerabat. Di situ juga hadir beberapa teman lama Paman Rob tetapi mereka pura-pura tidak mengenalnya, untuk berjabat tangan saja enggan. Tetapi Paman Rob tidak pernah mendendam atau marah, dia menerima keadaan itu dengan ikhlas. Tidak pernah ia putus asa atau menyerah pada keadaan. Makin hari semangatnya semakin menggebu-gebu dan terus berjuang untuk tetap hidup. Paman Rob tidak pernah minta dikasihani, dia hanya minta untuk ditemani. Menjadi sahabatnya, memperlakukannya tiada beda dengan orang lain. Sekalipun tidak pernah kudengar Paman Rob mengeluh, dia berusaha untuk tetap ceria dan senang selalu. Terkadang aku merasa menyesal karena seringkali mengeluh kalau sedang menghadapi suatu masalah. Ternyata bila dibandingkan dengan penderitaan yang dialami oleh Paman Rob benar-benar tiada duanya.
Setelah Paman Rob pulang ke negeri Belanda. Terasa ada sesuatu yang hilang. Tiada lagi terdengar suara tawanya yang menggelegar, lelucon-leluconnya yang sangat lucu, dan juga tak ketinggalan masakan-masakannya yang bertaraf restoran itu. Suasana di rumah kami menjadi sepi sejak kepulangannya.

Sering kami mendengar kabar mengenai Paman Rob, bahwa kondisinya semakin parah sehingga ia harus bolak balik masuk rumah sakit. Sudah beberapa kali ia dalam keadaan koma, tetapi kemudian siuman kembali. Semangat berjuangnya untuk tetap hidup benar-benar gigih. Walaupun rambutnya sudah rontok semua dan tubuhnya hanya tinggal tulang terbungkus kulit, tetapi dia terus mencoba untuk tetap sadar. Tak terbayangkan seberapa besar penderitaan yang ia alami.

Hari ini kudengar bahwa Paman Rob telah meninggal, dan jenazahnya akan dikremasi. Akhirnya, semua penderitaannya lepas sudah. Kenangan-kenangan yang ditinggalkan oleh Paman Rob tidak akan pernah terlupakan. Sosok Paman Rob yang sangat kucintai itu telah memberiku satu pelajaran ; Bahwa sebagaimana pun beratnya penderitaan yang dialami, hadapilah dengan ikhlas, tenang dan penuh keceriaan. Maka penderitaan itu tidak akan sia-sia. Paman Rob telah berhasil mengatasi cobaan yang terbesar dalam kehidupan seorang manusia. Bagi seseorang yang telah divonis mati, setiap detik dalam kehidupannya sangat berharga sekali bagi Paman Rob dan ia berusaha untuk mengisi waktu yang hanya sedikit ini dengan bertobat, berusaha untuk kembali ke jalan yang benar, berusaha untuk memperbaiki hidupnya. Sebenarnya dapat saja Paman Rob memilih untuk tetap menjalani kehidupan masa lalunya yang suram itu, tetapi tidak. Dia memutuskan untuk mengambil pilihan yang lain, suatu pilihan yang sulit dan penuh dengan cobaan dan dia telah berhasil melewati semuanya.

Dedicated to uncle Rob (1955 - 1997)
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1K
0
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.9KAnggota
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.