AntiLiberalNews – Berpuasa dari makan dan minum, mungkin sangat mudah untuk kita lakukan. Apalagi di Bulan Ramadhan. Tapi, pernahkah Anda mencoba untuk berpuasa gadget, dengan tidak menggunakan perangkat digital apapun selama sehari? Mungkin akan sangat sulit dilakukan.
Perangkat digital, semacam ponsel cerdas, komputer tablet, hingga laptop; telah menjadi perangkat wajib bagi aktivitas manusia sehari-hari. Mulai anak kecil, remaja, sampai orang tua. Dari sekedar main game, menonton video, hingga untuk keperluan pekerjaan dan bisnis penting.
Nah, ketergantungan terhadap perangkat digital ini ternyata dapat memunculkan gangguan perkembangan otak. Para ahli menyebutnya sebagai demensia digital, atau kepikunan digital. Gejala ini membuat penderitanya menjadi sangat tergantung dengan gadget dan alat elektronik, hingga tak mampu mengingat hal-hal detail seperti nomor ponselnya sendiri.
Fenomena ini diungkap oleh seorang ahli dari Korea Selatan, dokter Byun Gi-Won. Byun Gi-Won, dokter di Balance Brain Centre, Seoul, mengatakan kepada Koran lokal, JoongAng Daily, “Penggunaan ponsel pintar dan perangkat games secara berlebihan terbukti mengganggu perkembangan otak sehingga menjadi tidak seimbang, karena pada pengguna teknologi berat, otak kirinyalah yang lebih berkembang, sedangkan otak kanannya jadi jarang digunakan dan makin terbelakang.”
Karena selalu terbantu dengan teknologi digital, otak semakin jarang diasah dan akhirnya muncul gejala digital demensia ini.
Otak kanan berperan penting dalam menentukan kemampuan konsentrasi seseorang, dan jika tidak berkembang dengan baik maka kondisi ini akan mempengaruhi atensi dan kemampuan memorinya. Bahkan 15 persen kasus demensia dini disebabkan oleh otak kanan yang tidak berkembang.
Demensia digital ini rawan dialami oleh remaja dan anak muda berusia 10-19 tahun yang menggunakan smartphone mereka lebih dari tujuh jam setiap hari. Mengingat pada usia tersebut otak mereka masih dalam tahap perkembangan. Selain kurang bisa berkonsentrasi dan daya ingat menurun, penderita ‘demensia digital’ remaja juga dilaporkan mengalami keterbelakangan emosional.
Kecanduan terhadap perangkat digital sebenarnya bisa dicegah dengan membatasi penggunaannya. Misalnya, lebih memilih membaca buku cetak daripada buku digital, mencari referensi dari buku atau catatan daripada langsung mengakses google, membuka kamus untuk mengurangi ketergantungan terhadap google translate, dan sebagainya. Penting juga untuk mengurangi interaksi anak dan remaja dengan perangkat digital, dengan mengarahkan mereka pada permainan fisik atau membaca.