- Beranda
- The Lounge
Puasa dan Latihan Jiwa
...
TS
Zahin
Puasa dan Latihan Jiwa
Quote:
Setiap kali bertemu dengan kawan, kita perhatikan bahwa ada tradisi yang menurut saya menarik. Ada kebiasaan untuk bersalaman. Walaupun tanpa terucapkan, biasanya bersalaman itu bukan hanya sebagai ungkapan greetingtapi juga ada kesediaan diri untuk membuka diri menjalin silaturahmi. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu, ini menjadi ungkapan untuk saling memaafkan.
Sifat memaafkan atau menjadi pemaaf adalah sifat Tuhan. Manusia yang dalam dirinya memiliki dua unsur sifat, yaitu insani dan ilahi, maka memaafkan adalah salah satu bentuk sifat ilahiyah yang mengejawantah dalam diri manusia. Banyak sekali ayat-ayat Alquran maupun hadis yang memuji sikap pemaaf.
Secara psikologis, saling memaafkan itu sehat dan menyehatkan. Yang mendapatkan keuntungan pertama dari sikap memaafkan adalah pihak yang memaafkan, bukan yang dimaafkan. Karena ketika seseorang memaafkan orang yang pernah menyakitinya, maka seketika itu juga beban emosinya berkurang. Dengan memaafkan, akan muncul rasa lega dan lapang dada.
Kebencian itu seperti penyakit yang akan menggerogoti jiwa seseorang. Menyimpannya sama dengan menyimpan penyakit, dan menyimpannya tentu saja suatu tindakan yang bodoh dan konyol. Jadi, kalau ingin sehat, jadilah pribadi pemaaf. Jangan biarkan berlama-lama dendam dan kebencian bersemayam di hati. Jangan segan-segan mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf serta saling
Di Indonesia tradisi maaf-memaafkan secara massal telah dilembagakan dalam acara hari raya lebaran. Yang muda berkunjung pada saudara atau pun tetangga yang lebih tua. Ini tradisi yang sangat bagus yang mesti dilestarikan dari generasi ke generasi. Pesta lebaran tidak saja peristiwa sosial budaya, namun juga peristiwa spiritual sebagai acara tasyakuran sehabis menunaikan ibadah puasa. Semestinya pada saat lebaran ini jiwa kita sudah siap untuk membuka hati untuk memaafkan setelah digembleng selama satu bulan lamanya.
Selain itu, puasa juga seyogyanya menjadi media untuk melatih dan menggembleng agar jiwa kita bukan hanya menjadi pemaaf, tapi juga jujur untuk mengakui kekeliruan yang dilakukan terhadap orang lain. Karena ketika berpuasa, hanya Tuhanlah yang tahu apakah seseorang berpuasa dengan baik atau tidak. Dia bisa saja bersembunyi makan atau minum atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa dari sesama, tapi tidak dari Tuhan.
Puasa mengetes sejauhmana kejujuran kita terhadap diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Sikap jujur ini merupakan modal penting dalam kehidupan kita baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Bahkan kesuksesan seseorang dalam mambawakan peran-peran tersebut sangat tergantung dari apakah dia jujur atau tidak. Lihatlah buktinya, sehebat apapun karir seseorang, sekali saja dia melanggar etika kejujurannya dengan korupsi atau pelanggaran yang lain, maka akan jatuhlah dia.
Puasa maupun lebaran sesungguhnya terkandung pesan dan perbaikan sosial. Antara lain untuk menumbuhkan dan mewujudkan solidaritas sosial sebagaimana diisyaratkan oleh pertintah zakat fitrah. Inti dan semangat zakat adalah menutupi jurang perbedaan kelas, sehingga tidak menimbulkan kerawanan sosial. Jika tujuan sosial ini tercapai maka berarti ibadah seseorang telah berfungsi dalam kehidupan riil sehari-hari.
Dalam kaitan itu kita bisa mengajukan sebuah pertanyaan pada orang-orang kota yang secara ekonomis telah sukses dan mereka pada waktu lebaran pulang mudik: adalah mereka membawa berkah atau fitnah pada orang desa? Kalau pulang malah ternyata menimbulkan iri hati dan kecemburuan sosial, berarti lebaran telah menimbulkan fitnah berupa keresahan psikologi bagi orang-orang kampung.
Oleh karena itu, barangkali bagi orang yang pulang kampung, kapanpun waktunya, bertingkahlah bijaksana dan simpatik, sehingga peristiwa lebaran itu benar-benar membawa berkat, menimbulkan keakraban hati antara sesama sanak-famili maupun kawan lama yang sudah sekian bulan atau tahun tidak berjumpa. Inilah arti silaturahmi, yaitu silah berarti tali penghubung atau pengikat, rahmi artinya kasih sayang yang tulus. Nah, peristiwa lebaran mestinya juga merupakan media penghubung dan bertatap muka secara fisik dan sekaligus antara hati sanubari yang dalam dan tulus.
Dalam istilah agama lebaran disebut Idul Fitri. Yaitu suatu doa, cita dan harapan bahwa mereka yang telah selesai menunaikan ibadah puasa, dan kemudian saling maaf memaafkan, maka suasana psikologis mereka menjadi bersih, ikhlas dan lugas bagaikan bayi. Betapa indahnya perilaku bayi. Apapun yang dilakukan serba indah dan alami. Orang tua tak akan marah meskipun sang bayi kencing sewaktu dipondong.
Mengapa begitu? Salah satu sebabnya adalah hati sang bayi terbebas dari rasa benci. Hatinya tulus dan segala perbuatannya serba lugas. Sementara pihak orang tuapun begitu. Mereka selalu bersikap mencintai dan pemaaf kepada bayinya. Dan ketika bayi semakin besar, kalaupun orang tuanya kadang kala marah, itu bukan karena benci, tetapi karena cintanya yang diwujudan dalam bentuk marah untuk mendidik anak.
Alangkah indahnya kalau saja dalam lingkungan keluarga dan pergaulan kita selalu terjalin hubungan cinta kasih yang tulus, yang satu selalu siap memaafkan yang lain. Pribadi yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh cinta kasih biasanya akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat. Dan memaafkan itu merupakan cerminan kebesaran jiwa seseorang dan sekaligus mendatangkan kebahagiaan bagi kedua belah pihak.
Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sumber
Sifat memaafkan atau menjadi pemaaf adalah sifat Tuhan. Manusia yang dalam dirinya memiliki dua unsur sifat, yaitu insani dan ilahi, maka memaafkan adalah salah satu bentuk sifat ilahiyah yang mengejawantah dalam diri manusia. Banyak sekali ayat-ayat Alquran maupun hadis yang memuji sikap pemaaf.
Secara psikologis, saling memaafkan itu sehat dan menyehatkan. Yang mendapatkan keuntungan pertama dari sikap memaafkan adalah pihak yang memaafkan, bukan yang dimaafkan. Karena ketika seseorang memaafkan orang yang pernah menyakitinya, maka seketika itu juga beban emosinya berkurang. Dengan memaafkan, akan muncul rasa lega dan lapang dada.
Kebencian itu seperti penyakit yang akan menggerogoti jiwa seseorang. Menyimpannya sama dengan menyimpan penyakit, dan menyimpannya tentu saja suatu tindakan yang bodoh dan konyol. Jadi, kalau ingin sehat, jadilah pribadi pemaaf. Jangan biarkan berlama-lama dendam dan kebencian bersemayam di hati. Jangan segan-segan mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf serta saling
Di Indonesia tradisi maaf-memaafkan secara massal telah dilembagakan dalam acara hari raya lebaran. Yang muda berkunjung pada saudara atau pun tetangga yang lebih tua. Ini tradisi yang sangat bagus yang mesti dilestarikan dari generasi ke generasi. Pesta lebaran tidak saja peristiwa sosial budaya, namun juga peristiwa spiritual sebagai acara tasyakuran sehabis menunaikan ibadah puasa. Semestinya pada saat lebaran ini jiwa kita sudah siap untuk membuka hati untuk memaafkan setelah digembleng selama satu bulan lamanya.
Selain itu, puasa juga seyogyanya menjadi media untuk melatih dan menggembleng agar jiwa kita bukan hanya menjadi pemaaf, tapi juga jujur untuk mengakui kekeliruan yang dilakukan terhadap orang lain. Karena ketika berpuasa, hanya Tuhanlah yang tahu apakah seseorang berpuasa dengan baik atau tidak. Dia bisa saja bersembunyi makan atau minum atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa dari sesama, tapi tidak dari Tuhan.
Puasa mengetes sejauhmana kejujuran kita terhadap diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Sikap jujur ini merupakan modal penting dalam kehidupan kita baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Bahkan kesuksesan seseorang dalam mambawakan peran-peran tersebut sangat tergantung dari apakah dia jujur atau tidak. Lihatlah buktinya, sehebat apapun karir seseorang, sekali saja dia melanggar etika kejujurannya dengan korupsi atau pelanggaran yang lain, maka akan jatuhlah dia.
Puasa maupun lebaran sesungguhnya terkandung pesan dan perbaikan sosial. Antara lain untuk menumbuhkan dan mewujudkan solidaritas sosial sebagaimana diisyaratkan oleh pertintah zakat fitrah. Inti dan semangat zakat adalah menutupi jurang perbedaan kelas, sehingga tidak menimbulkan kerawanan sosial. Jika tujuan sosial ini tercapai maka berarti ibadah seseorang telah berfungsi dalam kehidupan riil sehari-hari.
Dalam kaitan itu kita bisa mengajukan sebuah pertanyaan pada orang-orang kota yang secara ekonomis telah sukses dan mereka pada waktu lebaran pulang mudik: adalah mereka membawa berkah atau fitnah pada orang desa? Kalau pulang malah ternyata menimbulkan iri hati dan kecemburuan sosial, berarti lebaran telah menimbulkan fitnah berupa keresahan psikologi bagi orang-orang kampung.
Oleh karena itu, barangkali bagi orang yang pulang kampung, kapanpun waktunya, bertingkahlah bijaksana dan simpatik, sehingga peristiwa lebaran itu benar-benar membawa berkat, menimbulkan keakraban hati antara sesama sanak-famili maupun kawan lama yang sudah sekian bulan atau tahun tidak berjumpa. Inilah arti silaturahmi, yaitu silah berarti tali penghubung atau pengikat, rahmi artinya kasih sayang yang tulus. Nah, peristiwa lebaran mestinya juga merupakan media penghubung dan bertatap muka secara fisik dan sekaligus antara hati sanubari yang dalam dan tulus.
Dalam istilah agama lebaran disebut Idul Fitri. Yaitu suatu doa, cita dan harapan bahwa mereka yang telah selesai menunaikan ibadah puasa, dan kemudian saling maaf memaafkan, maka suasana psikologis mereka menjadi bersih, ikhlas dan lugas bagaikan bayi. Betapa indahnya perilaku bayi. Apapun yang dilakukan serba indah dan alami. Orang tua tak akan marah meskipun sang bayi kencing sewaktu dipondong.
Mengapa begitu? Salah satu sebabnya adalah hati sang bayi terbebas dari rasa benci. Hatinya tulus dan segala perbuatannya serba lugas. Sementara pihak orang tuapun begitu. Mereka selalu bersikap mencintai dan pemaaf kepada bayinya. Dan ketika bayi semakin besar, kalaupun orang tuanya kadang kala marah, itu bukan karena benci, tetapi karena cintanya yang diwujudan dalam bentuk marah untuk mendidik anak.
Alangkah indahnya kalau saja dalam lingkungan keluarga dan pergaulan kita selalu terjalin hubungan cinta kasih yang tulus, yang satu selalu siap memaafkan yang lain. Pribadi yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh cinta kasih biasanya akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat. Dan memaafkan itu merupakan cerminan kebesaran jiwa seseorang dan sekaligus mendatangkan kebahagiaan bagi kedua belah pihak.
Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sumber
0
1.4K
Kutip
10
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru