- Beranda
- The Lounge
Benarkah Tifatul Sembiring Berseberangan dengan DPP PKS?
...
TS
doank0303
Benarkah Tifatul Sembiring Berseberangan dengan DPP PKS?
Spoiler for :
Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan partainya mendukung penuh kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), lihat Tifatul: PKS Dukung Kenaikan Harga BBM. Sikap Tifatul ini kemudian dipertajam lagi dengan pernyataan sudah didukung oleh Majelis Syuro dalam link Presiden PKS Melawan Majelis Syuro soal Harga BBM. Atas sikap Mantan Presiden PKS ini banyak pakar politik menyimpulkan bahwa telah terjadi friksi dalam tubuh PKS, lihat Sikapi Rencana Kenaikan Harga BBM, Petinggi PKS Mulai Goyah. Namun secara tegas pendapat pakar politik tsb dibantah oleh Tifatul sendiri dengan mengatakan bahwasanya pihaknya tidak pernah berbeda sikap dengan SBY.
Pernyataan Tifatul ini tentu menimbulkan pertanyaan bagi pulik, sikap pihak yang mana yang disampaikan oleh Tifatul tsb ?. Bukankah sejauh ini sikap DPP PKS tetap menentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersusidi ?. Bukankah ini artinya ada 2 sikap dari pihak PKS yang saling bertolak belakang ?. Pertanyaan-pertanyaan ini seakan membuat bingung banyak pihak. Tidak salah kalau kemudian ada pakar politik yang menyimpulkan bahwa telah terjadi friksi didalam tubuh PKS.
Tetapi apakah memang demikian sesungguhnya yang terjadi ?. Apakah memang telah terjadi friksi diantara petinggi PKS ?. Jawabannya sesungguhnya sangatlah sederhana. Tifatul (Majelis Syuro) dengan DPP PKS (Anis Matta) tidak sedang dalam posisi berbeda pendapat (friksi), tetapi justru kedua pihak sedang memainkan perannya masing-masing yang saling bersinergi.
Apa latar belakang Tifatul sehingga berani menyatakan sikap mendukung rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ?. Tidak lain adalah butir 2 kesepakatan koalisi sebagaimana tercantum di bawah ini :
Butir 2
Keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh Presiden, (yang dalam hal ini dibantu oleh Wakil Presiden) menyangkut kebijakan-kebijakan politik yang strategis dan posisi-posisi politik yang penting, setelah mempertimbangkan pandangan dan rekomendasi pimpinan partai koalisi pada rapat yang dipimpin oleh Ketua Setgab, wajib didukung dan diimplementasikan baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di DPR. Menteri-menteri dari parpol koalisi adalah merupakan perwakilan resmi parpol koalisi, karena itu wajib menjelaskan dan mensosialisasikan segala kebijakan maupun keputusan yang telah ditetapkan oleh Presiden kepada partainya.
Butir 2 kesepakatan koalisi inilah yang mendasari sikap Tifatul mendukung rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Dengan demikian posisinya sebagai Menteri menjadi aman. Tidak ada alasan bagi SBY untuk memberhentikan dirinya sebagai Menteri terkait dengan sikap DPP PKS yang menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tsb..
Lalu bagaimana sikap DPP PKS yang bertentangan dengan sikap Tifatul Sembiring ?. Mardani Ali Sera sebagai Humas DPP PKS sudah menyatakan bahwa antara sikap DPP PKS dengan posisi kader PKS sebagai Menteri didalam Kabinet adalah dua domain yang berbeda. Karena domain yang berbeda maka sikap yang kemudian ditunjukkan menjadi berbeda bukanlah menjadi masalah yang harus dikait-kaitan satu sama lain. Demikian kira-kira kesimpulan yang ingin disampaikan oleh Mardani. Lebih jauh Mardani Ali Sera menegaskan “Monggo silahkan kalau SBY mau memberhentikan Menteri dari PKS, PKS dapat menerimanya dengan lapang dada”. Artinya PKS menyerahkan sepenuhnya kepada SBY apakah Menteri yang berasal dari PKS mau diberhentikan atau tidak ?. Nah, jadi bagaimana SBY mau memberhentikan Tifatul (dan juga Suswono), wong kedua Menteri ini jauh-jauh hari sudah menyatakan sikap mendukung SBY ?.
Sementara itu DPP PKS tetap memainkan perannya menentang rencana pemerintah menaikkan BBM bersubsidi di satu sisi, sementara di sisi yang lain tetap mempertahankan 3 Menterinya di Kabinet, ini tidak lain dikarenakan tidak ada keharusan bagi DPP PKS untuk menarik Menterinya dari Kabinet, sekalipun berbeda pendapat dengan Setgab Koalisi. Butir 5 yang mengatur soal kesepakatan koalisi telah memberikan ruang bagi PKS untuk bersikap seperti itu.
Butir 5
Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik.
Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet.
Kata/kalimat yang dipertebal secara jelas menyatakan bahwa Parpol yang tidak sepakat dalam koalisi boleh saja tidak keluar dari koalisi. Oleh karena itu PKS tetap akan berada di koalisi kecuali SBY sendiri yang kemudian mengeluarkan PKS (dari koalisi).
Dari uraian di atas kesimpulannya adalah Tifatul Sembiring (Majelis Syuro) mendukung sikap SBY, sementara itu DPP PKS menentang SBY. Dengan kata lain seakan-akan antara Tifatul (Majelis Syuro) dengan DPP PKS masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan sikapnya masing-masing yang saling bertentangan. Apakah Tifatul Sembiring sedang berseberangan dengan DPP PKS ?. Apakah kesimpulan pakar politik bahwa telah terjadi friksi didalam tubuh PKS ?. Jawabannya adalah TIDAK. Yang lebih mungkin terjadi adalah antara DPP PKS dan Majelis Syuro sedang memainkan perannya masing-masing untuk mengambil keuntungan maksimal yang bisa diperoleh untuk kepentingan mereka sendiri dengan saling bersinergi mengunci posisi SBY.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah SBY menjadi terkunci dan diibaratkan seperti memakan buah simalakama atas strategi yang sedang diterapkan PKS itu ?. Jawabannya juga adalah TIDAK. Bukanlah SBY kalau untuk urusan “permainan” kecil seperti ini sudah membuatnya takluk. Ingat, kesepakatan koalisi sengaja dirancang abu-abu (oleh SBY) agar Parpol peserta koalisi yang berseberangan dengan pemerintah jika ingin “main-main’ bisa terperangkap didalamnya.
Saat ini kedua pihak sedang “bermain” dengan politik. “Secantik apa permainan” PKS, “sesantun apa permainan” SBY ?. Diakhir nanti bisa jadi tinggal siapa memakan siapa atau tidak ada siapa memakan siapa. Itulah politik, sarat dengan kepentingan.
Pernyataan Tifatul ini tentu menimbulkan pertanyaan bagi pulik, sikap pihak yang mana yang disampaikan oleh Tifatul tsb ?. Bukankah sejauh ini sikap DPP PKS tetap menentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersusidi ?. Bukankah ini artinya ada 2 sikap dari pihak PKS yang saling bertolak belakang ?. Pertanyaan-pertanyaan ini seakan membuat bingung banyak pihak. Tidak salah kalau kemudian ada pakar politik yang menyimpulkan bahwa telah terjadi friksi didalam tubuh PKS.
Tetapi apakah memang demikian sesungguhnya yang terjadi ?. Apakah memang telah terjadi friksi diantara petinggi PKS ?. Jawabannya sesungguhnya sangatlah sederhana. Tifatul (Majelis Syuro) dengan DPP PKS (Anis Matta) tidak sedang dalam posisi berbeda pendapat (friksi), tetapi justru kedua pihak sedang memainkan perannya masing-masing yang saling bersinergi.
Apa latar belakang Tifatul sehingga berani menyatakan sikap mendukung rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ?. Tidak lain adalah butir 2 kesepakatan koalisi sebagaimana tercantum di bawah ini :
Butir 2
Keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh Presiden, (yang dalam hal ini dibantu oleh Wakil Presiden) menyangkut kebijakan-kebijakan politik yang strategis dan posisi-posisi politik yang penting, setelah mempertimbangkan pandangan dan rekomendasi pimpinan partai koalisi pada rapat yang dipimpin oleh Ketua Setgab, wajib didukung dan diimplementasikan baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di DPR. Menteri-menteri dari parpol koalisi adalah merupakan perwakilan resmi parpol koalisi, karena itu wajib menjelaskan dan mensosialisasikan segala kebijakan maupun keputusan yang telah ditetapkan oleh Presiden kepada partainya.
Butir 2 kesepakatan koalisi inilah yang mendasari sikap Tifatul mendukung rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Dengan demikian posisinya sebagai Menteri menjadi aman. Tidak ada alasan bagi SBY untuk memberhentikan dirinya sebagai Menteri terkait dengan sikap DPP PKS yang menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tsb..
Lalu bagaimana sikap DPP PKS yang bertentangan dengan sikap Tifatul Sembiring ?. Mardani Ali Sera sebagai Humas DPP PKS sudah menyatakan bahwa antara sikap DPP PKS dengan posisi kader PKS sebagai Menteri didalam Kabinet adalah dua domain yang berbeda. Karena domain yang berbeda maka sikap yang kemudian ditunjukkan menjadi berbeda bukanlah menjadi masalah yang harus dikait-kaitan satu sama lain. Demikian kira-kira kesimpulan yang ingin disampaikan oleh Mardani. Lebih jauh Mardani Ali Sera menegaskan “Monggo silahkan kalau SBY mau memberhentikan Menteri dari PKS, PKS dapat menerimanya dengan lapang dada”. Artinya PKS menyerahkan sepenuhnya kepada SBY apakah Menteri yang berasal dari PKS mau diberhentikan atau tidak ?. Nah, jadi bagaimana SBY mau memberhentikan Tifatul (dan juga Suswono), wong kedua Menteri ini jauh-jauh hari sudah menyatakan sikap mendukung SBY ?.
Sementara itu DPP PKS tetap memainkan perannya menentang rencana pemerintah menaikkan BBM bersubsidi di satu sisi, sementara di sisi yang lain tetap mempertahankan 3 Menterinya di Kabinet, ini tidak lain dikarenakan tidak ada keharusan bagi DPP PKS untuk menarik Menterinya dari Kabinet, sekalipun berbeda pendapat dengan Setgab Koalisi. Butir 5 yang mengatur soal kesepakatan koalisi telah memberikan ruang bagi PKS untuk bersikap seperti itu.
Butir 5
Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik.
Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam kabinet.
Kata/kalimat yang dipertebal secara jelas menyatakan bahwa Parpol yang tidak sepakat dalam koalisi boleh saja tidak keluar dari koalisi. Oleh karena itu PKS tetap akan berada di koalisi kecuali SBY sendiri yang kemudian mengeluarkan PKS (dari koalisi).
Dari uraian di atas kesimpulannya adalah Tifatul Sembiring (Majelis Syuro) mendukung sikap SBY, sementara itu DPP PKS menentang SBY. Dengan kata lain seakan-akan antara Tifatul (Majelis Syuro) dengan DPP PKS masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan sikapnya masing-masing yang saling bertentangan. Apakah Tifatul Sembiring sedang berseberangan dengan DPP PKS ?. Apakah kesimpulan pakar politik bahwa telah terjadi friksi didalam tubuh PKS ?. Jawabannya adalah TIDAK. Yang lebih mungkin terjadi adalah antara DPP PKS dan Majelis Syuro sedang memainkan perannya masing-masing untuk mengambil keuntungan maksimal yang bisa diperoleh untuk kepentingan mereka sendiri dengan saling bersinergi mengunci posisi SBY.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah SBY menjadi terkunci dan diibaratkan seperti memakan buah simalakama atas strategi yang sedang diterapkan PKS itu ?. Jawabannya juga adalah TIDAK. Bukanlah SBY kalau untuk urusan “permainan” kecil seperti ini sudah membuatnya takluk. Ingat, kesepakatan koalisi sengaja dirancang abu-abu (oleh SBY) agar Parpol peserta koalisi yang berseberangan dengan pemerintah jika ingin “main-main’ bisa terperangkap didalamnya.
Saat ini kedua pihak sedang “bermain” dengan politik. “Secantik apa permainan” PKS, “sesantun apa permainan” SBY ?. Diakhir nanti bisa jadi tinggal siapa memakan siapa atau tidak ada siapa memakan siapa. Itulah politik, sarat dengan kepentingan.
Sumber
0
656
Kutip
0
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.3KThread•83.9KAnggota
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru