- Beranda
- The Lounge
Season Review: Serie A dalam 9 Kisah Pendek
...
TS
BlackHirang
Season Review: Serie A dalam 9 Kisah Pendek
Jakarta - Juventus kembali jadi juara! Ya, setelah 10 bulan Serie A bergulir, "Si Nyonya Tua" kembali menegaskan kehebatannya dengan kembali merebut gelar scudetto.
Tidak lagi invincibles, memang, karena Juventus menderita 5 kekalahan, namun, prestasinya di liga lokal dan Liga Champions (tak terkalahkan sampai perempat final) seakan jadi bukti bahwa Juventus telah benar-benar bangkit.
Tapi tentu tak adil jika hanya berbicara mengenai Juventus saat melakukan kilas balik SerieA di musim 2012/2013. Banyak kisah lainnya yang menarik untuk diingat para pecinta Lega Calcio. Berikut 9 di antaranya:
Dalam artikelnya, Simon Kuper pernah mendeskripsikan Totti sebagai pemain yang memiliki 6 kaki. Ini dikarenakan Totti bisa menggunakan bagian dalam, luar, serta tumit kedua kaki dengan sama baiknya.
Saat bermain melawan Atalanta pada Oktober 2012, Totti seakan menegaskan pemikiran Kuper ini dengan melakukan passing tumit (backheel) ke-1.000-nya. Ya, bukan, 100, 200, atau 500, tapi 1.000. Ini berarti dalam 24 tahun ia berseragam AS Roma, Totti rata-rata melakukan lebih dari 40 passing backheel setiap musim. Sebagai seorang fantasisti, yang dituntut untuk memiliki imajinasi tak terbatas untuk "menipu" musuh dalam membongkar pertahanan, kemahiran melakukan backheel ini tentu jadi senjata tajam bagi penyerang berusia 36 tahun tersebut.
Bagi Totti, musim 2012/2013 sendiri seakan jadi musim pembuktian karirenya belum habis. Di bawah Zdenek Zeman, Totti yang ditempatkan sebagai penyerang kiri dalam formasi 4-3-3 seakan menemukan kembali forma terbaiknya. Selain menggenapkan backheel-nya jadi 1000, Totti juga mencetak 12 assist dan 12 gol di musim ini dan jadi pemain terbaik AS Roma.
Tak ada yang menyangsikan bahwa Maurizio Zamparini adalah sosok eksentrik. Pemilik klub Palermo ini semenjak mengambil alih klub di tahun 2002 telah memecat pelatih hingga 22 kali! Di klub sebelumnya, Venezia, Zamparini pun pernah mempekerjakan 17 pelatih dalam rentang waktu yang hampir sama. Seakan menyadari kecanduannya dalam memutus kontrak pelatih, Zamparini juga pernah mendeklarasikan dirinya sebagai "mangiallenatori" atau "pemakan manager".
Di musim 2012/2013, Zamparini meneruskan aksinya dengan mempekerjakan 4 pelatih berbeda. Bahkan Gian Piero Gasperini sempat dua kali dikontrak di musim ini, yaitu pada September 2012 -- Februari 2013 serta Maret 2013.
Namun, apa lacur. Aksi menggonta-ganti pelatih ini membuat suasana ruang ganti tak stabil dan staf klub selalu khawatir akan menjadi korban keganasan Zamparini selanjutnya. Lewat kekalahan 0-1 dari Fiorentina pada 11 Mei 2013, klub yang pernah jadi rumah bagi bintang seperti Cavani, Pastore, Miccoli, dan Amauri ini pun resmi terdegradasi ke Serie B. Padahal, baru musim lalu Zamparini menyatakan tekadnya untuk membawa Palermo mendapatkan satu jatah ke Liga Champions pada 2016.
Bukanlah Zamparini bila ia tak meneruskan sepak terjangnya. Di pekan ini sudah berhembus rumor bahwa pelatih saat ini akan dilepas dan digantikan oleh legenda AC Milan, Genarro Gattuso
Salah satu kabar baik yang datang dari Serie A di musim ini adalah kemunculan Vicenzo Montella sebagai pelatih muda berbakat selanjutnya. Di bawah tangan dinginnya, Fiorentina berhasil dibawa ke peringkat empat, setelah musim sebelumnya terpuruk di posisi 13.
Namun prestasinya tak berhenti sampai di tabel klasemen saja. Dengan visinya, Montella sukses menyulap Fiorentina jadi salah satu tim yang memainkan sepakbola cantik di Italia. Bahkan, musim ini mereka hanya gagal mencetak gol di 4 pertandingan saja. Raihan ini sama dengan yang dilakukan sang scudetto, Juventus.
Oleh presiden klub Fiorentina, Montella sempat diminta untuk membentuk tim yang bermain atraktif untuk mengembalikan para penonton ke stadion. Salah satu cara yang kemudian ia lakukan adalah membentuk trio lini tengah yang terdiri atas tiga playmaker: Borja Valero – David Pizzaro – Alberto Aquilani.
Ya, tidak seperti klub kebanyakan, Fiorentina memang tak memainkan satu gelandang bertahan khusus. Ketiga jendral yang ditempatkan di tengah lebih bersifat skillfull serta fasih memberikan umpan-umpan akurat atau men-dribble, ketimbang melakukan tekel. Bahkan, ketiganya juga dikenal sebagai pemain tengah yang memang jarang diberikan tugas bertahan. Dengan cara ini, Fiorentina mampu menguasai bola dan menciptakan peluang sebanyak mungkin.
"Awalnya saya berpikir bahwa menempatkan sebanyak mungkin pemain yang pintar mengolah bola adalah cara terbaik untuk menarik penonton ke stadion. Tapi, 9 bulan kemudian, saya juga yakin ini juga adalah cara terbaik untuk mendapatkan hasil," ujar Montella menanggapi strateginya itu.
Melanjutkan dominasinya di musim lalu, Juventus kembali merebut gelar scudetto di musim ini. Raihan ini sendiri terlihat impresif karena sang allenatore, Antonio Conte, terpaksa absen mendampingi timnya di pinggir lapangan selama 4 bulan.
Ini dikarenakan Conte harus menjalani hukuman karena terbukti bersalah melakukan "omessa denuncia", atau tidak melaporkan adanya percobaan pengaturan pertandingan saat ia masih menangani Siena. Total 122 hari dihabiskan Conte dengan menyaksikan timnya bertanding dari kursi penonton. Saking rindunya memberikan instruksi bagi Juventus, ia bahkan sempat bercanda bahwa istrinya akan memasang kursi pelatih di rumah.
Namun ini bukan berarti Conte sama sekali tak terlibat dalam keseharian "Si Nyonya Tua". Ia masih boleh menyiapkan latihan atau bahkan meracik taktik menjelang pertandingan. Hanya saja, kala tim memasuki stadion, ia harus dipisahkan dari anak-anak asuhnya.
Sebagai pengganti dirinya saat adanya pertandingan, Conte lalu menunjuk Massimo Carera kemudian Angelo Alessio, sebagai caretaker. Akan tetapi, tetap saja suasana di ruang ganti tak bisa sama. Menurut Gigi Buffon, saat adanya Conte, maka pemain tidak mungkin bermain dengan konsensentrasi setengah-setengah. Mereka akan siap memberikan effort 100% demi kostum yang sedang dikenakannya
Selama tiga tahun membela klub asal Naples ini, Cavani telah merobek jala gawang musuh sebanyak 78 kali di liga lokal. Dalam kurun waktu yang sama, Napoli telah mencetak 198 gol, yang berarti Cavani telah menyumbang sekitar 39,3% gol klubnya. Sumbangsih pada klub ini hanya bisa dikalahkan oleh Antonio Di Natale, yang telah menyarangkan 40,65% gol Udinese.
Di musim ini Cavani berhasil mencetak 29 gol dan menjadi top skorer di Serie A. Ia mengantarkan Napoli ke peringkat 2 untuk mendapatkan satu tiket Liga Champions tanpa harus melalui babak kualifikasi.
Namun, total gol ini bukan hanya satu-satunya data yang menunjukkan kehebatan pemain yang juga jadi pencetak gol lewat kepala terbanyak di Italia. Sepanjang sejarah Serie A, baru Cavani-lah yang pernah mencetak hat-trick ke gawang tiga klub terbesar di Italia: Juventus, AC Milan, Inter Milan. Bahkan, 2 klub asal ibu kota Italia, Lazio dan AS Roma pun pernah merasakan dibobol tiga kali dalam satu laga oleh penyerang asal Uruguay ini.
Keputusan besar kini harus diambil si raja hat-trick ini. Dengan adanya Rafael Benitez, pelatih yang terkenal mumpuni di kompetisi Eropa, Napoli tentu punya peluang untuk melangkah lebih jauh di Liga Champions. Apakah Cavani akan jadi bagian dari perjalanan ini? Ataukah ia akan mencoba peruntungannya di liga lain? Menarik untuk ditunggu.
Kepulangan Balotelli ke Serie A ditandai dengan dua hal: kembalinya striker timnas Italia ini ke performa terbaiknya, serta Balotelli yang kembali menghadapi ujian berat berupa ejekan rasisme dari suporter lawan. Ya, di musim ini permasalahan rasisme memang seakan mencuat kembali seiring dengan memburuknya perekonomian Italia dan gesekan sosial yang semakin kentara. Dua kasus, di antara banyak kasus rasisme lainnya, yang mencerminkan masalah ini menimpa dua punggawa AC Milan: Kevin-Prince Boateng dan Mario Balotelli.
Peristiwa pertama terjadi saat Milan menghadapi klub Pro Patria dalam laga persahabatan. Boateng, yang mendengar chant bernada rasisme dari pendukung tuan rumah, kemudian menendang bola ke arah penonton dan melakukan aksi keluar dari lapangan. Rekan-rekan setimnya pun mengikuti aksinya ini sehingga pertandingan dibatalkan. Atas tindakannya dalam menghadapi aksi rasisme ini, Boateng mendapatkan pujian hampir dari seluruh Eropa. Ia juga diundang oleh PBB untuk berbicara mengenai aksi menolak rasisme di hadapan delegasi dari puluhan negara.
Namun, di kisah kedua, Balotelli tidak seberuntung Boateng. Pemain yang semenjak belia sering menerima ejekan karena warna kulitnya itu tidak bisa dengan mudah meninggalkan lapangan, karena Milan sedang melawan AS Roma dalam laga resmi. Apalagi kala itu Milan sedang mengejar peringkat untuk memastikan satu tiket ke kompetisi Eropa. Keluar dari lapangan, berarti memberikan keuntungan bagi musuh dan para suporter yang mengejeknya.
Sesudah pertandingan, presiden Asosiasi Wasit Italia pun secara tegas menyatakan bahwa jika Balotelli melakukan aksi keluar lapangan dalam pertandingan resmi, maka secara langsung ia akan diganjar kartu merah.
Melalui akun twitter-nya, Balotelli pun memprotes hal ini: "Peraturan mengenai (chant) rasis 'huuuu' (catatan: sering dinyanyikan oleh suporter di Italia, menyerupai suara monyet) ini harus diganti. Tidak manusiawi jika rekan setim saya harus bermain dengan 10 orang jika saya protes. Ubah ini! Saya tidak setuju".
Bagi penggemar SerieA, melihat Inter Milan yang tidak dikapteni oleh seorang Javier Zanetti tentu jadi hal asing. Semenjak 1995, pemain asal Argentina ini telah berseragam Inter Milan sebanyak 603 kali dan bermain di lebih dari 90% pertandingan yang dilakoni Inter. Di Serie A, rekor penampilan terbanyak Zanetti hanya kalah dari pemain legendaris lainnya asal kota Milan: Paolo Maldini (647 kali).
Namun apa boleh buat. Saat menjalani pertandingan melawan Palermo, Zanetti yang telah bertanding di 33 dari 34 laga Inter di musim 2012/2013 ini harus ditarik keluar di menit ke-17. Ia menderita cedera otot achilles tendon dan harus dirawat minimal selama enam bulan.
Cederanya Zanetti ini juga seakan memperburuk musim yang sedang dialami oleh suporter Inter. Meski� sempat jadi tim yang mengalahkan Juventus pertama kalinya, dan digadang-gadang sebagai kandidat scudetto, Inter harus terpuruk di posisi-9 klasemen akhir. Jatuhnya prestasi klub yang musim lalu menduduki peringkat 6 ini sempat diwarnai badai cedera yang menimpa lebih dari 8 pemainnya.
Namun, jika suporter Inter merasa frustasi, maka setidaknya terhiburlah oleh ucapan sang kapten, Zanetti. Ditanya oleh wartawan mengenai cederanya, ia menjawab dengan nada optimistis: "setelah menjalani sedemikian banyak kilometer, (saat ini) saya hanya perlu mengganti ban saja".
Jika Zanetti mengakhiri musim di luar lapangan hijau, veteran Serie A lainnya, Antonio Di Natale, justru menyudahi musim 2012/2013 dengan aplaus dari fans Inter Milan di San Siro. Ini dikarenakan ia berhasil mencetak gol voli indah dari area pinggir kiri kotak penalti dan membantu Udinese menang 5-2 di Milan. Gol ini juga jadi gol ke-23 pemain yang akrab dipanggil Toto itu. Ia jadi pemain yang mencetak lebih dari 20 gol di tiap musimnya dalam 4 musim terakhir.
Dikenal sebagai late bloomer, prestasi Toto ini terasa cukup impresif mengingat usianya yang telah menginjak 35 tahun. Musim ini juga jadi musim ketiga Toto harus menjalani latihan terpisah dari rekan setimnya untuk menjaga kondisi tubuh dan lututnya. Pelatih Udinese, Francesco Guidolin, pun hanya sesekali saja memainkan Toto di Europe League karena ia sudah tak sanggup untuk bermain 3 kali dalam seminggu.
Tapi cerita tentang keberhasilan Toto ini tak hanya sampai di level individual. Berkat gol-golnya, Udinese kembali mampu duduk di peringkat ke-5 dan mendapatkan satu tiket ke kompetisi Eropa. Padahal di musim ini Udinese telah ditinggalkan banyak bintangnya seperti Samir Handanovic, Isla, dan Kwado Asamoah. Meski sempat terseok-seok di awal musim, mereka berhasil mencatatkan hasil impresif di bulan April-Mei dengan mencatatkan 8 kemenangan beruntun. Mereka juga berhasil menyingkirkan tim besar semacam Lazio, AS Roma, dan Inter Milan, untuk meraih satu jatah terakhir ke Europe League.
Raihan mengesankan di akhir musim tak hanya diraih oleh Udinese, namun juga AC Milan. Sempat menduduki peringkat 15 di pekan keempat, perlahan-lahan tim asuhan Massimo Allegri ini naik peringkat hingga akhirnya mendapatkan satu jatah ke Liga Champions. Bahkan di paruh kedua musim, Milan hanya menderita satu kali kekalahan, yaitu dari sang juara Juventus.
Keberhasilan Rossoneri ini juga ditandai oleh meningkatnya performa pemain muda yang mengisi lini serang: El Shaarawy, Mbaye Niang, dan Mario Balotelli. El-Shaa sendiri menjadi tumpuan Milan di paruh musim pertama, sementara Niang dan Balotelli acap kali menyelamatkan Milan di paruh kedua.
Namun tentu pujian paling utama patut dialamatkan pada sang pelatih, Massimiliano Allegri. Meski Milan tak bermain mengesankan, Allegri mampu mengeluarkan hasil terbaik dari pemain-pemain yang berada di tangannya. Apalagi di musim ini Milan juga harus beradaptasi banyak dengan keluarnya pemain-pemain legendaris seperti Seedorf, Nesta, Gatusso, atau Pippo Inzaghi di akhir musim lalu. Lini belakang yang rapuh pun dengan cermat mampu diakali oleh Allegri dengan cara memasang lini tengah yang tidak skillfull tapi dominan secara fisik. Tak cantik memang, tapi mampu memproteksi lemahnya pertahanan.
Dengan prestasi ini Allegri dapat menyelamatkan karirnya di Milan minimal untuk semusim lagi. Satu hal yang pasti dinantikan oleh para suporter Milan adalah dukungan sang presiden klub, Berlusconi pada Allegri. Kemampuan Allegri yang mampu memaksimalkan pemain-pemain medioker di lini belakang telah terbukti, lalu bagaimana jika ia diberi dukungan?
[URL="http://sport.detik..com/aboutthegame/read/2013/06/03/211846/2263795/1497/10/season-review-serie-a-dalam-9-kisah-pendekb99220170"]SUMBER[/URL]
Klo agan suka info dari ane silahkan dan
Tidak lagi invincibles, memang, karena Juventus menderita 5 kekalahan, namun, prestasinya di liga lokal dan Liga Champions (tak terkalahkan sampai perempat final) seakan jadi bukti bahwa Juventus telah benar-benar bangkit.
Tapi tentu tak adil jika hanya berbicara mengenai Juventus saat melakukan kilas balik SerieA di musim 2012/2013. Banyak kisah lainnya yang menarik untuk diingat para pecinta Lega Calcio. Berikut 9 di antaranya:
Spoiler for 1. Umpan Tumit ke-1.000 Francesco Totti:
Dalam artikelnya, Simon Kuper pernah mendeskripsikan Totti sebagai pemain yang memiliki 6 kaki. Ini dikarenakan Totti bisa menggunakan bagian dalam, luar, serta tumit kedua kaki dengan sama baiknya.
Saat bermain melawan Atalanta pada Oktober 2012, Totti seakan menegaskan pemikiran Kuper ini dengan melakukan passing tumit (backheel) ke-1.000-nya. Ya, bukan, 100, 200, atau 500, tapi 1.000. Ini berarti dalam 24 tahun ia berseragam AS Roma, Totti rata-rata melakukan lebih dari 40 passing backheel setiap musim. Sebagai seorang fantasisti, yang dituntut untuk memiliki imajinasi tak terbatas untuk "menipu" musuh dalam membongkar pertahanan, kemahiran melakukan backheel ini tentu jadi senjata tajam bagi penyerang berusia 36 tahun tersebut.
Bagi Totti, musim 2012/2013 sendiri seakan jadi musim pembuktian karirenya belum habis. Di bawah Zdenek Zeman, Totti yang ditempatkan sebagai penyerang kiri dalam formasi 4-3-3 seakan menemukan kembali forma terbaiknya. Selain menggenapkan backheel-nya jadi 1000, Totti juga mencetak 12 assist dan 12 gol di musim ini dan jadi pemain terbaik AS Roma.
Spoiler for 2. Palermo Degradasi:
Tak ada yang menyangsikan bahwa Maurizio Zamparini adalah sosok eksentrik. Pemilik klub Palermo ini semenjak mengambil alih klub di tahun 2002 telah memecat pelatih hingga 22 kali! Di klub sebelumnya, Venezia, Zamparini pun pernah mempekerjakan 17 pelatih dalam rentang waktu yang hampir sama. Seakan menyadari kecanduannya dalam memutus kontrak pelatih, Zamparini juga pernah mendeklarasikan dirinya sebagai "mangiallenatori" atau "pemakan manager".
Di musim 2012/2013, Zamparini meneruskan aksinya dengan mempekerjakan 4 pelatih berbeda. Bahkan Gian Piero Gasperini sempat dua kali dikontrak di musim ini, yaitu pada September 2012 -- Februari 2013 serta Maret 2013.
Namun, apa lacur. Aksi menggonta-ganti pelatih ini membuat suasana ruang ganti tak stabil dan staf klub selalu khawatir akan menjadi korban keganasan Zamparini selanjutnya. Lewat kekalahan 0-1 dari Fiorentina pada 11 Mei 2013, klub yang pernah jadi rumah bagi bintang seperti Cavani, Pastore, Miccoli, dan Amauri ini pun resmi terdegradasi ke Serie B. Padahal, baru musim lalu Zamparini menyatakan tekadnya untuk membawa Palermo mendapatkan satu jatah ke Liga Champions pada 2016.
Bukanlah Zamparini bila ia tak meneruskan sepak terjangnya. Di pekan ini sudah berhembus rumor bahwa pelatih saat ini akan dilepas dan digantikan oleh legenda AC Milan, Genarro Gattuso
Spoiler for 3. Trio Lini Tengah Fiorentina:
Salah satu kabar baik yang datang dari Serie A di musim ini adalah kemunculan Vicenzo Montella sebagai pelatih muda berbakat selanjutnya. Di bawah tangan dinginnya, Fiorentina berhasil dibawa ke peringkat empat, setelah musim sebelumnya terpuruk di posisi 13.
Namun prestasinya tak berhenti sampai di tabel klasemen saja. Dengan visinya, Montella sukses menyulap Fiorentina jadi salah satu tim yang memainkan sepakbola cantik di Italia. Bahkan, musim ini mereka hanya gagal mencetak gol di 4 pertandingan saja. Raihan ini sama dengan yang dilakukan sang scudetto, Juventus.
Oleh presiden klub Fiorentina, Montella sempat diminta untuk membentuk tim yang bermain atraktif untuk mengembalikan para penonton ke stadion. Salah satu cara yang kemudian ia lakukan adalah membentuk trio lini tengah yang terdiri atas tiga playmaker: Borja Valero – David Pizzaro – Alberto Aquilani.
Ya, tidak seperti klub kebanyakan, Fiorentina memang tak memainkan satu gelandang bertahan khusus. Ketiga jendral yang ditempatkan di tengah lebih bersifat skillfull serta fasih memberikan umpan-umpan akurat atau men-dribble, ketimbang melakukan tekel. Bahkan, ketiganya juga dikenal sebagai pemain tengah yang memang jarang diberikan tugas bertahan. Dengan cara ini, Fiorentina mampu menguasai bola dan menciptakan peluang sebanyak mungkin.
"Awalnya saya berpikir bahwa menempatkan sebanyak mungkin pemain yang pintar mengolah bola adalah cara terbaik untuk menarik penonton ke stadion. Tapi, 9 bulan kemudian, saya juga yakin ini juga adalah cara terbaik untuk mendapatkan hasil," ujar Montella menanggapi strateginya itu.
Spoiler for 4. Absennya Conte Setengah Musim:
Melanjutkan dominasinya di musim lalu, Juventus kembali merebut gelar scudetto di musim ini. Raihan ini sendiri terlihat impresif karena sang allenatore, Antonio Conte, terpaksa absen mendampingi timnya di pinggir lapangan selama 4 bulan.
Ini dikarenakan Conte harus menjalani hukuman karena terbukti bersalah melakukan "omessa denuncia", atau tidak melaporkan adanya percobaan pengaturan pertandingan saat ia masih menangani Siena. Total 122 hari dihabiskan Conte dengan menyaksikan timnya bertanding dari kursi penonton. Saking rindunya memberikan instruksi bagi Juventus, ia bahkan sempat bercanda bahwa istrinya akan memasang kursi pelatih di rumah.
Namun ini bukan berarti Conte sama sekali tak terlibat dalam keseharian "Si Nyonya Tua". Ia masih boleh menyiapkan latihan atau bahkan meracik taktik menjelang pertandingan. Hanya saja, kala tim memasuki stadion, ia harus dipisahkan dari anak-anak asuhnya.
Sebagai pengganti dirinya saat adanya pertandingan, Conte lalu menunjuk Massimo Carera kemudian Angelo Alessio, sebagai caretaker. Akan tetapi, tetap saja suasana di ruang ganti tak bisa sama. Menurut Gigi Buffon, saat adanya Conte, maka pemain tidak mungkin bermain dengan konsensentrasi setengah-setengah. Mereka akan siap memberikan effort 100% demi kostum yang sedang dikenakannya
Spoiler for 5. Cavani Si Raja Hat-trick:
Selama tiga tahun membela klub asal Naples ini, Cavani telah merobek jala gawang musuh sebanyak 78 kali di liga lokal. Dalam kurun waktu yang sama, Napoli telah mencetak 198 gol, yang berarti Cavani telah menyumbang sekitar 39,3% gol klubnya. Sumbangsih pada klub ini hanya bisa dikalahkan oleh Antonio Di Natale, yang telah menyarangkan 40,65% gol Udinese.
Di musim ini Cavani berhasil mencetak 29 gol dan menjadi top skorer di Serie A. Ia mengantarkan Napoli ke peringkat 2 untuk mendapatkan satu tiket Liga Champions tanpa harus melalui babak kualifikasi.
Namun, total gol ini bukan hanya satu-satunya data yang menunjukkan kehebatan pemain yang juga jadi pencetak gol lewat kepala terbanyak di Italia. Sepanjang sejarah Serie A, baru Cavani-lah yang pernah mencetak hat-trick ke gawang tiga klub terbesar di Italia: Juventus, AC Milan, Inter Milan. Bahkan, 2 klub asal ibu kota Italia, Lazio dan AS Roma pun pernah merasakan dibobol tiga kali dalam satu laga oleh penyerang asal Uruguay ini.
Keputusan besar kini harus diambil si raja hat-trick ini. Dengan adanya Rafael Benitez, pelatih yang terkenal mumpuni di kompetisi Eropa, Napoli tentu punya peluang untuk melangkah lebih jauh di Liga Champions. Apakah Cavani akan jadi bagian dari perjalanan ini? Ataukah ia akan mencoba peruntungannya di liga lain? Menarik untuk ditunggu.
Spoiler for 6. Wajah Buruk Italia: Rasisme:
Kepulangan Balotelli ke Serie A ditandai dengan dua hal: kembalinya striker timnas Italia ini ke performa terbaiknya, serta Balotelli yang kembali menghadapi ujian berat berupa ejekan rasisme dari suporter lawan. Ya, di musim ini permasalahan rasisme memang seakan mencuat kembali seiring dengan memburuknya perekonomian Italia dan gesekan sosial yang semakin kentara. Dua kasus, di antara banyak kasus rasisme lainnya, yang mencerminkan masalah ini menimpa dua punggawa AC Milan: Kevin-Prince Boateng dan Mario Balotelli.
Peristiwa pertama terjadi saat Milan menghadapi klub Pro Patria dalam laga persahabatan. Boateng, yang mendengar chant bernada rasisme dari pendukung tuan rumah, kemudian menendang bola ke arah penonton dan melakukan aksi keluar dari lapangan. Rekan-rekan setimnya pun mengikuti aksinya ini sehingga pertandingan dibatalkan. Atas tindakannya dalam menghadapi aksi rasisme ini, Boateng mendapatkan pujian hampir dari seluruh Eropa. Ia juga diundang oleh PBB untuk berbicara mengenai aksi menolak rasisme di hadapan delegasi dari puluhan negara.
Namun, di kisah kedua, Balotelli tidak seberuntung Boateng. Pemain yang semenjak belia sering menerima ejekan karena warna kulitnya itu tidak bisa dengan mudah meninggalkan lapangan, karena Milan sedang melawan AS Roma dalam laga resmi. Apalagi kala itu Milan sedang mengejar peringkat untuk memastikan satu tiket ke kompetisi Eropa. Keluar dari lapangan, berarti memberikan keuntungan bagi musuh dan para suporter yang mengejeknya.
Sesudah pertandingan, presiden Asosiasi Wasit Italia pun secara tegas menyatakan bahwa jika Balotelli melakukan aksi keluar lapangan dalam pertandingan resmi, maka secara langsung ia akan diganjar kartu merah.
Melalui akun twitter-nya, Balotelli pun memprotes hal ini: "Peraturan mengenai (chant) rasis 'huuuu' (catatan: sering dinyanyikan oleh suporter di Italia, menyerupai suara monyet) ini harus diganti. Tidak manusiawi jika rekan setim saya harus bermain dengan 10 orang jika saya protes. Ubah ini! Saya tidak setuju".
Spoiler for 7. Cederanya Javier Zanetti:
Bagi penggemar SerieA, melihat Inter Milan yang tidak dikapteni oleh seorang Javier Zanetti tentu jadi hal asing. Semenjak 1995, pemain asal Argentina ini telah berseragam Inter Milan sebanyak 603 kali dan bermain di lebih dari 90% pertandingan yang dilakoni Inter. Di Serie A, rekor penampilan terbanyak Zanetti hanya kalah dari pemain legendaris lainnya asal kota Milan: Paolo Maldini (647 kali).
Namun apa boleh buat. Saat menjalani pertandingan melawan Palermo, Zanetti yang telah bertanding di 33 dari 34 laga Inter di musim 2012/2013 ini harus ditarik keluar di menit ke-17. Ia menderita cedera otot achilles tendon dan harus dirawat minimal selama enam bulan.
Cederanya Zanetti ini juga seakan memperburuk musim yang sedang dialami oleh suporter Inter. Meski� sempat jadi tim yang mengalahkan Juventus pertama kalinya, dan digadang-gadang sebagai kandidat scudetto, Inter harus terpuruk di posisi-9 klasemen akhir. Jatuhnya prestasi klub yang musim lalu menduduki peringkat 6 ini sempat diwarnai badai cedera yang menimpa lebih dari 8 pemainnya.
Namun, jika suporter Inter merasa frustasi, maka setidaknya terhiburlah oleh ucapan sang kapten, Zanetti. Ditanya oleh wartawan mengenai cederanya, ia menjawab dengan nada optimistis: "setelah menjalani sedemikian banyak kilometer, (saat ini) saya hanya perlu mengganti ban saja".
Spoiler for 8. Aplaus Untuk Toto Di Natale:
Jika Zanetti mengakhiri musim di luar lapangan hijau, veteran Serie A lainnya, Antonio Di Natale, justru menyudahi musim 2012/2013 dengan aplaus dari fans Inter Milan di San Siro. Ini dikarenakan ia berhasil mencetak gol voli indah dari area pinggir kiri kotak penalti dan membantu Udinese menang 5-2 di Milan. Gol ini juga jadi gol ke-23 pemain yang akrab dipanggil Toto itu. Ia jadi pemain yang mencetak lebih dari 20 gol di tiap musimnya dalam 4 musim terakhir.
Dikenal sebagai late bloomer, prestasi Toto ini terasa cukup impresif mengingat usianya yang telah menginjak 35 tahun. Musim ini juga jadi musim ketiga Toto harus menjalani latihan terpisah dari rekan setimnya untuk menjaga kondisi tubuh dan lututnya. Pelatih Udinese, Francesco Guidolin, pun hanya sesekali saja memainkan Toto di Europe League karena ia sudah tak sanggup untuk bermain 3 kali dalam seminggu.
Tapi cerita tentang keberhasilan Toto ini tak hanya sampai di level individual. Berkat gol-golnya, Udinese kembali mampu duduk di peringkat ke-5 dan mendapatkan satu tiket ke kompetisi Eropa. Padahal di musim ini Udinese telah ditinggalkan banyak bintangnya seperti Samir Handanovic, Isla, dan Kwado Asamoah. Meski sempat terseok-seok di awal musim, mereka berhasil mencatatkan hasil impresif di bulan April-Mei dengan mencatatkan 8 kemenangan beruntun. Mereka juga berhasil menyingkirkan tim besar semacam Lazio, AS Roma, dan Inter Milan, untuk meraih satu jatah terakhir ke Europe League.
Spoiler for 9. Keajaiban Massimiliano Allegri:
Raihan mengesankan di akhir musim tak hanya diraih oleh Udinese, namun juga AC Milan. Sempat menduduki peringkat 15 di pekan keempat, perlahan-lahan tim asuhan Massimo Allegri ini naik peringkat hingga akhirnya mendapatkan satu jatah ke Liga Champions. Bahkan di paruh kedua musim, Milan hanya menderita satu kali kekalahan, yaitu dari sang juara Juventus.
Keberhasilan Rossoneri ini juga ditandai oleh meningkatnya performa pemain muda yang mengisi lini serang: El Shaarawy, Mbaye Niang, dan Mario Balotelli. El-Shaa sendiri menjadi tumpuan Milan di paruh musim pertama, sementara Niang dan Balotelli acap kali menyelamatkan Milan di paruh kedua.
Namun tentu pujian paling utama patut dialamatkan pada sang pelatih, Massimiliano Allegri. Meski Milan tak bermain mengesankan, Allegri mampu mengeluarkan hasil terbaik dari pemain-pemain yang berada di tangannya. Apalagi di musim ini Milan juga harus beradaptasi banyak dengan keluarnya pemain-pemain legendaris seperti Seedorf, Nesta, Gatusso, atau Pippo Inzaghi di akhir musim lalu. Lini belakang yang rapuh pun dengan cermat mampu diakali oleh Allegri dengan cara memasang lini tengah yang tidak skillfull tapi dominan secara fisik. Tak cantik memang, tapi mampu memproteksi lemahnya pertahanan.
Dengan prestasi ini Allegri dapat menyelamatkan karirnya di Milan minimal untuk semusim lagi. Satu hal yang pasti dinantikan oleh para suporter Milan adalah dukungan sang presiden klub, Berlusconi pada Allegri. Kemampuan Allegri yang mampu memaksimalkan pemain-pemain medioker di lini belakang telah terbukti, lalu bagaimana jika ia diberi dukungan?
[URL="http://sport.detik..com/aboutthegame/read/2013/06/03/211846/2263795/1497/10/season-review-serie-a-dalam-9-kisah-pendekb99220170"]SUMBER[/URL]
Klo agan suka info dari ane silahkan dan
0
1.7K
Kutip
6
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
922.7KThread•82.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru