- Beranda
- The Lounge
Paradoks Kebebasan (dan Merdeka)
...
TS
G.Ezr
Paradoks Kebebasan (dan Merdeka)
Halo, gan, ane cuman mau share artikel ane tentang apa yang sering kita sebut dengan paradoks.
Artikel ini ane tulis sendiri dengan usaha ane, tanpa menyontek dari manapun kecuali sebagai referensi.
Kalau mau baca langsung, bisa ke blog ane.
Dan ini ada tanggapan dari temen ane via FB kemaren...
Ditunggu tanggapan dari agan-agan sekalian...
Tanggapan yg bagus, bakal ane kutip di page one...
Kalo ada yg mau , ane gak nolak...
Artikel ini ane tulis sendiri dengan usaha ane, tanpa menyontek dari manapun kecuali sebagai referensi.
Kalau mau baca langsung, bisa ke blog ane.
Quote:
Oke. Kali ini ane mau bikin artikel yang sedikit serius. Artikelnya adalah tentang paradoks kebebasan. Untuk itu, mungkin kata-kata "ane" seperti pada artikel-artikel sebelumnya diganti dengan "saya" agar terlihat lebih profesional. Hahaha.
Yang pertama kali kita bahas adalah pengertian dari paradoks itu sendiri. Berdasarkan penjelasan Wikipedia, paradoks dapat disimpulkan sebagai berikut:
Suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3) kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dl logika), yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik atau kontradiksi.
Contohnya adalah pada pernyataan berikut:
"Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong"
Dari pernyataan tersebut, akan didapatkan beberapa premis yang mengarah kepada dua konklusi yang benar-benar berbeda. Premis tersebut adalah:
Maka, akan didapat dua konklusi dari premis-premis tersebut.
KONKLUSI PERTAMA:
KONKLUSI KEDUA:
Dari jawaban tersebut, dapat disimpulkan bahwa pernyataan tadi secara serentak mengandung kebenaran dan kebohongan.
Untuk mempermudahnya, dapat melihat gambar berikut:
Inilah paradoks secara sederhana.
Yang kedua adalah kebebasan. Berdasarkan Wikipedia (lagi), kebebasan adalah kondisi dimana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya. Sedangkan merdeka adalah (1) saat di mana sebuah negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah bagian negaranya; dan (2) saat di mana seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi.
Lantas, apa hubungannya antara paradoks dan kebebasan? Kebebasan, sebenarnya tidak boleh memiliki arti, sama halnya seperti kata "merdeka". Karena, jika mereka diberi arti, maka apakah mereka akan bebas?
Untuk simpelnya, kita lihat pengertian kebebasan di atas. Dari pengertian kebebasan di atas, maka saya boleh memaknai kebabasan sesuka saya. Saya bebas bertindak, dan tindakan saya adalah mengartikan kebebasan secara bebas. Namun, itu tidak bisa saya lakukan karena sudah "terkotakkan" oleh arti kebebasan tersebut.
Sedangkan untuk kemerdekaan, apakah patokannya adalah memegang kendali penuh serta terlepas dari penjajahan dsb, atau apakah patokannya kita bisa lepas dari orang lain? Karena pada kenyataannya, sebuah negara yang dikatakan merdeka, belum bisa merdeka sepenuhnya karena masih terjadi pemberontakan di dalamnya; atau karena pada kenyataannya kita tidak bisa terlepas dari orang lain (pada saat kita akan makan, memang kita masak sendiri, tapi peralatan memasaknya orang lain lah yang membuat).
Oke, sekian dari saya. Kalu mungkin menurut pembaca sekalian ada yang salah, ralat dari pembaca saya terima dengan lapang dada.
Referensi: Wikipedia
Yang pertama kali kita bahas adalah pengertian dari paradoks itu sendiri. Berdasarkan penjelasan Wikipedia, paradoks dapat disimpulkan sebagai berikut:
Suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3) kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dl logika), yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik atau kontradiksi.
Contohnya adalah pada pernyataan berikut:
"Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong"
Dari pernyataan tersebut, akan didapatkan beberapa premis yang mengarah kepada dua konklusi yang benar-benar berbeda. Premis tersebut adalah:
- Jika apa yang dikatakan Epimenides benar, ia bukan pembohong
- Jika Epimenides bukan pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar (karena ia orang Kreta dan semua orang Kreta adalah pembohong)
- Jika apa yang dikatakannya tidak benar, ia bukan pembohong
Maka, akan didapat dua konklusi dari premis-premis tersebut.
KONKLUSI PERTAMA:
- Jadi, ia adalah pembohong dan bukan orang jujur.
- Jika yang dikatakan Epimenides tidak benar, ia adalah pembohong.
- Jika ia pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
- Jika apa yang dikatakannya tidak benar, itu berarti bahwa ia adalah orang jujur.
KONKLUSI KEDUA:
- Epimenides adalah orang jujur dan bukan pembohong.
Dari jawaban tersebut, dapat disimpulkan bahwa pernyataan tadi secara serentak mengandung kebenaran dan kebohongan.
Untuk mempermudahnya, dapat melihat gambar berikut:
Spoiler for Boyle's Self Flowing Flask:
Inilah paradoks secara sederhana.
Yang kedua adalah kebebasan. Berdasarkan Wikipedia (lagi), kebebasan adalah kondisi dimana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya. Sedangkan merdeka adalah (1) saat di mana sebuah negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah bagian negaranya; dan (2) saat di mana seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi.
Lantas, apa hubungannya antara paradoks dan kebebasan? Kebebasan, sebenarnya tidak boleh memiliki arti, sama halnya seperti kata "merdeka". Karena, jika mereka diberi arti, maka apakah mereka akan bebas?
Untuk simpelnya, kita lihat pengertian kebebasan di atas. Dari pengertian kebebasan di atas, maka saya boleh memaknai kebabasan sesuka saya. Saya bebas bertindak, dan tindakan saya adalah mengartikan kebebasan secara bebas. Namun, itu tidak bisa saya lakukan karena sudah "terkotakkan" oleh arti kebebasan tersebut.
Sedangkan untuk kemerdekaan, apakah patokannya adalah memegang kendali penuh serta terlepas dari penjajahan dsb, atau apakah patokannya kita bisa lepas dari orang lain? Karena pada kenyataannya, sebuah negara yang dikatakan merdeka, belum bisa merdeka sepenuhnya karena masih terjadi pemberontakan di dalamnya; atau karena pada kenyataannya kita tidak bisa terlepas dari orang lain (pada saat kita akan makan, memang kita masak sendiri, tapi peralatan memasaknya orang lain lah yang membuat).
Oke, sekian dari saya. Kalu mungkin menurut pembaca sekalian ada yang salah, ralat dari pembaca saya terima dengan lapang dada.
Referensi: Wikipedia
Dan ini ada tanggapan dari temen ane via FB kemaren...
Spoiler for Tanggapan:
Quote:
Original Posted By rishafarMenambahkan blog nya Ezra (asik) mengenai kebebasan dan kemerdekaan, kayaknya pas banget sm tadi kuliah post kolonialisme.
Share ahh sekaligus mereview buat uas minggu depan.
Jadi, pemikiran-pemikiran post kolonialisme itu muncul dari tokoh2 yang berasal dari India. Mengapa India? Karena mereka pernah merasakan dijajah oleh Inggris. Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam kolonialisme dan post kolonialisme ini adalah Homi Bhabha, seorang ahli Astronomi yang berasal dari Mumbay, India. Homi Bhabha ini menulis artikel-artikel yang disatukan menjadi buku yang berjudul "Location of Culture".
Oke, masuk ke kolonialisme, jadi asumsi dasar dalam kolonialisme itu adalah Settlement (Permukiman). Jadi Settlement ini dibangun agar mengalahkan The Indigeneous People. Intinya, Settlement ini dibangun oleh penjajah agar kita ini (yang dijajah) tunduk kepada penjajah. Nah dalam hal ini penjajah dan terjajah bukanlah sesuatu yang terpisah, namun mereka dihubungkan melalui "Relasi" berupa struktur, yaitu stratifikasi. Bahasa mudahnya sih, jadi penjajah dan terjajah itu memiliki hubungan yang kompleks, berkaitan dengan perdagangan, perang, perebutan, genosida, dll.
Masuk ke kolonialisme di Indonesia. Jika saudara menganggap bahwa kolonialisme Indonesia itu berakhir hanya sampai 17-8-1945, kalian belum tepat. Justru kolonialisme itu baru dimulai saat itu. Loh kenapa??
Jadi, kolonialisme itu bukan semata-mata kita tidak dijajah lagi, melainkan kita itu masih "terjajah" walaupun sudah lepas dari penjajah. Contohnya adalah budaya kita. Budaya makan memakai sendok dan garpu merupakan budaya Belanda. Walaupun kita sudah tidak dijajah Belanda lagi, namun kita masih menggunakan budaya makan menggunakan sendok dan garpu. Secara tidak langsung, bukankah itu membuktikan bahwa tanpa sadar kita ini masih dijajah?
Selanjutnya, kolonialisme juga menyebabkan Cultural Difference. Cultural Difference merupakan proses penandaan oleh penjajah kepada yang terjajah. Contoh: Belanda membuat kita berpikir bahwa orang kulit putih lebih baik daripada orang kulit hitam. Supremasi warna kulit inilah yang merupakan supremasi dari peradaban penjajah yang diwariskan kepada kita. Sampai sekarangpun, kita masih menganggap bahwa kulit putih lebih baik.
Nah, Cultural Dfference ini akan menyebabkan FIXITY. Fixity ini merupakan konstruksi yang dibangun oleh penjajah agar kita (yang dijajah) ini tetap hina. Jadi penjajah itu memiliki power untuk membuat kita berpikir bahwa kita selalu dibawah. Contoh nih, kita sebagai mahasiswa, lebih percaya tulisan-tulisan dari pemikir luar dan berbahasa asing dibandingkan dengan tulisan dari dalam negri yang berbahasa Indonesia. Itu membuat kita merasa kita selalu dibawah.
Setelah Cultural Difference yang membangun Fixity, tahap terakhir adalah Ambivalensi. Nah, konsep Ambivalensi ini sangat menarik dan kasusnya sering ditemukan dalam kehidupan sehari hari:
CONTOH : Ada orang kulit hitam yang sekolah di sekolah Katolik yang mayoritas siswanya berkulit putih. Si orang kulit hitam ini sangat pintar, juara umum, suka membantu, dll. Namun sehebat dan sepintar apapun, dia tetap dibawah. Mengapa? Karena warna kulitnya berbeda. Sesimpel itu. Status sosial orang dapat kita lihat cuma dari warna kulit. Kalau bahasa Jakarta, begini "Ya disatu sisi lo ngebantu, tapi di sisi lain tetep aja lo minoritas. Lo lebih rendah. Lo bisa membahayakan"
Sudah dapat arti Ambivalensi melalui contoh itu? Nah itulah yang menyebabkan munculnya STEREOTYPE kepada pihak-pihak tertentu. ORang kulit hitam itu cabul lah, kriminal lah, preman lah, padahal belum tentu. Siapa sih yang mengkonstruksikan bahwa orang kulit hitam itu sejahat itu? Tentu saja penjajah.
Penutup, jadi intinya kita ini masih belum lepas dari jajahan. Meskipun secara fisik kita sudah merdeka, namun kita masih terjajah secara budaya.
Terima Kasih
Rishafar
Share ahh sekaligus mereview buat uas minggu depan.
Jadi, pemikiran-pemikiran post kolonialisme itu muncul dari tokoh2 yang berasal dari India. Mengapa India? Karena mereka pernah merasakan dijajah oleh Inggris. Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam kolonialisme dan post kolonialisme ini adalah Homi Bhabha, seorang ahli Astronomi yang berasal dari Mumbay, India. Homi Bhabha ini menulis artikel-artikel yang disatukan menjadi buku yang berjudul "Location of Culture".
Oke, masuk ke kolonialisme, jadi asumsi dasar dalam kolonialisme itu adalah Settlement (Permukiman). Jadi Settlement ini dibangun agar mengalahkan The Indigeneous People. Intinya, Settlement ini dibangun oleh penjajah agar kita ini (yang dijajah) tunduk kepada penjajah. Nah dalam hal ini penjajah dan terjajah bukanlah sesuatu yang terpisah, namun mereka dihubungkan melalui "Relasi" berupa struktur, yaitu stratifikasi. Bahasa mudahnya sih, jadi penjajah dan terjajah itu memiliki hubungan yang kompleks, berkaitan dengan perdagangan, perang, perebutan, genosida, dll.
Masuk ke kolonialisme di Indonesia. Jika saudara menganggap bahwa kolonialisme Indonesia itu berakhir hanya sampai 17-8-1945, kalian belum tepat. Justru kolonialisme itu baru dimulai saat itu. Loh kenapa??
Jadi, kolonialisme itu bukan semata-mata kita tidak dijajah lagi, melainkan kita itu masih "terjajah" walaupun sudah lepas dari penjajah. Contohnya adalah budaya kita. Budaya makan memakai sendok dan garpu merupakan budaya Belanda. Walaupun kita sudah tidak dijajah Belanda lagi, namun kita masih menggunakan budaya makan menggunakan sendok dan garpu. Secara tidak langsung, bukankah itu membuktikan bahwa tanpa sadar kita ini masih dijajah?
Selanjutnya, kolonialisme juga menyebabkan Cultural Difference. Cultural Difference merupakan proses penandaan oleh penjajah kepada yang terjajah. Contoh: Belanda membuat kita berpikir bahwa orang kulit putih lebih baik daripada orang kulit hitam. Supremasi warna kulit inilah yang merupakan supremasi dari peradaban penjajah yang diwariskan kepada kita. Sampai sekarangpun, kita masih menganggap bahwa kulit putih lebih baik.
Nah, Cultural Dfference ini akan menyebabkan FIXITY. Fixity ini merupakan konstruksi yang dibangun oleh penjajah agar kita (yang dijajah) ini tetap hina. Jadi penjajah itu memiliki power untuk membuat kita berpikir bahwa kita selalu dibawah. Contoh nih, kita sebagai mahasiswa, lebih percaya tulisan-tulisan dari pemikir luar dan berbahasa asing dibandingkan dengan tulisan dari dalam negri yang berbahasa Indonesia. Itu membuat kita merasa kita selalu dibawah.
Setelah Cultural Difference yang membangun Fixity, tahap terakhir adalah Ambivalensi. Nah, konsep Ambivalensi ini sangat menarik dan kasusnya sering ditemukan dalam kehidupan sehari hari:
CONTOH : Ada orang kulit hitam yang sekolah di sekolah Katolik yang mayoritas siswanya berkulit putih. Si orang kulit hitam ini sangat pintar, juara umum, suka membantu, dll. Namun sehebat dan sepintar apapun, dia tetap dibawah. Mengapa? Karena warna kulitnya berbeda. Sesimpel itu. Status sosial orang dapat kita lihat cuma dari warna kulit. Kalau bahasa Jakarta, begini "Ya disatu sisi lo ngebantu, tapi di sisi lain tetep aja lo minoritas. Lo lebih rendah. Lo bisa membahayakan"
Sudah dapat arti Ambivalensi melalui contoh itu? Nah itulah yang menyebabkan munculnya STEREOTYPE kepada pihak-pihak tertentu. ORang kulit hitam itu cabul lah, kriminal lah, preman lah, padahal belum tentu. Siapa sih yang mengkonstruksikan bahwa orang kulit hitam itu sejahat itu? Tentu saja penjajah.
Penutup, jadi intinya kita ini masih belum lepas dari jajahan. Meskipun secara fisik kita sudah merdeka, namun kita masih terjajah secara budaya.
Terima Kasih
Rishafar
Ditunggu tanggapan dari agan-agan sekalian...
Tanggapan yg bagus, bakal ane kutip di page one...
Kalo ada yg mau , ane gak nolak...
Diubah oleh G.Ezr 25-05-2013 19:17
0
2.2K
Kutip
9
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
922.7KThread•82.1KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru