- Beranda
- The Lounge
Jowo is Not Malay(sia)
...
TS
raja.ali
Jowo is Not Malay(sia)
Quote:
Ada yang menyebutkan, Negara kawasan Asean,
sebagai terma suatu kesatuan ‘Masyarakat
Melayu, adalah hasil gembar gembor dari PM
Malaysia Mahatir Mohammad, sebenarnya tidak
100% benar, jika kita melihat di wikipedia,
sebenarnya ras Melayu diusulkan ilmuwan Jerman
Johann Friedrich Blumenbach (1752-1840), yang
menggolongkannya sebagai “ras coklat”.
Pembaca pernah tinggal di Malaysia, Brunei, atau
pernah berinteraksi sama orang melayu Asli sini,
dan menyelami lebih lanjut dalam kebudayaan
keseharian masyarakatnya pada Ras Melayu ini,
maka, sebenarnaya kita temukan banyak hal yang
ternyata TIDAK mendukung analisis ilmuwan
Jerman Johann Friedrich Blumenbach tersebut.
Dalam keseharian akan banyak beda, sedkit dari
yang penulis temui, tentu masih banyak yang lain
lagi yang (ada) sebagian kurang etis untuk di
sampaikan.
Jawa : Temperamen rendah, Terkadang
penampilan harian tidak terlalu di perhatikan
(selain acara resmi tentunya)
Melayu : Bertemperamen Tinggi, termasuk berpola
penampilan harian hidup High Class.
Jawa : menginginkan citra Netral
Melayu : Menginginkan citra diri ‘menguasai’
Jawa : Memberikan kepada orang lain harus
dengan tangan Kanan
Melayu : Memberikan dengna tangan kiri (kdang
menjadi kebiasaan)
Jawa : Cenderung sabar, nrimo
Melayu : Kurang sabar, pressured
Jawa : Penghormatan kepada orang tua yang
Mencolok
Melayu : Penghormatan tidak terlalu kelihatan.
Jawa : Unggah ungguh is number one
Melayu : Biasa, wajar
Jawa : Bagi Laki laki, biasanya ogah untuk tampil
rapi, asal-asalan. Perempuan pun berdandan tidak
terlalu kentara
Melayu : Bagi Laki laki, senang untuk tampil rapi,
Perempuan, bila keluar, seringkali penulis temu
berpenampilan wah dengan bajunya.
Kemudaian dapat dilihat dari segi pandagn dalam
‘memandagn harta’, kebiasaan naik Mobil, dimana
anak kecil dibelakang (yang besar tidak ngalah)
dan seterusnya.
Dari perbedaan tersebut, memang ada efek
positifnya bagi negeri Melayu ini. Faktor
Pariwisata. Sikap hidup yang ‘high class’, kalo
orang daerah saya bialngnya ‘enggresse thok’,
cukup menjadi bahan bakar yang mampu
‘berpartisipasi erat dalam memajukan’ bidakang
ini. Itulah Mengapa jika kita bertanya, mengapa
Industri pariwisata di negara melayu ini bisa maju,
yaa karena mereka memang mengutamakan
penampilan, efeknya rumah rumah pun kelihatan
bersih (dilihat dari luar), meskipun ketika masuk
ke dalam rumah yaa sama saja, alias tergantung
rumah tangga tersebut, apakah orangnya rapi atau
tidak. Sehingga tempat wisata pun bersih2,
termasuk juga petugas petugas di tempat wisata
yang semuanya tampil rapi, meski, pada faktanya
tempatnya tidak bagus2 amat, biasa lah, pantai
dengan pasir putihnya, yang rasa2nya, lebih indah
di kepulaauan Seribu, atau Bromo.
Sebaliknya di Jawa, orang terbiasa tampil apa
adanya. Sehingga di tempat pariwisata pun,
misalnya seornag pedagang kaki lima, kalo
kesehariannya pakaiannnya model ‘itu’, mau
ketemu tuoris ‘londo’ pun juga akan ‘apa adanya’
Karena bertemperamen yang tidak ‘tinggi2 amat’,
di jawa, segala sesuatu memang berjalan tidak
menggunakan kata ‘harus’. Sehingga efeknya jalan
raya macet, mereka pun juga msih tenang tenang
saja. berbeda dengan melayu yang
temperamennya memang agak tinggi, (Bila
bercakap dalam bahasa keseharian, sering ada
nada ancaman, intinya harus), sehingga efeknya,
mgkin jadi tidak terlalu penyabar di jalanan,
sehingga jalan raya pun dibuat besar/lebar,
meskipun hanya satu dua kendaraan yang lewat,
dan tidak semua kendarraan juga berjalan dengan
kecepatan tinggi, malah, msih ugal ugalan
pengemudi di tempat kita, meski jalanan tidak
seluas jalanan sini.
juga, janganlah heran,, Kalo di sebuah pertokaan
seseorang tengah duduk duduk, kemudian ada
modil yang parkir di dekatnya, meski lampu mobil
menyoroti orang tersebut.
Tanya apa yang terjadi jika di tempat kita?,
mungkin si orangyang duduk akan meneriaki
pengemudi, dan membentak, kayak g punya
‘unggah ungguh’ saja, tapi itu adalah hal biasa
yang terjadi.
Dan masih banyak lagi perbedaan yang akhirnya,
sebenarnya,, melayu dan jawa, juga ras lain jelas
bukanlah bukan satu ras. Hal yang sama jika anda
bertanya kepada seroang Filipina, Anda Melayu?,
pasti mereka menjawab, “No, I’m pinoy.”
Well, dekontruksi perbedaan ini, bukan untuk
mendukung teori Pak SBY bahwa tidak ada
jaminan Asean Bebas perang, lalu bertikai, Tapi
sebagai alat untuk mengidentifikasikan diri atas
apa kelebihan dan kekuarangn yang dipunyai,
untuk digali, di rekonstruksi, di bangun dan
disempurnakan, juga untuk saling menghormati.
Sebaliknya yang berbahaya adalah generalisasi
dan doktrin suatu budaya (baca : melayu)
mendominasi atas beberapa ras (di indonesia ini,
termasuk bugis, papua?
Tentu kesemuanya itu tanpa mengesampingkan
sebuah kondisi pengakuan bahwa, dibagian bumi
manapun masyarakat itu berdiam, tentu kita
mengamini Orang BAIK itu akan tetap baik, juga
yang Jahat itu yaa tetap jadi penjahat, tidak
memandang orang Melayu, Jowo, Cina, Bugis,
orang kulit putih dst.
Saat ini, dengan Malaysia dan Brunei darussalam
sebagai ‘the trully melayu’, secara tidak langsung
telah menempatkan seolah-olah orang indonesia –
dengan sebuat kelompok melayu– sedang
mengekor mereka, karena Indonesia tampil dengan
ke-Indonesiaan- yang setengah jadi, plus
‘mengimitasi’ dari budaya melayu
Padahal sebaliknya, Melayu adalah sebuah ras di
Negara ini yang memiliki basis masyarakat di
Daerah Suamtera. Efeknya, Budaya jawa yang
Adilihug, Adigungm Adiguna, sunda dengan Sejarah
prabu Siliwangi, dan daerah lain seterunsy, menjadi
tenggelam, dan tidak mendapatkan tempat di
historis di dunia ini.
Hal yang ironis, dimana, fakta sejarah
mengatakan, Indonesia, Malaysian sampai
kamboja, filipina, dulu, merupakan wilayah
kekuasan kerajaan Majapahit, yang ber Ibu kota di
Jawa Timur.
Sekali lagi, Inilah efek negatif dari stigma budaya
jika kita terlalu ‘menerima’ dalam sebuah
generalisasi.
Slogan Trully Asia, bila digunakan oleh malaysia,
mungkin ada benarnya. Tapi Slogan Never Ending
Asia, bagi Jogjakarta, mgungkin ada benarnya
untuk digali lagi, Karena Kepulaian di Indonesia,
juga Jawa, yang Nyata Nyata tidak satu dengan
Benua Asia.
Seharusnya Jawa dan indonesia bisa menawarkan
potensi pariwisata yang lebih daripada sekadara
Asia. karena Indonesia juga memiliki pesona
budaya kepulauan Pacifik.
walhasil, tidak sengaja, terarah cursor saya untuk
berselancar internet ini dan membaca sebuah
tulisan yang bunyinya demikian :
….”Javanese will lead the new world order” Kata
Prof Martin van Sculen seorang peneliti di Leiden
University. Dia bilang sedikitnya ada enam sumber
buku suci terpercaya (termasuk di dalamnya veda,
bible. Theravada, termasuk Joyo boyo) yang
mengatakan bahwa orang jawa memiliki perilaku
asli yang lebih unggul dibanding seluruh ras asia
yang ada, bahkan seluruh atas seluruh ras yang
ada di dunia termasuk yahudi dan aria Diantara
sifat asli itu adalah endurance (kesabaran
ketabahan), hard worker, dan idealist. Akan tetapi
sifat asli itu belum nampak disebabkan mereka
tinggal di alam yang sangat memanjakan
hidupnya. Sehingga relatif tidak terbiasa
mendapatkan tantangan berarti dan bersikap hidup
nrimo. Jika semua faktor pemicu kemajuan jepang
termasuk kesulitan mereka ketika terkena bom itu
terjadi pada orang java, mereka akan bangkit
sbagaimana yang dilakukan jepang bahkan lebih
cepat dari itu disebabkan idealismenya yang
tinggi…”
Lalu pertanyaan paga pages itu, Benarkah Orang
Jawa lebih unggul dari Semua Bangsa di dunia?
dan akan menjadi pemimpin dunia di masa New
World Order?
# Anda orang Jawa?, Mari kita jawab bersama
tantangan itu !
*) Dengan tidak mengurangi rasa hormat, semoga
ras-suku lain di negara ini tergugah untuk
mengidentifikasikan diri-nya akan kelebihan
kelebihan sudah yang diwariskan nenek moyang
terdahulu
**) Semoga Allah Swt, mendekatkan kita pada
kebaikan, dan melindungi kita dari perbuatan2
jelek yang dilakukan oleh orang lain
0
1.3K
Kutip
6
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.6KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru