- Beranda
- Berita dan Politik
Solar Langka, Sabang Sampai Merauke
...
TS
cenkx
Solar Langka, Sabang Sampai Merauke
TIDAK hanya Peraturan Menteri ESDM No. 01 Tahun 2013 yang jadi penyebabnya. Kendaraan dengan roda lebih dari empat yang mengangkut hasil pertambangan, perkebunan dan kehutanan, memang dilarang menggunakan solar subsidi terhitung 1 Maret.Tapi kini praktik keji berupa penimbunan dan penyelundupan BBM bersubsidi inilah biangkerok kelangkaan solar. Apa solusinya?
Kelangkaan
solar bersubsidi belakangan terjadi hampir di semkua daerah. Dampaknya cukup dahsyad, ratusan nelayan di Subang, Jawa Barat, mengamuk karena kesulitan mendapatkan solar.
Sudah hampir sepekan mereka tak bisa melaut. Nelayan membakar poster dan menendang jeriken kosong sebegai bentuk protes. Sesekali mereka berteriak. Mereka meminta pemerintah cepat mengatasi masalah kelangkaan solar.
Menurut nelayan, sudah satu bulan ini solar sulit didapat. Mereka tak tahu apa penyebabnya. Yang terang, sejak solar sulit didapat, nelayan tak bisa pergi ke laut untuk mencari ikan.
Di Bengkulu, ratusan kendaraan berbahan bakar solar kesulitan mendapatkan BBM selama sebulan terakhir. Pemilik kendaraan bahkan harus menginap di SPBU untuk memperoleh solar.
Setiap hari permintaan solar bersubsidi selalu tidak mencukupi, meski jumlah SPBU cukup banyak. Akibatnya antrean kendaraan bisa mencapai dua kilometer dan menimbulkan kemacetatan total di jalan raya. Memaksa pemilik kendaraan menginap di SPBU karena pasokan solar telah habis hanya dalam tempo empat jam. Antrean kendaraan berbahan bakar solar di salah satu SPBU di Bengkulu didominasi kendaraan truk yang mengangkut hasil tambang dan perkebunan.
Pihak Pertamina Bengkulu mengakui telah melakukan pembatasan penyaluran untuk menghindari over kuota BBM bersubsidi. Pertamina menyarankan kendaraan angkutan tambang dan perkebunan membeli bahan bakar non-subsidi yang kuotanya masih banyak di depo. Namun kebijakan Pertamina dinilai mempersulit pemilik kendaraan yang hanya mengangkut hasil tambang dan perkebunan. Sebab mereka mengaku hanya mendapat upah dari perusahaan tambang dan perkebunan sesuai dengan harga BBM bersubsidi.
Di Semarang lain lagi ceritanya.Terhitung Rabu (27/3), Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Semarang menghentikan tujuh truk pengangkut sampah dari 17 unit yang ada, karena kesulitan memperoleh bahan bakar solar. “Satu truk rata-rata membutuhkan 30 liter solar per hari. Dengan langkanya solar, kami terpaksa menghentikan operasional tujuh truk kami,” ujar Kabid Kebersihan dan Pertamanan, Hadi Riyanto.
Ditambahkan oleh Kasi Pengelolaan Sampah, Mulyono, dengan tidak beroperasinya truk sampah tersebut, daya angkut sampah berkurang hingga 50 persen. Praktis yang biasanya setiap harinya mengangkut 220 kubik sampah saat ini hanya mampu mengangkut sekitar 100 kubik saja. Sejumlah tempat pembuangan sampah (TPS) pun terimbas dengan keputusan itu.
Antrean panjang kendaraan yang akan mengisi solar juga terjadi di Batam, Provinsi Kepulauan Riau juga masih terus terjadi. Seperti di SPBU Vitka Varma di Tiban BTN; SPBU Tembesi, Kecamatan Batuaji; dan SPBU Simpang Franky, Kecamatan Batam Center Kota.
Ironisnya, Assistant Customer Relation Marketing Operation Region I Pertamina Sonny Mirath berdalih, hal itu terjadi akibat kembali beroperasinya mobil-mobil pelangsir atau pembeli BBM untuk dijual lagi, yang sebelumnya sempat ditertibkan oleh Pemerintah Kota Batam dan petugas keamanan.
Bahkan Ia menolak anggapan terjadi kelangkaan solar di SPBU. Menurutnya, kendaraan yang antre di SPBU enggan mengisi bahan bakar nonsubsidi. Akibatnya jatah solar bersubsidi yang diperuntukkan bagi angkutan umum dan mobil penumpang, cepat habis.
Sedangkan di Kendal, SPBU berubah jadi “Bengkel” Truk. SPBU Jambearum yang ada di jalur Pantai Utara Kendal, Jawa Tengah itu kehabisan solar. Namun begitu, banyak truk yang memaksa masuk ke SPBU itu, untuk antre mendapatkan solar. Para sopir memanfaatkan waktu untuk memperbaiki kerusakan ringan pada truknya.
Menurut salah satu sopir truk, Supadi (34), warga Surabaya Jawa Timur, dia terpaksa mau menunggu solar di SPBU Jambearum, Kendal, karena apabila dipaksakan melanjutkan perjalanan, akan mogok di jalan, karena kehabisan bahan bakar. “Solar sudah menipis. Hanya bisa jalan beberapa kilo saja,” kata Supadi, Jum’at (22/3) siang.
Senada dengan Supadi. Supir truk lain, Sabar (40) warga Cirebon Jawa Barat, mengatakan sudah sejak sekitar jam lima pagi, antre solar di tempat itu. “Lebih baik menunggu antrean, daripada nanti macet di jalan,” kata Sabar.
Sebenarnya di SPBU Jambearum Kendal juga menjual solar, tapi solar non subsidi. Harga per liternya Rp 10.500. Namun para sopir truk, tidak mampu untuk membelinya.
Sopir Stres
Di Kendari , Sulawesi Tenggara, puluhan truk terpaksa bermalam di SPBU karena tidak ada solar. Sejumlah sopir truk mengaku stres, karena harus telah mengantri sejak Kamis hingga pukul 19.00 malam. Namun hingga Jumat pagi, belum juga mendapatkan solar.
Situasi yang sama juga terjadi di SPBU Tapak Kuda jalan by pass Kendari. Antrean panjang telah terlihat di SPBU tersebut. Rambu peringatan yang dipasang petugas kepolisian berupa larangan untuk membuat dua lapis antrean tidak lagi diindahkan para sopir yang berlomba untuk mendapatkan jatah solar.
Solar di sejumlah SPBU di jalur Pantura Demak juga mengalami kelangkaan. Seperti yang terpantau di Jalan Lingkar Demak, sopir bus dan truk yang hendak mengisi BBM harus kecewa karena stok solar sudah habis.
Sugito, seorang sopir truk, mengaku sejak dari Kendal berniat mengisi solar, namun beberapa SPBU yang didatanginya tidak mempunyai stok solar. Mau tidak mau dia mengisi kendaraannya dengan solar non subsidi atau DEX yang harganya dua kali lebih mahal jika dibandingkan solar bersubsidi. Padahal untuk menempuh perjalanan dari Cibinong, Jawa Barat, menuju Gresik, Jawa Timur, truk yang dikemudikannya menghabiskan sekitar 1.200 liter solar.
Kekosongan solar juga terjadi di sembilan SPBU yang tersebar di delapan kecamatan se-Kabupaten Wonogiri. Delapan kecamatan tersebut adalah Jatisrono, Slogohimo, Sidoharjo, Ngadirojo, Wonogiri (Pokoh dan Brumbung), Selogiri, Wuryantoro dan Pracimantoro. Kondisi itu menyulitkan warga, bahkan ada warga yang terpaksa tidur di mobilnya lantaran tidak mendapatkan solar.
Warga Kelurahan Wuryorejo, Kecamatan Wonogiri, Bagus S, mengatakan terpaksa bermalam di dalam mobil jenis SUV miliknya lantaran tidak mendapatkan solar. Padahal, Bagus sudah mendatangi dua SPBU, namun solar di dua SPBU itu kosong.” Karena waktu itu malam hari, penjual solar eceran juga tidak ada, terpaksa saya tidur di mobil,” ungkap Bagus.
Bupati Danar hari itu juga mendatangi SPBU Pokoh untuk mengecek kekosongan tersebut. Pengawas SPBU Pokoh, Teguh, kepada Bupati di hadapan wartawan, menjelaskan kekosongan solar lantaran pasokan solar turun dari 16 kiloliter (KL) per hari menjadi 8 KL per hari. ”Kekosongan itu beberapa kali terjadi. Penyebabnya memang karena pembatasan,” kata Teguh.
Seusai kunjungan, Bupati menegaskan pihaknya segera melayangkan surat ke Pertamina terkait keadaan kekosongan solar. “Segera saya buat surat ke Pertaminan hari ini juga,” tegas bupati Danar.
Di Sergen kelangkaan solar sudah merambah ke petani. Petani mengeluh karena kesulitan mendapatkan bahan bakar solar bersubsidi di SPBU. Padahal solar dibutuhkan petani untuk mengoperasikan alat-alat pertanian.
Dia menyayangkan kondisi itu karena saat ini petani membutuhkan solar selama satu bulan untuk mengolah tanah. Dia menjelaskan keterlambatan mengolah tanah dapat mempengaruhi proses lain.
Padahal petani membutuhkan solar untuk mengoperasikan diesel saat menyedot air. (h/dn/mtv)
Kelangkaan
solar bersubsidi belakangan terjadi hampir di semkua daerah. Dampaknya cukup dahsyad, ratusan nelayan di Subang, Jawa Barat, mengamuk karena kesulitan mendapatkan solar.
Sudah hampir sepekan mereka tak bisa melaut. Nelayan membakar poster dan menendang jeriken kosong sebegai bentuk protes. Sesekali mereka berteriak. Mereka meminta pemerintah cepat mengatasi masalah kelangkaan solar.
Menurut nelayan, sudah satu bulan ini solar sulit didapat. Mereka tak tahu apa penyebabnya. Yang terang, sejak solar sulit didapat, nelayan tak bisa pergi ke laut untuk mencari ikan.
Di Bengkulu, ratusan kendaraan berbahan bakar solar kesulitan mendapatkan BBM selama sebulan terakhir. Pemilik kendaraan bahkan harus menginap di SPBU untuk memperoleh solar.
Setiap hari permintaan solar bersubsidi selalu tidak mencukupi, meski jumlah SPBU cukup banyak. Akibatnya antrean kendaraan bisa mencapai dua kilometer dan menimbulkan kemacetatan total di jalan raya. Memaksa pemilik kendaraan menginap di SPBU karena pasokan solar telah habis hanya dalam tempo empat jam. Antrean kendaraan berbahan bakar solar di salah satu SPBU di Bengkulu didominasi kendaraan truk yang mengangkut hasil tambang dan perkebunan.
Pihak Pertamina Bengkulu mengakui telah melakukan pembatasan penyaluran untuk menghindari over kuota BBM bersubsidi. Pertamina menyarankan kendaraan angkutan tambang dan perkebunan membeli bahan bakar non-subsidi yang kuotanya masih banyak di depo. Namun kebijakan Pertamina dinilai mempersulit pemilik kendaraan yang hanya mengangkut hasil tambang dan perkebunan. Sebab mereka mengaku hanya mendapat upah dari perusahaan tambang dan perkebunan sesuai dengan harga BBM bersubsidi.
Di Semarang lain lagi ceritanya.Terhitung Rabu (27/3), Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Semarang menghentikan tujuh truk pengangkut sampah dari 17 unit yang ada, karena kesulitan memperoleh bahan bakar solar. “Satu truk rata-rata membutuhkan 30 liter solar per hari. Dengan langkanya solar, kami terpaksa menghentikan operasional tujuh truk kami,” ujar Kabid Kebersihan dan Pertamanan, Hadi Riyanto.
Ditambahkan oleh Kasi Pengelolaan Sampah, Mulyono, dengan tidak beroperasinya truk sampah tersebut, daya angkut sampah berkurang hingga 50 persen. Praktis yang biasanya setiap harinya mengangkut 220 kubik sampah saat ini hanya mampu mengangkut sekitar 100 kubik saja. Sejumlah tempat pembuangan sampah (TPS) pun terimbas dengan keputusan itu.
Antrean panjang kendaraan yang akan mengisi solar juga terjadi di Batam, Provinsi Kepulauan Riau juga masih terus terjadi. Seperti di SPBU Vitka Varma di Tiban BTN; SPBU Tembesi, Kecamatan Batuaji; dan SPBU Simpang Franky, Kecamatan Batam Center Kota.
Ironisnya, Assistant Customer Relation Marketing Operation Region I Pertamina Sonny Mirath berdalih, hal itu terjadi akibat kembali beroperasinya mobil-mobil pelangsir atau pembeli BBM untuk dijual lagi, yang sebelumnya sempat ditertibkan oleh Pemerintah Kota Batam dan petugas keamanan.
Bahkan Ia menolak anggapan terjadi kelangkaan solar di SPBU. Menurutnya, kendaraan yang antre di SPBU enggan mengisi bahan bakar nonsubsidi. Akibatnya jatah solar bersubsidi yang diperuntukkan bagi angkutan umum dan mobil penumpang, cepat habis.
Sedangkan di Kendal, SPBU berubah jadi “Bengkel” Truk. SPBU Jambearum yang ada di jalur Pantai Utara Kendal, Jawa Tengah itu kehabisan solar. Namun begitu, banyak truk yang memaksa masuk ke SPBU itu, untuk antre mendapatkan solar. Para sopir memanfaatkan waktu untuk memperbaiki kerusakan ringan pada truknya.
Menurut salah satu sopir truk, Supadi (34), warga Surabaya Jawa Timur, dia terpaksa mau menunggu solar di SPBU Jambearum, Kendal, karena apabila dipaksakan melanjutkan perjalanan, akan mogok di jalan, karena kehabisan bahan bakar. “Solar sudah menipis. Hanya bisa jalan beberapa kilo saja,” kata Supadi, Jum’at (22/3) siang.
Senada dengan Supadi. Supir truk lain, Sabar (40) warga Cirebon Jawa Barat, mengatakan sudah sejak sekitar jam lima pagi, antre solar di tempat itu. “Lebih baik menunggu antrean, daripada nanti macet di jalan,” kata Sabar.
Sebenarnya di SPBU Jambearum Kendal juga menjual solar, tapi solar non subsidi. Harga per liternya Rp 10.500. Namun para sopir truk, tidak mampu untuk membelinya.
Sopir Stres
Di Kendari , Sulawesi Tenggara, puluhan truk terpaksa bermalam di SPBU karena tidak ada solar. Sejumlah sopir truk mengaku stres, karena harus telah mengantri sejak Kamis hingga pukul 19.00 malam. Namun hingga Jumat pagi, belum juga mendapatkan solar.
Situasi yang sama juga terjadi di SPBU Tapak Kuda jalan by pass Kendari. Antrean panjang telah terlihat di SPBU tersebut. Rambu peringatan yang dipasang petugas kepolisian berupa larangan untuk membuat dua lapis antrean tidak lagi diindahkan para sopir yang berlomba untuk mendapatkan jatah solar.
Solar di sejumlah SPBU di jalur Pantura Demak juga mengalami kelangkaan. Seperti yang terpantau di Jalan Lingkar Demak, sopir bus dan truk yang hendak mengisi BBM harus kecewa karena stok solar sudah habis.
Sugito, seorang sopir truk, mengaku sejak dari Kendal berniat mengisi solar, namun beberapa SPBU yang didatanginya tidak mempunyai stok solar. Mau tidak mau dia mengisi kendaraannya dengan solar non subsidi atau DEX yang harganya dua kali lebih mahal jika dibandingkan solar bersubsidi. Padahal untuk menempuh perjalanan dari Cibinong, Jawa Barat, menuju Gresik, Jawa Timur, truk yang dikemudikannya menghabiskan sekitar 1.200 liter solar.
Kekosongan solar juga terjadi di sembilan SPBU yang tersebar di delapan kecamatan se-Kabupaten Wonogiri. Delapan kecamatan tersebut adalah Jatisrono, Slogohimo, Sidoharjo, Ngadirojo, Wonogiri (Pokoh dan Brumbung), Selogiri, Wuryantoro dan Pracimantoro. Kondisi itu menyulitkan warga, bahkan ada warga yang terpaksa tidur di mobilnya lantaran tidak mendapatkan solar.
Warga Kelurahan Wuryorejo, Kecamatan Wonogiri, Bagus S, mengatakan terpaksa bermalam di dalam mobil jenis SUV miliknya lantaran tidak mendapatkan solar. Padahal, Bagus sudah mendatangi dua SPBU, namun solar di dua SPBU itu kosong.” Karena waktu itu malam hari, penjual solar eceran juga tidak ada, terpaksa saya tidur di mobil,” ungkap Bagus.
Bupati Danar hari itu juga mendatangi SPBU Pokoh untuk mengecek kekosongan tersebut. Pengawas SPBU Pokoh, Teguh, kepada Bupati di hadapan wartawan, menjelaskan kekosongan solar lantaran pasokan solar turun dari 16 kiloliter (KL) per hari menjadi 8 KL per hari. ”Kekosongan itu beberapa kali terjadi. Penyebabnya memang karena pembatasan,” kata Teguh.
Seusai kunjungan, Bupati menegaskan pihaknya segera melayangkan surat ke Pertamina terkait keadaan kekosongan solar. “Segera saya buat surat ke Pertaminan hari ini juga,” tegas bupati Danar.
Di Sergen kelangkaan solar sudah merambah ke petani. Petani mengeluh karena kesulitan mendapatkan bahan bakar solar bersubsidi di SPBU. Padahal solar dibutuhkan petani untuk mengoperasikan alat-alat pertanian.
Dia menyayangkan kondisi itu karena saat ini petani membutuhkan solar selama satu bulan untuk mengolah tanah. Dia menjelaskan keterlambatan mengolah tanah dapat mempengaruhi proses lain.
Padahal petani membutuhkan solar untuk mengoperasikan diesel saat menyedot air. (h/dn/mtv)
Quote:
0
2.1K
33
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.3KThread•41.1KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru