Melihat kericuhan pekan lalu, antara Bonek dengan Aremania yang memakan korban jiwa seorang Bonek, mantan pemain Persebaya, Nurkiman sangat menyayangkan. Pria yang tinggal di Kedung Mangu Timur V/2 ini juga berharap suporter-suporter di Jawa Timur ini bisa segera berdamai.

SURABAYA (Surabaya Pagi) - Tanggal 26 Desember 1995 menjadi tanggal yang selalu diingat oleh Nurkiman. Hari itu menjadi hari yang menyebabkan Nurkiman gantung sepatu. Meskipun luka itu masih membekas, Nurkiman bersikap lapang dada dengan memaafkan pelaku (Aremania.red). “Saya sudah legowo, saya harap bonek harus bisa berdamai dengan arema,”ujar Nurkiman. Suami dari Desi Sulastri ini merupakan salah satu pemain legenda Persebaya yang menjadi satu-satunya korban pemain keganasan suporter Malang.

Cerita ini berawal dari selesainya laga antara Persema vs Persebaya saat itu. Rombongan pemain Persebaya yang berniat balik terkena serangan batu oleh suporter Malang di perjalanan. Mata kiri pemain yang dulu berposisi sebagai gelandang ini terkena tembakan ketapel dari suporter Malang. “Waktu saya naik bus melewati gerombolan suporter tiba-tiba ada serangan batu, ketika saya menoleh mata saya tiba-tiba terkena pecahan kaca akibat serangan ketapel yang dilakukan suporter Malang,” ujar pria yang sekarang juga bekerja sebagai pegawai PDAM. Bermula dari kejadian inilah awal dari perseteruan abadi antara arema dengan bonek. Sebelum kejadian yang menyebabkan mata kirinya cacat ini, perseteruan hanya terjadi di lapangan saja. Hanya pemain saja yang sering mendapat teror dari penonton.

Ayah dari Syaifikri.M,M.Haikal, dan M.Ibrahimovic hanya sempat bermain setengah musim saja di liga Dunhill yang ke II tahun 1995. Setelah itu Nurkiman hanya fokus bekerja saja di PDAM, sebab dia sudah tak sanggup merumput lagi. Nurkiman sempat dipanggil lagi oleh sang pelatih Rusdy Bahalwan pada tahun 1996 dan 1997 namun Nurkiman tak mengiyakan. Pria yang juga sempat melatih persebaya junior di tahun 2008 ini juga menginginkan Persebaya dapat bersatu lagi. Syaifikri Muhammad yang merupakan anak sulung Nurkiman mewarisi keahlian bapaknya mengolah si kulit bundar dan berposisi sebagai gelandang. Nurkiman sendiri belum sempat merasakan trofi juara. Setelah dia pensiun, barulah Persebaya dapat menjadi kampiun di liga Dunhill yang ke-3 sewaktu diperkuat oleh Jacksen Tiago dkk.

“Persebaya sendiri saat itu perseteruannya dengan Persema bukan Arema, sebab Persebaya dan Persema sama-sama berada di Liga Perserikatan, sementara Arema ada di liga Galatama,’’ tutur Nurkiman.

Nurkiman berharap persebaya dapat bersatu lagi seperti dahulu. Tak seperti sekarang yang terpecah-pecah menjadi dua. Pria yang juga sempat berkuliah di universitas Yos Sudarso jurusan hukum ini menyayangkan apabila suporter di Jawa Timur tetap saling bermusuhan contohnya seperti Aremania, Bonek, dan LA Mania. “Saya menginginkan suporter itu bisa rukun orang sama-sama dari Jawa Timurnya kok, kalau bertengkar terus kan gak ada selesainya,” tukas pemain yang terkenal dengan kelincahannya mengolah si kulit bundar tersebut. Ia juga berharap dualisme di dalam persepakbolaan Indonesia segera berakhir. Agar tim nasional dapat berprestasi di kancah internasional. Nurkiman merupakan sosok mantan pemain bola yang bersahaja itu tampak dari rumahnya yang sederhana. Semasa Nurkiman memang boleh dibilang Persebaya sebagai the Dream Team dengan pemain seperti Nurkiman, Yusuf Ekodono, Aji Santoso, Bejo Sugiantoro, Mursyid Effendi dkk dan pelatih Rusdy Bahalwan tim Bajul Ijo (julukan Persebaya.red) menjadi salah satu klub yang paling ditakuti oleh lawan-lawannya pada masanya. zal

http://surabayapagi.com/index.php?re...0288ecdd32b3d4



ayo dulur podo damai gak usah gontok2an