Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sayaamatirAvatar border
TS
sayaamatir
Indonesia Menuju Budaya Berbohong
Bukti No repost
Spoiler for "No Repost":


tanpa kita sadari bahwa ternyata sikap tak acuh dan tenggelam dalam kesibukan sendiri di rumah itu berpotensi membangun pondasi “budaya bohong dalam keluarga”. Wah, mengerikan sekali kedengarannya, kok bisa sih?

Coba Agan Buffer Ini video Cuma 16 Detik kok

[YOUTUBE]


Yang gak bisa nge-klik Youtube, transkip-nya seperti ini:

Si B ngobrol dengan si C di dapur.
B : “Rambut kamu bagus ya”
Kemudian si A datang sambil garuk-garuk rambutnya yang kusut.
A : “Tres***e aku mana ya?”
B : “Aku gak lihat”
Si C juga geleng-geleng kepala, pertanda gak tahu.
A : “Aku cari-cari gak ada”
Kemudian si A berlalu untuk terus mencari-cari shampoo-nya. Setelah si A berlalu, si B dengan senyum kemenangan kepada si C menunjukkan shampoo Tres***e yang dicari si A yang disembunyikannya di dalam kitchen set.

Iklan produk yang sama dengan skenario yang sama (sama-sama mengajari berbohong) bisa dilihat juga di sinidan di sana.

Mungkin Andapun juga sudah pernah melihatnya. Nahh… kita bisa masuk golongan pembangun pondasi “budaya bohong dalam keluarga” bila kita membiarkan si kecil buah hati menonton televisi sendirian, tanpa pendampingan dari kita selaku orangtuanya.

Bila pemirsa televisi disuguhi tayangan seperti itu berulang-ulang, maka dalam alam bawah sadarnya akan terpola untuk menerima secara permisif dan menganggap perbuatan bohong adalah hal yang wajar / lumrah. Kalau orang dewasa bisa seperti itu apalagi anak kecil yang masih rawan dalam mengelola pikirannya.

Bila Anda menganggap wajar / biasa-biasa saja perbuatan bohong dalam tayangan iklan di atas, maka subliminal message yang dititipkan dalam tayangan – tayangan sejenis sebelumnya itu berhasil mengenai sasaran. Pola pikir Anda telah terbentuk. Subliminal message adalah pesan-pesan yang disampaikan ke alam bawah sadar seseorang sehingga ia tidak menyadarinya meskipun menerimanya ke dalam otak. Subliminal message ini mampu menyuruh seseorang atau mampu memberikan instruksi yang kemudian dilakukan oleh orang tersebut, tanpa yang bersangkutan sadar dirinya sedang disuruh. Sehingga bagi saya subliminal message itu termasuk sihir.

Subliminal message bukan dilakukan dengan mantra sebagaimana sihir, namun dengan teknik-teknik psikologi rekayasa yang pada dasarnya memanfaatkan teknik-teknik memanipulasi kesadaran. Aktifitas ini dapat dimasukkan ke dalam “mind control” atau pengendalian pikiran dimana di dalamnya termasuk brainwashing, hypnotizing, sihir, dan lain sebagainya. Yang mengkhawatirkan adalah ketika subliminal message digunakan oleh para pembuat film, iklan dan games. Dan lebih mengerikan lagi ternyata kebanyakan subliminal message yang digunakan oleh pihak-pihak ini justru lebih sering mempromosikan hedonisme, pornografi dan kekerasan! Tujuan mereka jelas adalah membentuk budaya kerusakan moral yang luar biasa hingga benar-benar tersesat tanpa sadar.

Sering kita baca berita-berita di media bagaimana anak yang masih belia tega membunuh temannya, membohongi orang tuanya, melakukan pelecehan seksual terhadap teman sebayanya, mencuri, dan kerusakan moral lainnya yang saat melakukannya ia tidak merasa bahwa itu adalah perbuatan dosa! Berbagai contoh kasus ada pada halaman 2 jurnal ini. Ada kekuatan sihir yang masuk dalam alam bawah sadarnya yang sekian lama tumbuh subur (membentuk pola otaknya) melalui tayangan film / teve atau games yang ia mainkan. Sihir, sebagaimana kita ketahui, merupakan sebuah tindakan memanipulasi seseorang sehingga ia mengalami sesuatu, atau melakukan sesuatu, atau membenci sesuatu, atau menyukai sesuatu, tanpa kemauan atau kesadarannya. Dan sublimal message negatif yang diserap oleh anak-anak berpotensi menjadi pintu masuknya penentangan kepada orang tua. Segala hal positif yang disampaikan oleh orangtua akan dianggap bukan lagi sesuatu yang menurutnya baik, sehingga ia berani menentang.

Korupsi besar-besaran atau selingkuh diawali dari kebiasaan berbohong, dan mereka (koruptor & peselingkuh) sudah menjadikan bohong adalah lifestyle.
Maka waspadalah untuk hal-hal yang kelihatannya sepele seperti itu. Jangan sampai (tanpa disadari) kita termasuk golongan orang-orang yang membangun pondasi “budaya bohong dalam keluarga”.

Nabi Ibrahim a.s. yang hanya 3 (tiga) kali “berbohong” dalam hidupnya itu saja menangis memohon ampunan setiap malam. Padahal, sebenarnya kalimat yang telah diucapkan beliau bukanlah sebuah kebohongan, namun merupakan bentuk kalimat diplomatis dalam menghadapi lawan. Itu adalah people skill yang baik. Lantas bagaimana dengan kita? Yang terkadang menganggap berbohong adalah hal sepele. Padahal sudah jelas peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” [QS An-Nahl 16:105]
Jelas bahwa berbohong adalah perilaku orang yang tidak beriman. Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam juga menegaskan haramnya berdusta dan menjadi salah satu tanda orang munafik.

Hidup di era penuh fitnah ini sungguh tidak mudah, khususnya menghadapi fitnah dajjal: yang jelek seolah-olah kelihatan baik, begitu juga sebaliknya. Setiap saat mesti waspada, setiap aspek kehidupan harus kita periksa ulang satu kali, dua kali bahkan berkali-kali untuk memastikan keamanannya dari jeratan fitnah dajjal. Maka mari kita berinvestasi mendampingi si buah hati dalam menyerap informasi melalui media televisi, lagu yang ia dengarkan, buku-buku bacaannya, dan games yang ia mainkan. Mendampingi secara aktif, pancing dengan diskusi. Bukan dengan melarangnya, agar otaknya selalu berkembang karena terus diajak berpikir menambah wawasannya.

Saya pun juga sudah biasa berdiskusi dengan Nana, putri pertama kami yang sudah menginjak kelas 6 SD, berdiskusi tentang lagu-lagu bertema dewasa, bacaan, film-film, dan games. Memberikan kesempatan baginya untuk menikmatinya kalau ia ingin. Bahkan memainkannya bersama. Bukan melarangnya*. Dari situlah tercipta pintu diskusi. Sehingga dengan kesadarannya selanjutnya, ia bisa memilah mana yang sebaiknya ditinggalkan tanpa diminta. Dengan demikian, dia tidak akan dihantui rasa penasaran, mencuri-curi kesempatan, dan mengambil informasi yang keliru (misalnya nanya temannya, ini lebih bahaya). Kami, selaku orangtua, akan berusaha terbuka dengan anak, sehingga sang anak merasa nyaman untuk menjadikannya orangtua sebagai sahabatnya tempat berbagi curhat.

*) kecuali kalo daya rusaknya kelas berat, maka kami akan menyensornya terlebih dahulu

Belajar dari pengalaman nabi Ibrahim a.s. bila kita ingin bercanda, tidak perlu dibumbui dengan berbohong, cukup biasakan menggunakan people skill yang baik, kreatif dalam mengolah kata. Dalam riwayatnya, Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam juga menerapkan hal yang demikian. Tidak mudah memang, karena itu memang perlu latihan dalam mengolah kata-kata. Paling tidak ada upaya dari kita menghindari membangun budaya berbohong.

Silakan saling berbagi wawasan di sini, bila Anda juga menemukan subliminal message yang negatif lainnya dari tayangan film, iklan, dan teve. Tentunya akan sangat banyak ditemui. Termasuk juga lagu-lagu.

Indonesia Menuju Budaya Berbohong.
Mau negeri ini hancur?
Bila tidak mau, …lawan!



Sumber
0
1.3K
10
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84.2KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.