agninistanAvatar border
TS
agninistan
Akui Hak Penghayat Kepercayaan
Akui Hak Penghayat Kepercayaan

"Pemerintah tidak memiliki otoritas untuk menentukan legalitas agama. Hak penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan harus diakui."

VHRmedia, Jakarta – Diskriminasi layanan publik terhadap para penghayat kepercayaan masih terjadi. Mereka misalnya ditolak membuat kartu tanda penduduk, kerena dalam kartu keluarga tidak dicantumkan agama.

Tanpa dokumen kependudukan, para penghayat kepercayaan sulit mengurus akta kelahiran, surat nikah, dan surat kematian. Akibatnya banyak dari mereka yang tidak mendapat layanan kesehatan dan pendidikan.

Hal itu terungkap dalam seminar “Pesan Ibu Nusantara Bagi Arah Kebangsaan Indonesia: Akui dan Penuhi Hak-hak Konstitusional Pemeluk Agama Leluhur dan Penghayat Kepercayaan” di gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (20/12).

Dalam seminar yang diprakarsai Komnas Perempuan dan Aliansi Bhinneka Tunggal Ika, hadir para ibu penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan, Tolotang (Sulawesi Selatan), Sapto Darmo (Yogyakarta), Parmalim, Suku Anak Dalam (Jambi), Langka Mama (Riau), Sedulur Sikep, Osing (Banyuwangi), Kaharingan (Kalimantan), Bali Aga, Wetu Telu Sasak, dan Komunitas Boti (NTT).

Diskriminasi terhadap para penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan ini sistimatis. Bahkan jenazah mereka sering ditolak masyarakat untuk dikuburkan di pemakaman umum.

Terobosan Kementerian Dalam Negeri agar para pengayat kepercayaan melampirkan surat keterangan dari organisasi masing-masing ternyata tidak menyelesaikan masalah diskriminasi.

Jaminan persamaan hak para penganut kepercayaan diluruskan Mahkamah Konstitusi dalam putusan uji materiil UU 1/1965 PNPS. Dalam putusannya Hakim MK menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki otoritas untuk menentukan legalitas agama. Aturan bahwa pemerintah hanya mengakui 6 agama resmi otomatis gugur.

Sehingga aturan dalam UU Adminisrasi Kependudukan (Pasal 61 ayat 2) yang mengosongkan kolom agama dalam kartu keluarga penghayat kepercayaan tidak sesuai konstitusi. Kolom tersebut harus diisi sesuai keyakinan penghayat agama. (E1)

Foto: Penghayat kepercayaan Bonokeling (VHRmedia/Prayitno)

http://www.vhrmedia.com/new/berita_d...ail.php?id=629

setuju, sudah saatnya agama asli indonesia seperti kejawen, parmalim, kaharingan, dll diakui karena mereka justru merupakan identitas asli kita. selama ini yang diakui, ironisnya hampir semua impor, tak ada yang lokal. bagaimana bisa melestarikan tradisi & budaya bangsa sendiri kalo agama aslinya sendiri tak diakui. negara2 asia yang maju seperti korea, jepang, rrc, vietnam, & india justru merupakan negara2 yang melestarikan tradisi & budaya asli mereka sedangkan negara2 asia yang menganggungkan budaya impor seperti filipina, pakistan, afghanistan justru menjadi negara yang terpuruk & terbelakang gara2 melupakan budaya & tradisi asli mereka bahkan menghancurkannya

Jumat, 21 Desember 2012 | 17:08

Ilustrasi: Suku Baduy adalah salah satu suku yang masih memeluk agama adat Sunda Wiwitan. Mereka menuntut agama dan kepercayaan mereka dicantumkan dalam E-KTP

Diskriminasi bagi Penghayat Kepercayaan Masih Terus Terjadi

Otoritas pemerintah menentukan agama resmi atau bukan resmi sudah diluruskan Mahkamah konstitusi yang menyatakan pemerintah tidak punya otoritas menentukan legalitas suatu agama.

Diskriminasi pelayanan publik akibat tak menganut salah satu agama ternyata masih terjadi hingga saat ini.

Hal itu terungkap dalam curahan hati para ibu-ibu Penganut Kepercayaan Kepada Tuhan yang Maha Esa dalam Seminar 'Pesan Ibu Nusantara bagi Arah Kebangsaan Indonesia: Akui dan Penuhi Hak-hak Konstitusional Pemeluk Agama Leluhur dan Penghayat Kepercayaan' di Jakarta.

Anggota Komisi Hukum DPR, Eva Kusuma Sundari, yang turut hadir dalam acara itu mengatakan merasa miris mendengar curhat para ibu yang memberi kesaksian atas diskriminasi dalam pelayanan publik oleh Pemda-pemda.

"Khususnya dalam pembuatan KTP atau e-KTP. Pemasangan tanda strip dalam kolom agama menyebabkan mereka kehilangan hak-hak sipil kependudukan seperti pencatatan kelahiran, perkimpoian, kematian hingga pelayanan kesehatan. Belum lagi hak atas pendidikan dan pekerjaan semata karena mereka dianggap tidak beragama," tutur Eva di Jakarta, hari ini.

Para ibu itu merupakan anggota Penghayat agama-agama leluhur Sunda Wiwitan Jabar, Tolotang Sulsel, dan Sapto Darmo Yogyakarta. Mereka mengikuti seminar yang diprakarsai Komnas Perempuan dan Aliansi Bhinneka Tunggal Ika.

Acara itu juga dihadiri 35 perwakilan komunitas-komunitas di daerah seperti Parmalim, Suku Anak Dalam Jambi, Langka Mama Riau, Kepribaden, Sedulur Sikep, Romo Tegal, Osing Banyuwangi, Budho Tengger, Kaharingan Kalimantan, Bali Aga, Wetu Telu Sasak, hingga Komunitas Boti NTT.

"Diskriminasi terhadap para penghayat agama-agama leluhur ini bisa dikatakan sistematis dari lahir hingga meninggal. Mayatnya sering ditolak masyarakat untuk dikuburkan di pemakaman umum," kata Eva.

Politisi dari PDI Perjuangan itu menyebut sudah mendapat informasi Kemendagri sudah memberikan alasan soal hal itu bukanlah diskriminasi. Perlakuan demikian hanya melaksanakan perintah UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang menyatakan untuk kolom agama tidak resmi harus diberi tanda strip atau tidak diisi.

"Tapi terobosan Kemendagri dengan menyarankan para penghayat untuk melampirkan surat keterangan tentang kepercayaan yang dianut sesuai organisasi masing-masing ternyata tidak menyelesaikan masalah diskriminasi terhadap penghayat," ujarnya.

Padahal soal otoritas pemerintah menentukan agama resmi atau bukan resmi sudah diluruskan MK dalam Putusan 140/PUU-VII/2009 atas UU No 1/1965 tentang PNPS. Dalam putusan ini MK secara eksplisit dan tegas menyatakan bahwa pemerintah tidak punya otoritas menentukan legalitas suatu agama.

"Sehingga keputusan bahwa hanya ada enam agama resmi yang diakui oleh negara secara otomatis juga gugur. Atas dasar Putusan MK itu, maka harusnya semua pelaksanaan UU termasuk pihak Dirjen Adminduk Kemendagri harus mematuhinya. Artinya soal pengisian kolom agama itu dianggap tidak sesuai Konstitusi lagi," kata Eva.
Penulis: Markus Junianto Sihaloho/ Didit Sidarta

http://www.beritasatu.com/mobile/nas...s-terjadi.html
Diubah oleh agninistan 22-12-2012 03:56
0
5.5K
77
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.