Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

soeilAvatar border
TS
soeil
Kesenjangan Gender di Parlemen Jepang

Tiga hari sebelum Korea Selatan (Korsel) memilih seorang presiden perempuan, para pemungut suara di Jepang secara signifikan mengurangi jumlah kaum hawa di parlemen. Artinya, hanya akan ada 38 perempuan di majelis rendah Jepang, atau 7,9% dari keseluruhan anggota badan legislatif itu.
Angka itu menurun dari 54, atau 11,3% dalam periode sebelumnya. Bahkan, lebih rendah dibandingkan 43 perempuan yang terpilih pada 2005. Penurunan ini telah mengakhiri kenaikan stabil atas jumlah anggota perempuan dalam parlemen sepanjang tiga kampanye belakangan.
Rendahnya jumlah perempuan dalam parlemen ikut mempermalukan Jepang sebagai sebuah negara maju, demikian kata Mieko Nakabayashi, kandidat perempuan dari Partai Demokrat Jepang. Ia pertama kali terpilih masuk parlemen pada tiga tahun lalu. Saat itu, ia mewakili prefektur Kanagawa. Dalam pemungutan suara pada hari Minggu lalu, ia kalah dari seorang kandidat lelaki.
Kesenjangan gender terbaru dalam parlemen Jepang adalah langkah mundur dari tujuan yang dirancang pada 2006, untuk memiliki 30% anggota perempuan dalam parlemen. Bahkan sebelum pemungutan suara ini, pengaruh perempuan dalam kancah politik Jepang lebih rendah dari sebagian besar negara dunia.
Pada 31 Oktober, Inter-Parliamentary Union (IPU) menetapkan Jepang pada peringkat ke-113 dari 190 dalam hal rasio perwakilan perempuan dalam parlemen. Semua negara G7 berada pada posisi yang lebih tinggi dari Negeri Matahari Terbit.
Jerman memuncaki peringkat G7, berada pada posisi ke-24 dan dengan rasio 32,9%. Negara yang mendapat peringkat paling dekat dengan Jepang adalah Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam berada pada posisi ke-82, dengan 17% rasio. Rata-rata rasio global adalah 20,7%.
Di Asia, Cina dan Korsel masing-masing berada pada peringkat ke-66 dan ke-89. Mengacu hasil terbaru IPU, peringkat Jepang diproyeksi turun menjadi peringkat ke-127, setara dengan Botswana. Namun, apa yang lebih signifikan dari minimnya anggota parlemen Jepang adalah ketiadaan seorang wanita kuat yang bisa menjadi panutan. Atau, seorang perempuan yang layak memimpin kapan pun di masa depan.
Sejumlah anggota perempuan dalam parlemen telah diangkat menteri. Tapi langkah mereka masih jauh untuk bisa menyamai kesuksesan kepemimpinan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton atau Kanselir Jerman Angela Merkel.
Tidak seperti Korsel, negara tetangganya, yang juga minim partisipasi perempuan dalam politik, Jepang tidak memiliki sosok perempuan yang bisa menandingi presiden terpilih Negeri Ginseng, Park Geun-Hye.
Situasi di politik Jepang ini mencerminkan sektor swasta. Kesulitan dalam mengelola keseimbangan antara karier dan rumah tangga terus memperlemah partisipasi dan kesempatan perempuan dalam ranah kerja, demikian laporan yang dirilis Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) pekan ini.
Kesenjangan gender, terutama soal upah, mulai tampak pada kelompok pekerja muda. Selisih gaji meluas hingga sebesar 40% untuk mereka di atas 40 tahun. Lebih jauh laporan menyebutkan, "kurang dari 5% yang terdaftar dalam anggota komisaris perusahaan adalah perempuan, satu dari proporsi terendah di antara negara-negara anggota OECD".
Sumber: The Wall Street Journal
0
2.3K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.