Dalam sepekan terakhir, sungguh berat menyandang gelar pemimpin di Lampung. Dimana pun posisinya, telunjuk banyak orang mengarah ke setiap person yang bergelar pemimpin. Belum hilang dari ingatan tragedy Mesuji yang membuat geram para pemimpin, karena menilai kasus Mesuji dipotisir pihak tertentu, Minggu (28-10), Lampung Selatan kembali bergolak.

Jumlah korbannya dua kali lipat dari tragedi Mesuji (baik Mesuji Lampung maupun Mesuji Sumatera Selatan). Kerusuhan antara warga Balinuraga dan warga Desa Agom Kalianda, menewaskan 14 orang. Ribuan warga Balinugara terpaksa diungsikan ke Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling, Bandar Lampung.

Lampung kembali masuk pusaran arus berita nasional dan menjadi trending topik di berbagai jaring sosial. Tapi aromanya sungguh tak enak. Label ‘The Killing Fields’ bagi Lampung kembali beredar di ruang-ruang situs pertemanan. Itu bukan cap yang enak. Dulu, waktu video kasus Mesuji berisi kepala orang dipenggal merebak, banyak yang bilang, “Jangan mungut mantu dari Lampung,”

Selama sepekan ini, puluhan foto-foto seram, yang menurut UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik tak layak tayang, beredar bebas dan berantai dari ponsel ke ponsel warga. Foto-fotonya jauh lebih seram dari kasus Mesuji. Ada korban tanpa kaki, tanpa kepala, dan darah berceceran mirip hewan yang baru dikurbankan.

Entah apalagi sebuatan masyarakat luar, untuk Lampung kini. Satu hal yang membuat kita masih merasa dalam bingkai satu bangsa, satu bahasa, dan satu Tanah Air, adalah banyaknya bantuan mengalir secara spontanitas dari berbagai elemen masyarakat. Semua bergerak tanpa memandang suku, agama, rasa, dan antargolongan.

Gerakan sukarela itulah yang masih membuat kita bangsa ini masih akan kokoh berdiri. Gerakan spontanitas masyarakat dari berbagai elemen itu sekaligus mementahkan pendapat yang mengatakan ada bahaya laten perpecahan dan konflik pasca otonomi daerah (otda). Bangsa ini ternyata masih memegang tinggi semangat persaudaraan dan semangat kebersaamaan.

Semangat itu yang harus dipupuk agar amanah konstitusi dasar yang kita bangun sebagai pondasi kemerdakaan bangsa ini, tetap kokoh. Perdamaian abadi yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini, bukan sloga, tapi bisa terlaksan sepanjang berkolaborasi dengan keadilan sosial.

Damailah Lampung dan Indonesiaku

Alangkah indah dan mulianya kalau kita sesama manusia bisa saling bersaudara dan menjaga persaudaraan itu sehingga hal semacam ini tidak terjadi lagi.

[URL="http://lamposS E N S O Rberita/ternyata-persaudaraan-itu-masih-ada"]Sumber[/URL]