Jakarta (ANTARA News) - Survei terbaru yang diadakan Yayasan Denny JA dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Community menyebutkan 77,5 persen publik menerima bertetangga dengan perbedaan agama, sedang yang tidak menerima 15,1 persen dan tidak tahu hanya 7,4 persen.
Peneliti LSI Community Ardian Sopa didampingi Direktur YDJA Novriantoni Kahar megemukakan hal itu kepada pers di Jakarta, Minggu.
Survei menemukan bahwa publik menerima bertetangga dengan penganut Syiah hanya 54,0 persen, menerima penganut Ahmadiyah 48,2 persen dan orang yang memiliki hubungan sesama jenis (kaum homoseksual) hanya 17,1 persen.
Ardian mengatakan, survei yang bekerjasama LSI Network itu dilakukan pada 1-8 Oktober 2012 dengan menggunakan metode multistage random sampling, mengambil 1.200 responden dengan teknik wawancara, tatap muka responden dengan kuesioner dan tingkat kesalahan 2,9 persen.
Survei dilengkapi dengan riset kualitatif, analisis media dan Focus Group Discussion (FGD).
Ardian menjelaskan, terjadi peningkatan prosentase publik yang tidak menerima bertetangga dengan perbedaan agama yaitu dari 8,2 persen (survei 2005) menjadi 15,1 persen (2012).
Begitu juga untuk penerimaan bertetangga dengan penganut Syiah meningkat dari 26,7 persen (2005) menjadi 41,8 persen (2012): dengan Ahmadiyah dari 39,1 persen menjadi 46,6 persen; dengan kaum homoseksual meningkat dari 64,7 persen (2005) menjadi 80,6 persen (2012).
Responden yang tidak setuju menggunakan cara kekerasan dalam menegakkan agama sebanyak 79,0 persen (Survei 2005) sedang pada Survei 2012 hanya 59,3 persen. Sedangkan yang setuju penggunaan kekerasan pada 2005 hanya 9,8 persen dan pada 2012 sebanyak 24,0 persen.
Ardian mengatakan, survei LSI menemukan ada tiga faktor mengharuskan adanya perhatian serius terhadap meningkatnya intoleransi, pertama, data jumlah kekerasan yang mengatasnamakan agama meningkat dari 62 kasus pada 2010 menjadi 92 kasus pada 2011.
Kedua, lembaga kepresiden, politisi dan polisi dinilai responden kurang optimal dalam melindungi perbedaan dan kebebasan. Survei LSI menemukan publik yang menyatakan puas atas kinerja kepresiden 25,1 persen; politisi (37,7 persen) dan polisi (29,5 persen).
Ketiga, survei LSI menemukan bahwa ketidaktoleransian publik terhadap isu perbedaan masih tinggi yaitu 31,2 persen, sedangkan publik yang menilai cukup toleran sebanyak 63,1 persen dan yang tidak tahu hanya 5,7 persen.(*)
Editor: Ruslan Burhani
http://www.antaranews.com/berita/339...erbedaan-agama