- Beranda
- Berita dan Politik
Jika Saya Hatta Rajasa, Ini Rencana Ideal MRT di Jakarta
...
TS
ibnutiangfei
Jika Saya Hatta Rajasa, Ini Rencana Ideal MRT di Jakarta
Quote:
Oleh: Richard Susilo*
TRIBUNNEWS.COM - Semua orang di Jakarta pasti sudah sangat stres, macet luar biasa, terburuk di dunia. Maka harapan kepada MRT (Mass Rapid Transit System) sangat besar. Tapi kapan jadinya? Bicara sana sini, studi kelayakan sana sini, ujungnya soal dana juga tidak tersedia. Penulis pernah bicara ke banyak orang, cari Gubernur Jakarta gak usah orang pinter, tetapi orang yang bisa pecahkan kemacetan Jakarta segera, nah itulah sang Gubernur. Apakah Jokowi-Ahok bisa penuhi harapan ini?
Kita lihat dulu sejarah MRT. Studi sistem transportasi massal Jakarta sudah dilakukan sejak 1986 sebelum penulis hijrah ke Jepang tahun 1992, sampai dengan kini berada di Jepang. Lama juga 20 tahun di negeri Sakura yang nyaman dengan transportasi khususnya kereta api.
Lalu konorsium dibuat tahun 1995 antara pemda Jakarta, Eropa dan Jepang, mempelajari rancangan dasar konstruksi koridor bawah tanah Blok M-Kota. Tahun 2000 badan kerjaama internasional Jepang (JICA) membiayai studi transportasi mengenai Master Plan bagi Jabotabek Phase-I.
Tahun 2005 dibuat pula studi oleh tim Special Assistance for Project Formation dari bank kerjasama internasional Jepang (JBIC) untuk memfasilitasi pembentukan konsensus bagi setiap stakeholders proyek ini di Indonesia. Lalu bulan Agustus 2005 MRT SubS E N S O Rmittee dibentuk di bawah komisi kebijaksanaan akselerasi infrastruktur (KKPPI) guna mengimplementasi berbagai keperluan dalam mendirikan perusahaan MRT (MRTC). Tanggal 18 Oktober 2006 ditandatangani kesepakatan mendasar peminjaman pinjaman dana pemerintah Jepang buat Indonesia lewat JBIC
Tanggal 17 Juni 2008 PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) didirikan atas persetujuan DPRD lewat Perda No.3/2008 menyangkut pembentukan BUMD PT MRT Jakarta dan juga Perda No.4/2008 mengenai investasi regional in PT MRT Jakarta.
Tanggal 5 Desember 2008 penandatangan Aide Memoir antara JICA dan pemerintah DKI Jakarta untuk implementasi studi perluasan jalur Dukuh Atas - Kota - Kampung Bandan yang ditindaklanjuti JICA dengan pengiriman tim studi kelayakan Phase II Jakarta koridor bagian Selatan - Utara, Dukuh Atas - Kota - Kampung Bandan, dan studi kelayakan pendahuluan koridor Timur - Barat.
Pada prinsipnya sejak 2006 Indonesia sudah dapat jaminan dana dari Jepang dengan suku bunga sangat rendah sekitar 0,1 persen per tahun untuk jalur MRT sekitar 110,8 km di Jakarta, terdiri dari koridor Selatan-Utara (Lebak Bulus – Kampung Bandan) sekitar 23,8 km dan koridor Timur-Barat sekitar 87 km.
Terakhir 9 Oktober lalu Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahkan sudah mendapat lampu hijau Jepang memastikan untuk meminjamkan 420 triliun rupiah kepada Indonesia (termasuk untuk proyek MRT) dengan suku bunga sekitar 0,1 persen persen per tahun itu. Eh, malah sang Menko bilang pikir-pikir dulu. Mengapa? Karena ingin agar pendanaan 55 persen dipegang swata Indonesia dan 45 persen dipegang pemerintah (BUMN). Apa bisa segera terkumpul dana dari kedua belah pihak itu?
Proyek MRT harus sekarang juga dilaksanakan, tak bisa lagi ada penundaan lagi. Bahkan Ketua Komisi B DPRD DKI, Selamat Nurdin, mengatakan, "Jika sampai tertunda, DKI akan menanggung denda sebesar Rp 800 juta/hari. Jika proyek MRT tertunda apalagi sampai batal, maka hal itu juga dapat mencemarkan nama baik Indonesia, khususnya Jakarta dalam iklim investasi dunia."
Entah peraturan siapa yang buat dan dari mana peraturan itu sehingga ada denda Rp 800 juta/hari, memang perlu dipertanyakan. Tetapi jauh lebih penting lagi, tidak boleh lagi ada penundaan proyek MRT dan juga proyek monorail di Jakarta, karena semua kemacetan yang ada di Jakarta jelas membuang waktu, uang, energi dan segalanya dengan percuma, "subete muda", kata orang Jepang. Menjadikan kehidupan orang Jakarta tidak produktif.
Kini sebenarnya sudah di tangan kita. Rancangan, hasil study, bahkan uang sudah di tangan kita, tak perlu pusing lagi, tinggal pelaksanaan saja.
Seandainya saya di posisi Menko Perekonomian Hatta Rajasa, maka langsung saya terima pinjaman Jepang. Di mana lagi bisa pinjam uang dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Setelah itu kita bicara dengan Jepang dengan baik dan rinci. Pasti Jepang akan mengabulkan permintaan kita. Apa permintaan itu?
Kita sampaikan, dana pinjaman kita terima, tetapi karena harus mengembalikan plus bunga pinjaman, dan juga Indonesia harus mandiri nantinya, maka selain mendapat pinjaman, dana proyek MRT juga akan ditawarkan kepada swata dan BUMN Indonesia sebagai pemegang saham murni nantinya.
Dengan demikian perolehan uang dari dua pihak, dari dalam negeri dan dari Jepang. Mengapa demikian? Dengan masuknya swasta, pembayaran pengembalian uang pinjaman Jepang beserta bunga, tidak perlu lagi dibayarkan oleh pemerintah tetapi dapat diambil dari dana swasta Indonesia, sehingga anggaran pemerintah tidak terbeban berat dengan pinjaman negeri Sakura ini.
Saya yakin Jepang pasti menyetujui hal tersebut, aalnya pemerintah Indonesia terbuka dan transparan melaporkan segala sesuatunya kepada Jepang mengenai penggunaan dana anggaran bagi proyek MRT.
Pekerjaan yang bersih, tanpa korupsi, pasti semua akan berjalan dengan baik demi keberhasilan dan kebahagiaan bersama.
Lalu satu hal yang tak boleh kita lupa, karena pinjaman dari Jepang, biasanya pihak Jepang memohon juga agar perusahaan kontraktor Jepang, serta barang-barang produk Jepang dipakai juga pada proyek MRT.
Hal ini bukan keharusan dan Indonesia bisa menyeleksi seperlunya saja karena biar bagaimana pun produk Jepang adalah yang terbaik. Tetapi tentu pihak Indonesia harus bisa menegosiasikan harga kepada Perusahaan Jepang agar tidak jatuh mahal. Di sinilah bagian pembelian biaanya muncul uang korupsi bagi para oknum.
Apakah kita bisa bersih? Penulis yakin kita semua bisa bersih. Tetapi semua perlu pengawasan satu sama lain dan keterbukaan semua pihak yang terlibat proyek MRT tersebut. Masalahnya kini, apakah ada itikad baik, apakah ada niat baik dari sebanyak mungkin orang yang terkait MRT untuk bekerja keras dengan bersih tanpa pamrih, karena memang masing-masing dari kita sudah mendapatkan gaji.
Tugas Gubernur Jokowi-Ahok untuk mengontrol dengan baik, bertindak tegas, tanpa pandang bulu bagi semua orang yang terkait proyek MRT. Itulah tentu harapan kita semua. Kalau semua berpikiran positif, bersih dengan itikad baik semua menyelesaikan kemacetan Jakarta yang sudah sangat parah ini, proyek MRT penulis yakin segera terlaksana dengan baik.
Cepat selesai MRT, semua kehidupann akan berjalan dengan angat baik, perekonomian meroket tinggi, kesejahteraan jauh semakin baik, mungkin penulis akan pulang ke Jakarta segera (terus terang seorang Gubernur Jakarta pernah meminta penulis segera pulang membantu Jakarta). Kita berdoa semua, agar proyek ini cepat dilaksanakan dan cepat selesai dengan lancar tanpa gangguan hambatan apa pun. Terutama agar dijauhkan dari pikiran kotor para oknum yang mau memanfaatkan kesempatan proyek besar ini demi kantongnya sendiri saja.
Atau mungkin Gubernur Jokowi-Ahok perlu memunculkan aturan baru, gantung koruptor khususnya yang terkait proyek MRT ? Beranikah? Minna gambarimashou ne!
*Penulis adalah mantan wartawan Bisnis Indonesia dan Kompas, 20 tahun tinggal di Tokyo, Jepang
SUMBER
TRIBUNNEWS.COM - Semua orang di Jakarta pasti sudah sangat stres, macet luar biasa, terburuk di dunia. Maka harapan kepada MRT (Mass Rapid Transit System) sangat besar. Tapi kapan jadinya? Bicara sana sini, studi kelayakan sana sini, ujungnya soal dana juga tidak tersedia. Penulis pernah bicara ke banyak orang, cari Gubernur Jakarta gak usah orang pinter, tetapi orang yang bisa pecahkan kemacetan Jakarta segera, nah itulah sang Gubernur. Apakah Jokowi-Ahok bisa penuhi harapan ini?
Kita lihat dulu sejarah MRT. Studi sistem transportasi massal Jakarta sudah dilakukan sejak 1986 sebelum penulis hijrah ke Jepang tahun 1992, sampai dengan kini berada di Jepang. Lama juga 20 tahun di negeri Sakura yang nyaman dengan transportasi khususnya kereta api.
Lalu konorsium dibuat tahun 1995 antara pemda Jakarta, Eropa dan Jepang, mempelajari rancangan dasar konstruksi koridor bawah tanah Blok M-Kota. Tahun 2000 badan kerjaama internasional Jepang (JICA) membiayai studi transportasi mengenai Master Plan bagi Jabotabek Phase-I.
Tahun 2005 dibuat pula studi oleh tim Special Assistance for Project Formation dari bank kerjasama internasional Jepang (JBIC) untuk memfasilitasi pembentukan konsensus bagi setiap stakeholders proyek ini di Indonesia. Lalu bulan Agustus 2005 MRT SubS E N S O Rmittee dibentuk di bawah komisi kebijaksanaan akselerasi infrastruktur (KKPPI) guna mengimplementasi berbagai keperluan dalam mendirikan perusahaan MRT (MRTC). Tanggal 18 Oktober 2006 ditandatangani kesepakatan mendasar peminjaman pinjaman dana pemerintah Jepang buat Indonesia lewat JBIC
Tanggal 17 Juni 2008 PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) didirikan atas persetujuan DPRD lewat Perda No.3/2008 menyangkut pembentukan BUMD PT MRT Jakarta dan juga Perda No.4/2008 mengenai investasi regional in PT MRT Jakarta.
Tanggal 5 Desember 2008 penandatangan Aide Memoir antara JICA dan pemerintah DKI Jakarta untuk implementasi studi perluasan jalur Dukuh Atas - Kota - Kampung Bandan yang ditindaklanjuti JICA dengan pengiriman tim studi kelayakan Phase II Jakarta koridor bagian Selatan - Utara, Dukuh Atas - Kota - Kampung Bandan, dan studi kelayakan pendahuluan koridor Timur - Barat.
Pada prinsipnya sejak 2006 Indonesia sudah dapat jaminan dana dari Jepang dengan suku bunga sangat rendah sekitar 0,1 persen per tahun untuk jalur MRT sekitar 110,8 km di Jakarta, terdiri dari koridor Selatan-Utara (Lebak Bulus – Kampung Bandan) sekitar 23,8 km dan koridor Timur-Barat sekitar 87 km.
Terakhir 9 Oktober lalu Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahkan sudah mendapat lampu hijau Jepang memastikan untuk meminjamkan 420 triliun rupiah kepada Indonesia (termasuk untuk proyek MRT) dengan suku bunga sekitar 0,1 persen persen per tahun itu. Eh, malah sang Menko bilang pikir-pikir dulu. Mengapa? Karena ingin agar pendanaan 55 persen dipegang swata Indonesia dan 45 persen dipegang pemerintah (BUMN). Apa bisa segera terkumpul dana dari kedua belah pihak itu?
Proyek MRT harus sekarang juga dilaksanakan, tak bisa lagi ada penundaan lagi. Bahkan Ketua Komisi B DPRD DKI, Selamat Nurdin, mengatakan, "Jika sampai tertunda, DKI akan menanggung denda sebesar Rp 800 juta/hari. Jika proyek MRT tertunda apalagi sampai batal, maka hal itu juga dapat mencemarkan nama baik Indonesia, khususnya Jakarta dalam iklim investasi dunia."
Entah peraturan siapa yang buat dan dari mana peraturan itu sehingga ada denda Rp 800 juta/hari, memang perlu dipertanyakan. Tetapi jauh lebih penting lagi, tidak boleh lagi ada penundaan proyek MRT dan juga proyek monorail di Jakarta, karena semua kemacetan yang ada di Jakarta jelas membuang waktu, uang, energi dan segalanya dengan percuma, "subete muda", kata orang Jepang. Menjadikan kehidupan orang Jakarta tidak produktif.
Kini sebenarnya sudah di tangan kita. Rancangan, hasil study, bahkan uang sudah di tangan kita, tak perlu pusing lagi, tinggal pelaksanaan saja.
Seandainya saya di posisi Menko Perekonomian Hatta Rajasa, maka langsung saya terima pinjaman Jepang. Di mana lagi bisa pinjam uang dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Setelah itu kita bicara dengan Jepang dengan baik dan rinci. Pasti Jepang akan mengabulkan permintaan kita. Apa permintaan itu?
Kita sampaikan, dana pinjaman kita terima, tetapi karena harus mengembalikan plus bunga pinjaman, dan juga Indonesia harus mandiri nantinya, maka selain mendapat pinjaman, dana proyek MRT juga akan ditawarkan kepada swata dan BUMN Indonesia sebagai pemegang saham murni nantinya.
Dengan demikian perolehan uang dari dua pihak, dari dalam negeri dan dari Jepang. Mengapa demikian? Dengan masuknya swasta, pembayaran pengembalian uang pinjaman Jepang beserta bunga, tidak perlu lagi dibayarkan oleh pemerintah tetapi dapat diambil dari dana swasta Indonesia, sehingga anggaran pemerintah tidak terbeban berat dengan pinjaman negeri Sakura ini.
Saya yakin Jepang pasti menyetujui hal tersebut, aalnya pemerintah Indonesia terbuka dan transparan melaporkan segala sesuatunya kepada Jepang mengenai penggunaan dana anggaran bagi proyek MRT.
Pekerjaan yang bersih, tanpa korupsi, pasti semua akan berjalan dengan baik demi keberhasilan dan kebahagiaan bersama.
Lalu satu hal yang tak boleh kita lupa, karena pinjaman dari Jepang, biasanya pihak Jepang memohon juga agar perusahaan kontraktor Jepang, serta barang-barang produk Jepang dipakai juga pada proyek MRT.
Hal ini bukan keharusan dan Indonesia bisa menyeleksi seperlunya saja karena biar bagaimana pun produk Jepang adalah yang terbaik. Tetapi tentu pihak Indonesia harus bisa menegosiasikan harga kepada Perusahaan Jepang agar tidak jatuh mahal. Di sinilah bagian pembelian biaanya muncul uang korupsi bagi para oknum.
Apakah kita bisa bersih? Penulis yakin kita semua bisa bersih. Tetapi semua perlu pengawasan satu sama lain dan keterbukaan semua pihak yang terlibat proyek MRT tersebut. Masalahnya kini, apakah ada itikad baik, apakah ada niat baik dari sebanyak mungkin orang yang terkait MRT untuk bekerja keras dengan bersih tanpa pamrih, karena memang masing-masing dari kita sudah mendapatkan gaji.
Tugas Gubernur Jokowi-Ahok untuk mengontrol dengan baik, bertindak tegas, tanpa pandang bulu bagi semua orang yang terkait proyek MRT. Itulah tentu harapan kita semua. Kalau semua berpikiran positif, bersih dengan itikad baik semua menyelesaikan kemacetan Jakarta yang sudah sangat parah ini, proyek MRT penulis yakin segera terlaksana dengan baik.
Cepat selesai MRT, semua kehidupann akan berjalan dengan angat baik, perekonomian meroket tinggi, kesejahteraan jauh semakin baik, mungkin penulis akan pulang ke Jakarta segera (terus terang seorang Gubernur Jakarta pernah meminta penulis segera pulang membantu Jakarta). Kita berdoa semua, agar proyek ini cepat dilaksanakan dan cepat selesai dengan lancar tanpa gangguan hambatan apa pun. Terutama agar dijauhkan dari pikiran kotor para oknum yang mau memanfaatkan kesempatan proyek besar ini demi kantongnya sendiri saja.
Atau mungkin Gubernur Jokowi-Ahok perlu memunculkan aturan baru, gantung koruptor khususnya yang terkait proyek MRT ? Beranikah? Minna gambarimashou ne!
*Penulis adalah mantan wartawan Bisnis Indonesia dan Kompas, 20 tahun tinggal di Tokyo, Jepang
SUMBER
buset dah....ada denda 800 juta perhari........mungkin pemerintah kita agak takut nerima proyek itu karena terkenal dgn 'jam karet'-nya....
Diubah oleh ibnutiangfei 21-10-2012 22:44
0
914
Kutip
2
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
670KThread•40.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru