Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

MarketeersAvatar border
TS
MOD
Marketeers
Membangun isilaturahmi di kampung global
Membangun isilaturahmi di kampung global

Hari ini Lebaran tiba. Idul Fitri. Arus mudik yang berhilir di kampung-kampung halaman pun sudah hampir pungkasan. Silahturahmi pun digelar hari ini. Orang-orang saling bersalam-salaman sambil mengucapkan maaf. Minal Aidzin wal Faidzin.

Itulah ritual tahunan masyarakat Indonesia saat Lebaran tiba. Orang-orang saling berkunjung. Mereka yang selama ini tidak bertemu dipertemukan dalam momentum Lebaran. Saling berkasih kabar. Saling berbagi rezeki. Berbagi celoteh hangat. Dan sebagainya. Tradisi ini mungkin sudah terjadi sejak puluhan bahkan ratusan tahun silam. Khususnya, saat terjadi arus urbanisasi ke kota-kota. Dan, Lebaran menjadi momentum arus balik kaum urban untuk kembali sejenak ke kampung halaman dan tanah kelahiran mereka.

Itu terjadi sejak zaman Internet belum ada. Apa hubungannya Lebaran dengan Internet? Saya tertarik dengan opini seorang Indonesianis yang saya temui di Jakarta sebulan silam. Namanya James Hoesterey. Profesor Universitas Wisconsin, AS, ini lebih dikenal sebagai penjembatan antara Barat dengan dunia Islam. Dalam obrolannya di studio radio Marketeers, James mengatakan silaturahmi antara Barat dan dunia Islam seharusnya lebih gampang dilakukan di era sekarang. Era di mana Internet telah menghubungkan banyak orang, lintas negara,lintas benua, lintas agama, dan sebagainya. Sebab itu, silaturahmi bisa dilakukan secara lebih luas dan mudah. James Hoesterey menyebut dengan istilah “iSilaturahmi.”

Apa yang dikatakan James benar adanya. Di tengah dunia yang makin terhubung saat ini, silaturhami seharusnya lebih gampang dilakukan. Saya tidak mau mengatakan bahwa silaturahmi secara tatap muka bisa digantikan dengan silaturahmi virtual. Bagi saya, silaturahmi tatap muka, jabat tangan, tak tergantikan. Namun, semangat silaturahmi ini perlu dihidupkan dalam dunia yang memang sangat memungkinkan hal ini terjadi.

Bumi saat ini menurut Marshall McLuhan disebut dengan global village atau kampung global. Jaring-jaring komunikasi melalui Internet telah menjadikan satu ruang mahabesar bagi seluruh penduduk bumi ini. Dunia kesannya tidak lagi bulat. Tapi, horisontal. Lebih tepatnya datar seperti yang diungkapkan pemikir Thomas Friedman dalam bukunya “The World is Flat.”

Fenomena Facebook, misalnya. Facebook telah mengumpulkan banyak orang dalam satu platform. Bahkan, seperti yang dikatakan oleh banyak testimoni, banyak orang berhasil menggelar reuni lagi dengan saudara maupun kawan-kawan lamanya. Facebook telah mempertemukan sahabat dan saudara yang “hilang.”

Meski tidak disangkal bahwa Internet menghadirkan aneka paradoks (bisa dibaca di tulisan saya “13 Paradoks di Masyarakat New Wave”), Internet berperan dalam menyatukan umat manusia. Salah satu paradoksnya, ketika dunia makin menyatu, justru pertentangan-pertentangan antarkelompok terjadi. Perang antaridentitas menguat. Salah satu adalah yang ingin dijembatani James Hoesterey antara dunia Islam dan Barat. Benturan budaya dan perdaban ini sudah lama dipopulerkan pemikir Samuel Huntington dalam bukunya “Clash of Civilization” paska Perang Dingin. Tapi, mungkin inilah salah satu tahapan bagaimana bumi ini berproses menjadi kampung global—bukan sekadar ruangnya, tapi juga antarmanusianya.

iSilaturahmi Merek dengan Konsumennya

Pesan di atas juga layak dilakukan oleh para pemasar di era sekarang. Konsumen sudah saling terhubung. Mereka menjadi komunitas sosial yang memiliki bargaining power lebih kuat. Sebab itu, menjadi merek yang silaturahmin dengan komunitas konsumen menjadi panggilan di era sekarang. Merek katakanlah harus bisa lebih merakyat dan mernghorizontalkan dirinya.

Merek tidak lagi berada di atas angin. Merek juga tidak lagi bisa membombardir konsumen dengan aneka iklan dan promosi. Merek sekarang ini harus menyapa, mendengarkan, bersalaman, minta maaf, bekerjasama, dengan konsumennya. Itulah silaturahmi sejatinya bagi merek. Silaturahmi inilah yang menjadi merek bisa sustainable di masa mendatang.

Dan, Internet memberi sarana mumpuni untuk melakukan silaturahmi dengan konsumen kapan pun dan di mana pun. Jangkauan silaturahminya pun lebih besar dan prosesnya jauh lebih efektif dibanding era sebelum Internet muncul. Tentu saja, cara bersilaturahminya bukan dengan cara-cara pemasaran lawas. Merek harus bisa menyapa, bertandang, membangun percakapan, membangun kepercayaan, berbagi benefit, saling menguntungkan, dengan konsumen. Termasuk bila memang salah, merek harus dengan legawa minta maaf kepada konsumen. Azas kepercayaan menjadi penting dalam silaturahmi ini. Sebab itu, transparansi harus terus dijaga. Dan, nilai-nilai harus diusung, seperti kejujuran. Maklum, di era horisontal ini, konsumen makin well-informed dan tak gampang dibohongi.

Silaturahmi inilah kunci langgengnya bisnis. Silaturahmi di sini tak sekadar customer engagement yang biasa saja. Tapi, masuk kepada harapan dan kecemasan dari konsumen tersebut. Dan, era sekarang, tersedia banyak sekali media untuk bersilaturahmi tersebut.

Artikel: http://the-marketeers.com/archives/m...ng-global.html
0
1.1K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Ilmu Marketing & Research
Ilmu Marketing & ResearchKASKUS Official
6.2KThread2KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.