- Beranda
- Berita dan Politik
Prabowo Bicara Pelajaran dari Sumatera: Harus Ada Lumbung Desa
...
TS
mabdulkarim
Prabowo Bicara Pelajaran dari Sumatera: Harus Ada Lumbung Desa
Prabowo Bicara Pelajaran dari Bencana Sumatera: Harus Ada Lumbung Desa

Eva Safitri - detikNews
Selasa, 16 Des 2025 17:50 WIB
Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka dalam pengarahan kepada kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025). (Eva Safitri/detikcom)
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto meminta semua daerah mengambil pelajaran dari bencana Sumatera mengenai bertahan di tengah komunikasi dan jalur terputus. Menurutnya, semua wilayah harus punya lumbung desa.
"Bencana yang kita lihat sekarang di Sumatera Utara, Aceh, dan di Sumatera Barat memberi pelajaran lagi kepada kita dan saya yakin Saudara-saudara di Papua juga mengalami itu, bahwa kalau terjadi sesuatu di mana komunikasi putus, desa itu harus bisa bertahan, kecamatan itu harus bisa bertahan, kabupaten itu harus bisa bertahan," kata Prabowo saat memberikan arahan di depan kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Prabowo menyebut lumbung desa pernah ada pada zaman dahulu. Oleh karena itu, Prabowo ingin lumbung pangan dibangun di tiap desa.
"Dan ini adalah pelajaran nenek moyang kita. Tanyalah kepada kakek-kakek kita, dulu ada lumbung desa. Kita harus ada lumbung desa sekarang, harus ada lumbung kecamatan, harus ada lumbung kabupaten, harus ada lumbung provinsi, dan harus ada lumbung-lumbung nasional. Kita akan lakukan itu. Kita akan membantu Saudara-saudara supaya setiap kabupaten bisa swasembada pangan," ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya kemandirian pangan di setiap daerah sebagai respons atas kondisi geografis Indonesia yang luas dan tantangan logistik yang mahal. Menurutnya, ketergantungan antarpulau justru membuat harga pangan melonjak di daerah tertentu, sehingga negara harus mendorong setiap wilayah mengoptimalkan potensi pangannya sendiri.
"Menteri Pertanian sudah melakukan langkah-langkah. Kita akan buka sumber-sumber pangan di semua kabupaten. Masalahnya adalah, karena negara kita begitu besar, tidak bisa satu pulau tergantung pulau lain. Satu ongkos logistik itu terlalu besar sehingga beras yang mungkin produksinya di satu daerah mungkin hanya Rp 8.000 atau Rp 9.000, di suatu provinsi bisa Rp 25 ribu karena faktor komunikasi, karena faktor logistik. Jadi kita dipaksa oleh alam kita untuk masing-masing mengejar swasembada pangan," ujarnya.
Lebih jauh Prabowo mengajak daerah kembali mengembangkan pertanian sesuai dengan karakter wilayah masing-masing, sekaligus meneladani kearifan lokal yang telah diwariskan sejak lama.
"Di mana Saudara bisa punya sawah-sawah untuk beras mari kita lakukan, atau kebun-kebun jagung atau sagu atau singkong. Ingat, ini adalah kunci survival kita sebagai bangsa, ini pelajaran ribuan tahun," ujarnya.
"Jadi kita tidak usah terlalu pintar. Belajar saja dari nenek moyang kita, kenapa dulu ada lumbung desa, kita harus siap untuk kemungkinan yang paling jelek. Itu pelajaran, saya kira pelajaran nenek moyang kita. Saya kira ada di buku-buku agama, 7 tahun baik dan 7 tahun paceklik ya, 7 tahun dan tidak baik. Pada saat 7 tahun baik, kita persiapan. Nanti ada 7 tahun tidak baik, kita siap. Alam juga harus kita hadapi dengan baik," lanjut Prabowo.
https://news.detik.com/berita/d-8263...-lumbung-desa.
Papua banyak kasus kelaparan masal. Paling parah tahun 1997 akibat kekeringan panjang dan gagal panen. Beberapa tahun lalu sempat terjadi juga meskipun lingkupnya nggak separah di 1997.
Tapi resikonya dibakar KKB atau ditolak aktivis
Prabowo Targetkan Penanaman Sawit di Papua dalam 5 Tahun ke Depan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/prabowo-pimpin-skb-di-istana.jpg)
Tayang: Selasa, 16 Desember 2025 19:10 WIB
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-inlihat fotoPrabowo Targetkan Penanaman Sawit di Papua dalam 5 Tahun ke Depan
HO/IST
SIDANG KABINET - Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna (SKP) yang digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (15/12/2025). Sidang tersebut dilaksanakan dalam rangka menghadapi penghujung tahun 2025 sekaligus membahas berbagai perkembangan strategis nasional, termasuk penanganan bencana di sejumlah wilayah Indonesia.
A-
A+
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden RI Prabowo Subianto di Jakarta menargetkan penanaman sawit di Papua dalam kurun waktu 5 tahun sebagai langkah menuju energi mandiri berbasis potensi lokal.
Arahan tersebut disampaikan Prabowo saat memimpin rapat bersama seluruh kepala daerah Papua di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
“Nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit, juga tebu menghasilkan etanol, singkong cassava juga untuk menghasilkan etanol sehingga kita rencanakan dalam 5 tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri swasembada pangan dan swasembada energi.”
Dalam rapat itu, Prabowo menekankan pentingnya diversifikasi energi berbasis potensi lokal.
Dampak Fiskal dan Penghematan
Menurut Prabowo, kemandirian energi dan pangan akan berdampak besar pada penghematan anggaran negara, khususnya subsidi dan impor bahan bakar.
“Dengan demikian kita akan menghemat ratusan triliun untuk subsidi, ratusan triliun untuk impor BBM dari luar negeri.”
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo saat menyoroti nilai impor BBM Indonesia yang masih mencapai Rp520 triliun.
“Bayangkan kalau kita bisa potong setengah berarti ada Rp250 triliun, apalagi kita bisa potong Rp500 triliun.” Prabowo menilai penghematan itu dapat membuka ruang fiskal besar bagi pembangunan daerah.
Baca juga: Satgas PKH: 31 Perusahaan Diduga Penyebab Banjir Sumatra, Ada Indikasi Pidana
Data Kunci Energi dan Sawit
Rencana penanaman sawit di Papua disertai sejumlah angka penting yang menunjukkan skala kebijakan dan dampaknya bagi fiskal negara:
Rp520 triliun → nilai impor BBM Indonesia saat ini.
5 tahun → target waktu penanaman sawit di Papua.
Ratusan triliun → potensi penghematan subsidi dan impor BBM.
1 triliun per kabupaten → ruang fiskal yang diklaim bisa terbuka untuk pembangunan daerah.
Adat Terhimpit, Hutan Terkikis
Masyarakat adat dan aktivis lingkungan menilai ekspansi sawit di Papua bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut keberlangsungan tradisi dan hak hidup.
“Masifnya ekspansi perkebunan sawit menyebabkan masyarakat adat sulit menjalankan tradisi seperti ritual maupun upacara adat sehingga pengetahuan lokal ini terancam hilang,” ujar Juru Kampanye Kaoem Telapak, Ziadatunnisa, dikutip Kompas.com, Jumat (12/12/2025).
Ia menjelaskan, riset Kaoem Telapak di Sumatera, Kalimantan, dan Papua menunjukkan ekspansi sawit memicu pelanggaran HAM, terutama terhadap masyarakat adat. Operasi sering berjalan tanpa izin resmi dan berdampak langsung pada perempuan adat.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan kalangan akademisi.
“Ekspansi sawit berpotensi memperburuk ketimpangan, mengancam masyarakat adat, dan menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Hidayatullah Rabbani, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam laporan Kompas.com (3 Januari 2025).
Rabbani menyoroti risiko sosial dan ekologis ekspansi sawit, terutama setelah Presiden Prabowo menyebut sawit sebagai “aset strategis” dalam Musrenbangnas, 30 Desember 2024.
Menurutnya, meski sawit menyumbang hampir 4 persen PDB nasional, kebijakan ekspansi tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial berisiko memperburuk deforestasi, ketimpangan agraria, serta melemahkan posisi petani swadaya dan masyarakat adat.
Organisasi lingkungan juga menegaskan dampak nyata ekspansi sawit terhadap hutan.
“Ada sekitar 3,2 juta hektare lahan mengalami deforestasi akibat ekspansi sawit skala besar,” ungkap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam laporan Kompas.com (3 Januari 2025).
Walhi menolak klaim bahwa kebun sawit dapat dianggap sebagai hutan, dan menilai rencana pemerintah memperluas lahan sawit berisiko memperparah deforestasi di Papua serta mengancam ruang hidup masyarakat adat.
Pengamat Energi: Pemerintah Harus Hati-hati
Dari sisi akademisi, pengamat energi UGM Fahmy Radhi menilai target swasembada energi 4–5 tahun realistis, tetapi perlu kajian mendalam.
“Target swasembada energi realistis, tetapi pemerintah harus hati‑hati dalam kebijakan fiskal dan analisis dampak lingkungan.” Pernyataan itu disampaikan Fahmy dalam diskusi yang dilaporkan Kompas.com (28 Oktober 2024).
Target sawit di Papua bukan sekadar angka lima tahun. Publik menanti, apakah janji penghematan ratusan triliun benar‑benar terwujud tanpa mengorbankan hutan dan masyarakat adat.
https://www.tribunnews.com/nasional/...&s=paging_new.
Banyak yang mengecam secara yang di Sumatera disorot akibat sawit menyebabkan bencana.
dI Papua udah banyak perkebunan dan sawah yang dikecam masyarakat adat.. apalagi rencana sawit

Eva Safitri - detikNews
Selasa, 16 Des 2025 17:50 WIB
Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka dalam pengarahan kepada kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025). (Eva Safitri/detikcom)
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto meminta semua daerah mengambil pelajaran dari bencana Sumatera mengenai bertahan di tengah komunikasi dan jalur terputus. Menurutnya, semua wilayah harus punya lumbung desa.
"Bencana yang kita lihat sekarang di Sumatera Utara, Aceh, dan di Sumatera Barat memberi pelajaran lagi kepada kita dan saya yakin Saudara-saudara di Papua juga mengalami itu, bahwa kalau terjadi sesuatu di mana komunikasi putus, desa itu harus bisa bertahan, kecamatan itu harus bisa bertahan, kabupaten itu harus bisa bertahan," kata Prabowo saat memberikan arahan di depan kepala daerah se-Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Prabowo menyebut lumbung desa pernah ada pada zaman dahulu. Oleh karena itu, Prabowo ingin lumbung pangan dibangun di tiap desa.
"Dan ini adalah pelajaran nenek moyang kita. Tanyalah kepada kakek-kakek kita, dulu ada lumbung desa. Kita harus ada lumbung desa sekarang, harus ada lumbung kecamatan, harus ada lumbung kabupaten, harus ada lumbung provinsi, dan harus ada lumbung-lumbung nasional. Kita akan lakukan itu. Kita akan membantu Saudara-saudara supaya setiap kabupaten bisa swasembada pangan," ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya kemandirian pangan di setiap daerah sebagai respons atas kondisi geografis Indonesia yang luas dan tantangan logistik yang mahal. Menurutnya, ketergantungan antarpulau justru membuat harga pangan melonjak di daerah tertentu, sehingga negara harus mendorong setiap wilayah mengoptimalkan potensi pangannya sendiri.
"Menteri Pertanian sudah melakukan langkah-langkah. Kita akan buka sumber-sumber pangan di semua kabupaten. Masalahnya adalah, karena negara kita begitu besar, tidak bisa satu pulau tergantung pulau lain. Satu ongkos logistik itu terlalu besar sehingga beras yang mungkin produksinya di satu daerah mungkin hanya Rp 8.000 atau Rp 9.000, di suatu provinsi bisa Rp 25 ribu karena faktor komunikasi, karena faktor logistik. Jadi kita dipaksa oleh alam kita untuk masing-masing mengejar swasembada pangan," ujarnya.
Lebih jauh Prabowo mengajak daerah kembali mengembangkan pertanian sesuai dengan karakter wilayah masing-masing, sekaligus meneladani kearifan lokal yang telah diwariskan sejak lama.
"Di mana Saudara bisa punya sawah-sawah untuk beras mari kita lakukan, atau kebun-kebun jagung atau sagu atau singkong. Ingat, ini adalah kunci survival kita sebagai bangsa, ini pelajaran ribuan tahun," ujarnya.
"Jadi kita tidak usah terlalu pintar. Belajar saja dari nenek moyang kita, kenapa dulu ada lumbung desa, kita harus siap untuk kemungkinan yang paling jelek. Itu pelajaran, saya kira pelajaran nenek moyang kita. Saya kira ada di buku-buku agama, 7 tahun baik dan 7 tahun paceklik ya, 7 tahun dan tidak baik. Pada saat 7 tahun baik, kita persiapan. Nanti ada 7 tahun tidak baik, kita siap. Alam juga harus kita hadapi dengan baik," lanjut Prabowo.
https://news.detik.com/berita/d-8263...-lumbung-desa.
Papua banyak kasus kelaparan masal. Paling parah tahun 1997 akibat kekeringan panjang dan gagal panen. Beberapa tahun lalu sempat terjadi juga meskipun lingkupnya nggak separah di 1997.
Tapi resikonya dibakar KKB atau ditolak aktivis
Prabowo Targetkan Penanaman Sawit di Papua dalam 5 Tahun ke Depan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/prabowo-pimpin-skb-di-istana.jpg)
Tayang: Selasa, 16 Desember 2025 19:10 WIB
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-inlihat fotoPrabowo Targetkan Penanaman Sawit di Papua dalam 5 Tahun ke Depan
HO/IST
SIDANG KABINET - Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna (SKP) yang digelar di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (15/12/2025). Sidang tersebut dilaksanakan dalam rangka menghadapi penghujung tahun 2025 sekaligus membahas berbagai perkembangan strategis nasional, termasuk penanganan bencana di sejumlah wilayah Indonesia.
A-
A+
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden RI Prabowo Subianto di Jakarta menargetkan penanaman sawit di Papua dalam kurun waktu 5 tahun sebagai langkah menuju energi mandiri berbasis potensi lokal.
Arahan tersebut disampaikan Prabowo saat memimpin rapat bersama seluruh kepala daerah Papua di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
“Nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit, juga tebu menghasilkan etanol, singkong cassava juga untuk menghasilkan etanol sehingga kita rencanakan dalam 5 tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri swasembada pangan dan swasembada energi.”
Dalam rapat itu, Prabowo menekankan pentingnya diversifikasi energi berbasis potensi lokal.
Dampak Fiskal dan Penghematan
Menurut Prabowo, kemandirian energi dan pangan akan berdampak besar pada penghematan anggaran negara, khususnya subsidi dan impor bahan bakar.
“Dengan demikian kita akan menghemat ratusan triliun untuk subsidi, ratusan triliun untuk impor BBM dari luar negeri.”
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo saat menyoroti nilai impor BBM Indonesia yang masih mencapai Rp520 triliun.
“Bayangkan kalau kita bisa potong setengah berarti ada Rp250 triliun, apalagi kita bisa potong Rp500 triliun.” Prabowo menilai penghematan itu dapat membuka ruang fiskal besar bagi pembangunan daerah.
Baca juga: Satgas PKH: 31 Perusahaan Diduga Penyebab Banjir Sumatra, Ada Indikasi Pidana
Data Kunci Energi dan Sawit
Rencana penanaman sawit di Papua disertai sejumlah angka penting yang menunjukkan skala kebijakan dan dampaknya bagi fiskal negara:
Rp520 triliun → nilai impor BBM Indonesia saat ini.
5 tahun → target waktu penanaman sawit di Papua.
Ratusan triliun → potensi penghematan subsidi dan impor BBM.
1 triliun per kabupaten → ruang fiskal yang diklaim bisa terbuka untuk pembangunan daerah.
Adat Terhimpit, Hutan Terkikis
Masyarakat adat dan aktivis lingkungan menilai ekspansi sawit di Papua bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut keberlangsungan tradisi dan hak hidup.
“Masifnya ekspansi perkebunan sawit menyebabkan masyarakat adat sulit menjalankan tradisi seperti ritual maupun upacara adat sehingga pengetahuan lokal ini terancam hilang,” ujar Juru Kampanye Kaoem Telapak, Ziadatunnisa, dikutip Kompas.com, Jumat (12/12/2025).
Ia menjelaskan, riset Kaoem Telapak di Sumatera, Kalimantan, dan Papua menunjukkan ekspansi sawit memicu pelanggaran HAM, terutama terhadap masyarakat adat. Operasi sering berjalan tanpa izin resmi dan berdampak langsung pada perempuan adat.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan kalangan akademisi.
“Ekspansi sawit berpotensi memperburuk ketimpangan, mengancam masyarakat adat, dan menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Hidayatullah Rabbani, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam laporan Kompas.com (3 Januari 2025).
Rabbani menyoroti risiko sosial dan ekologis ekspansi sawit, terutama setelah Presiden Prabowo menyebut sawit sebagai “aset strategis” dalam Musrenbangnas, 30 Desember 2024.
Menurutnya, meski sawit menyumbang hampir 4 persen PDB nasional, kebijakan ekspansi tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial berisiko memperburuk deforestasi, ketimpangan agraria, serta melemahkan posisi petani swadaya dan masyarakat adat.
Organisasi lingkungan juga menegaskan dampak nyata ekspansi sawit terhadap hutan.
“Ada sekitar 3,2 juta hektare lahan mengalami deforestasi akibat ekspansi sawit skala besar,” ungkap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam laporan Kompas.com (3 Januari 2025).
Walhi menolak klaim bahwa kebun sawit dapat dianggap sebagai hutan, dan menilai rencana pemerintah memperluas lahan sawit berisiko memperparah deforestasi di Papua serta mengancam ruang hidup masyarakat adat.
Pengamat Energi: Pemerintah Harus Hati-hati
Dari sisi akademisi, pengamat energi UGM Fahmy Radhi menilai target swasembada energi 4–5 tahun realistis, tetapi perlu kajian mendalam.
“Target swasembada energi realistis, tetapi pemerintah harus hati‑hati dalam kebijakan fiskal dan analisis dampak lingkungan.” Pernyataan itu disampaikan Fahmy dalam diskusi yang dilaporkan Kompas.com (28 Oktober 2024).
Target sawit di Papua bukan sekadar angka lima tahun. Publik menanti, apakah janji penghematan ratusan triliun benar‑benar terwujud tanpa mengorbankan hutan dan masyarakat adat.
https://www.tribunnews.com/nasional/...&s=paging_new.
Banyak yang mengecam secara yang di Sumatera disorot akibat sawit menyebabkan bencana.
dI Papua udah banyak perkebunan dan sawah yang dikecam masyarakat adat.. apalagi rencana sawit
aldonistic dan 2 lainnya memberi reputasi
3
374
31
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
691.4KThread•56.7KAnggota
Tampilkan semua post
suromenggolo
#1
Sudah ada gudang bulog sih sebenernya. Tapi cuma beras
Semenjak reformasi, bulog ga boleh setok sembako.
Andai bulog difungsikan kaya jaman orba dulu, stock cadangan sembako pasti ga kekurangan dan inflasi pangan dapat ditekan
Semenjak reformasi, bulog ga boleh setok sembako.
Andai bulog difungsikan kaya jaman orba dulu, stock cadangan sembako pasti ga kekurangan dan inflasi pangan dapat ditekan
aldonistic dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup