- Beranda
- Stories from the Heart
[Mini Cerbung] Misteri Faris
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aurora..
#2
Bab 3
Hari ini, cuaca di luar tampak cerah, tetapi di dalam hati Nina, awan mendung terus menggantung. Sudah tiga hari berlalu sejak Faris menghilang, dan hingga kini ia belum menerima kabar apapun tentang putranya.
Semalam, setelah menemukan tulisan aneh di dinding dan ceceran cairan misterius berbau agak amis di kamar Faris, Nina tidak bisa tidur nyenyak. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya, sesuatu yang terasa seperti teka-teki yang belum terpecahkan.
Dan pagi ini, saat ia kembali masuk ke kamar Faris untuk mencari petunjuk lebih lanjut, matanya tertuju pada sebuah benda kecil berwarna hitam yang tergeletak di meja belajar.
Sebuah flash disk.
***
Dengan tangan sedikit gemetar, Nina mengambil flash disk itu dan membawanya ke ruang kerja. Ia menyambungkannya ke laptop, berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan kepergian Faris.
Namun, saat layar laptop menampilkan isi perangkat tersebut, sebuah notifikasi muncul.
"Masukkan password untuk membuka file."
Nina menghela napas. Tentu saja. Faris selalu berhati-hati dengan privasinya.
Namun, tiba-tiba pikirannya teringat sesuatu.
"Jaregozova… Trenozova…"
Dua kata asing yang sering Faris ucapkan sebelum menghilang. Kata-kata yang tidak pernah ada dalam bahasa manapun.
Dengan hati-hati, Nina mencoba memasukkan kedua kata itu sebagai password.
Jaregozova
Trenozova
Sejenak, layar tetap diam.
Lalu…
Klik.
Folder di dalam flash disk terbuka.
Nina terkejut. Tebakannya benar.
Namun, keterkejutannya belum berakhir di situ.
Di dalam flash disk, terdapat beberapa folder dengan nama yang aneh.
"Draf Cerita" "Catatan Pribadi" "Referensi"
Nina membuka folder pertama, "Draf Cerita", dan menemukan beberapa file dokumen. Dengan rasa penasaran yang semakin besar, ia membuka salah satunya.
Matanya mulai membaca, dan semakin lama, ia semakin tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ternyata, file tersebut berisi kumpulan cerita pendek dan cerita bersambung yang ditulis oleh Faris sendiri.
Namun, yang mengejutkannya bukanlah fakta bahwa Faris menulis cerita, melainkan topik yang diangkat dalam tulisan-tulisan tersebut.
Cerita-cerita ini membahas tentang suatu struktur anatomis di tubuh manusia yang terlalu sensitif dan jarang dibicarakan secara langsung. Bahkan, dalam dunia medis sekalipun, dokter sering menggunakan istilah yang lebih halus untuk menyamarkannya.
Isinya sangat melanggar norma, bahasanya terlalu rinci dan eksplisit dalam membahas suatu struktur anatomis.
Nina menelan salivanya. Ia tidak pernah menyangka Faris memiliki ketertarikan untuk menulis hal seperti ini.
"Mengapa ia menulis cerita tidak pantas seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi di dalam pikirannya?" gumam Nina dengan hati yang sangat hancur
***
Dengan perasaan yang campur aduk, Nina menutup file cerita tersebut dan kembali ke folder utama. Kali ini, ia membuka folder "Catatan Pribadi".
Di dalamnya, ada sebuah file dengan nama yang sederhana: "Untuk Ibu".
Dengan hati-hati, Nina membukanya.
Dan di sana, ia menemukan sebuah catatan yang ditulis oleh Faris sendiri.
Ibu…
Aku tahu ibu mungkin tidak akan pernah membaca ini, tapi jika suatu saat ibu menemukannya, aku ingin ibu tahu satu hal.
Aku tidak pernah berniat menyembunyikan siapa diriku, tapi aku juga takut.
Aku takut jika ibu mengetahui apa yang selama ini aku pikirkan dan aku lakukan, ibu akan kecewa.
Aku menulis cerita-cerita itu bukan karena aku ingin melakukan sesuatu yang buruk, tapi karena aku merasa harus menuangkan apa yang ada di pikiranku.
Aku tidak tahu apakah ini benar atau salah. Aku hanya tahu bahwa setiap kali aku mencoba untuk melupakan semuanya, aku merasa semakin tersesat.
Aku tidak berani shalat, bukan karena aku tidak ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Aku hanya merasa bahwa jika aku beribadah dalam keadaan seperti ini, Tuhan akan sangat murka kepadaku.
Aku ingin berubah, Bu. Aku benar-benar ingin. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya…
Nina berhenti membaca.
Tiba-tiba, air mata menggenang di pelupuk matanya.
Faris…
Selama ini, putranya hidup dalam tekanan batin yang tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun.
Ia bukan hanya sekadar menghilang, tetapi juga membawa beban yang mungkin terlalu berat untuk ia tanggung seorang diri.
***
Nina menutup laptop dengan tangan yang masih sedikit gemetar. Ada rasa sakit dan perih yang menyengat dalam hatinya.
Ia mencoba mengingat kembali, apakah selama ini ia pernah memberikan tekanan kepada Faris? Apakah ia pernah membuat Faris merasa tidak cukup baik?
Namun, tidak peduli seberapa keras ia mencoba mengingat, jawabannya tetap sama.
Ia tidak tahu.
Ia tidak pernah tahu bahwa Faris menyimpan perasaan seperti ini.
"Seandainya aku lebih peka…"
"Seandainya aku bisa lebih memahami…"
Tapi sekarang, yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu dan berdoa agar Faris kembali.
Dan jika Faris benar-benar kembali, ia berjanji akan menjadi pendengar yang lebih baik untuk putranya.
***
Hari sudah mulai beranjak sore. Matahari perlahan turun ke ufuk barat, menyisakan semburat kemerahan di langit.
Nina masih duduk di ruang kerjanya, memegang flash disk kecil di tangannya.
Banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Namun, satu hal yang pasti, kepergian Faris bukanlah sesuatu yang biasa.
Dan untuk pertama kalinya, Nina benar-benar merasa bersalah karena ia tidak mengenali putranya sendiri.
Semalam, setelah menemukan tulisan aneh di dinding dan ceceran cairan misterius berbau agak amis di kamar Faris, Nina tidak bisa tidur nyenyak. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya, sesuatu yang terasa seperti teka-teki yang belum terpecahkan.
Dan pagi ini, saat ia kembali masuk ke kamar Faris untuk mencari petunjuk lebih lanjut, matanya tertuju pada sebuah benda kecil berwarna hitam yang tergeletak di meja belajar.
Sebuah flash disk.
***
Dengan tangan sedikit gemetar, Nina mengambil flash disk itu dan membawanya ke ruang kerja. Ia menyambungkannya ke laptop, berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan kepergian Faris.
Namun, saat layar laptop menampilkan isi perangkat tersebut, sebuah notifikasi muncul.
"Masukkan password untuk membuka file."
Nina menghela napas. Tentu saja. Faris selalu berhati-hati dengan privasinya.
Namun, tiba-tiba pikirannya teringat sesuatu.
"Jaregozova… Trenozova…"
Dua kata asing yang sering Faris ucapkan sebelum menghilang. Kata-kata yang tidak pernah ada dalam bahasa manapun.
Dengan hati-hati, Nina mencoba memasukkan kedua kata itu sebagai password.
Jaregozova
Trenozova
Sejenak, layar tetap diam.
Lalu…
Klik.
Folder di dalam flash disk terbuka.
Nina terkejut. Tebakannya benar.
Namun, keterkejutannya belum berakhir di situ.
Di dalam flash disk, terdapat beberapa folder dengan nama yang aneh.
"Draf Cerita" "Catatan Pribadi" "Referensi"
Nina membuka folder pertama, "Draf Cerita", dan menemukan beberapa file dokumen. Dengan rasa penasaran yang semakin besar, ia membuka salah satunya.
Matanya mulai membaca, dan semakin lama, ia semakin tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ternyata, file tersebut berisi kumpulan cerita pendek dan cerita bersambung yang ditulis oleh Faris sendiri.
Namun, yang mengejutkannya bukanlah fakta bahwa Faris menulis cerita, melainkan topik yang diangkat dalam tulisan-tulisan tersebut.
Cerita-cerita ini membahas tentang suatu struktur anatomis di tubuh manusia yang terlalu sensitif dan jarang dibicarakan secara langsung. Bahkan, dalam dunia medis sekalipun, dokter sering menggunakan istilah yang lebih halus untuk menyamarkannya.
Isinya sangat melanggar norma, bahasanya terlalu rinci dan eksplisit dalam membahas suatu struktur anatomis.
Nina menelan salivanya. Ia tidak pernah menyangka Faris memiliki ketertarikan untuk menulis hal seperti ini.
"Mengapa ia menulis cerita tidak pantas seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi di dalam pikirannya?" gumam Nina dengan hati yang sangat hancur
***
Dengan perasaan yang campur aduk, Nina menutup file cerita tersebut dan kembali ke folder utama. Kali ini, ia membuka folder "Catatan Pribadi".
Di dalamnya, ada sebuah file dengan nama yang sederhana: "Untuk Ibu".
Dengan hati-hati, Nina membukanya.
Dan di sana, ia menemukan sebuah catatan yang ditulis oleh Faris sendiri.
Ibu…
Aku tahu ibu mungkin tidak akan pernah membaca ini, tapi jika suatu saat ibu menemukannya, aku ingin ibu tahu satu hal.
Aku tidak pernah berniat menyembunyikan siapa diriku, tapi aku juga takut.
Aku takut jika ibu mengetahui apa yang selama ini aku pikirkan dan aku lakukan, ibu akan kecewa.
Aku menulis cerita-cerita itu bukan karena aku ingin melakukan sesuatu yang buruk, tapi karena aku merasa harus menuangkan apa yang ada di pikiranku.
Aku tidak tahu apakah ini benar atau salah. Aku hanya tahu bahwa setiap kali aku mencoba untuk melupakan semuanya, aku merasa semakin tersesat.
Aku tidak berani shalat, bukan karena aku tidak ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Aku hanya merasa bahwa jika aku beribadah dalam keadaan seperti ini, Tuhan akan sangat murka kepadaku.
Aku ingin berubah, Bu. Aku benar-benar ingin. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya…
Nina berhenti membaca.
Tiba-tiba, air mata menggenang di pelupuk matanya.
Faris…
Selama ini, putranya hidup dalam tekanan batin yang tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun.
Ia bukan hanya sekadar menghilang, tetapi juga membawa beban yang mungkin terlalu berat untuk ia tanggung seorang diri.
***
Nina menutup laptop dengan tangan yang masih sedikit gemetar. Ada rasa sakit dan perih yang menyengat dalam hatinya.
Ia mencoba mengingat kembali, apakah selama ini ia pernah memberikan tekanan kepada Faris? Apakah ia pernah membuat Faris merasa tidak cukup baik?
Namun, tidak peduli seberapa keras ia mencoba mengingat, jawabannya tetap sama.
Ia tidak tahu.
Ia tidak pernah tahu bahwa Faris menyimpan perasaan seperti ini.
"Seandainya aku lebih peka…"
"Seandainya aku bisa lebih memahami…"
Tapi sekarang, yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu dan berdoa agar Faris kembali.
Dan jika Faris benar-benar kembali, ia berjanji akan menjadi pendengar yang lebih baik untuk putranya.
***
Hari sudah mulai beranjak sore. Matahari perlahan turun ke ufuk barat, menyisakan semburat kemerahan di langit.
Nina masih duduk di ruang kerjanya, memegang flash disk kecil di tangannya.
Banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Namun, satu hal yang pasti, kepergian Faris bukanlah sesuatu yang biasa.
Dan untuk pertama kalinya, Nina benar-benar merasa bersalah karena ia tidak mengenali putranya sendiri.
itkgid dan lsenseyel memberi reputasi
2
Tutup