- Beranda
- Stories from the Heart
Ekspedisi Arkeologi - Kutukan Desa Mola-Mola
...
TS
wedi
Ekspedisi Arkeologi - Kutukan Desa Mola-Mola
Quote:

Judul: Ekspedisi Arkeologi.
Genre: Petualangan/Misteri.
Status: TAMAT.
Sinopsis:
Kutukan Desa Mola-Mola adalah sebuah novel misteri yang mengikuti perjalanan seorang arkeolog bernama Satrio dalam mengungkap rahasia kutukan yang menyelimuti desa terpencil bernama Mola-Mola. Desa ini dihantui oleh kejadian-kejadian aneh setelah melupakan tradisi leluhur mereka. Bersama tim penelitinya, Satrio menemukan petunjuk dari prasasti kuno dan artefak tersembunyi yang mengarahkan mereka pada sebauh suku besar yang kini di kenal Mola-Mola.
Di tengah pencarian, Satrio terpisah dari tim dan berjuang bertahan hidup di hutan yang penuh bahaya, sementara tim penelitinya mencoba melacak jejaknya. Makin dalam mereka menelusuri misteri desa, semakin jelas bahwa kutukan itu bukan sekadar mitos, melainkan bagian dari balas dendam berdarah yang melibatkan masa lalu kelam dua keluarga besar desa. Di puncak ketegangan, mereka harus berpacu dengan waktu untuk menghentikan kutukan sebelum menghancurkan desa dan seluruh penghuninya.
Berikut salah satu karya yang sudah mulai saya kerjakan. Jumlah bab sudah mencapai 42 Bab. Bahkan sudah mendekati Tamat. Dan di sini juga teman-teman tidak perlu membaca, hehe.. Saya sudah merubahnya ke Audio.
Isi Post ini akan terus saya update jika peminatnya bagus, dan saya ada rencana akan merubah semua karya saya menjadi bentuk Audio, dan saya upload di youtube.
Spoiler for Daftar Cerita:
1. Rumah Terbengkalai [TAMAT]
2. Ekspedisi Arkeologi [On Going]
3. Rumah Terbengkalai II - Awal Kebangkitan [Next Projek]
4. Amnesia [Next Projek Revisi]
2. Ekspedisi Arkeologi [On Going]
3. Rumah Terbengkalai II - Awal Kebangkitan [Next Projek]
4. Amnesia [Next Projek Revisi]
Siapa tau rejeki saya bagus di sini. Aminn..
Quote:
Untuk daftar isi sementara saya update di sini lantaran TH belum bisa di edit. Semoga bisa menghibur. Update setiap hari. InsyaAllah, sampai tamat selama masih ada pembacanya.
Daftar Isi:
Bab 1: Desa Mola-Mola
Bab 2: Arkeologi Muda
Bab 3: Kepedihan Lisa dan Desa
Bab 4: Kutukan Kembali Vol. 1
Bab 4: Kutukan Kembali Vol. 2
Bab 4: Kutukan Kembali Vol. 3
Bab 4: Kutukan kembali Vol. 4 End
Bab 5: Tekad Satrio Vol. 1
Bab 5: Awal Petualangan Vol 2 End
Bab 6: Jejak Penjelajah
Bab 7: Ancaman Hutan
Bab 8: Misteri Batu Penjelajah
Bab 9: Prasasti Di Gua Batu
Bab 10: Arah Barat
Bab 11: Aksi Melewati Sungai
Bab 12: Hutan Misterius
Bab 13: Pria Kekar
Bab 14: Pria Desa Mola-Mola
Bab 15: Legenda Batu Kuno
Bab 16: Bab 16
Bab 16: Tim Satrio
Bab 17: Teka-teki Dibalik Kutukan V1
Bab 18: Teka-teki Dibalik Kutukan V2
Bab 19: Teka-teki Dibalik Kutukan V3
Bab 20: Teka-teki Dibalik Kutukan V4
Bab 21: Teka-teki Dibalik Kutukan V5
Bab 22: Teka-teki Dibalik Kutukan V6
Bab 23: Uraian Buku Catatan Satrio.
Bab 24: Babak Akhir V1
Bab 25: Babak Akhir V2
Bab 26: Babak Akhir V3
Bab 27: Babak Akhir V4
Bab 28: Babak Akhir V5
Bab 29: Hari Baru TAMAT
Daftar Isi:
Bab 1: Desa Mola-Mola
Bab 2: Arkeologi Muda
Bab 3: Kepedihan Lisa dan Desa
Bab 4: Kutukan Kembali Vol. 1
Bab 4: Kutukan Kembali Vol. 2
Bab 4: Kutukan Kembali Vol. 3
Bab 4: Kutukan kembali Vol. 4 End
Bab 5: Tekad Satrio Vol. 1
Bab 5: Awal Petualangan Vol 2 End
Bab 6: Jejak Penjelajah
Bab 7: Ancaman Hutan
Bab 8: Misteri Batu Penjelajah
Bab 9: Prasasti Di Gua Batu
Bab 10: Arah Barat
Bab 11: Aksi Melewati Sungai
Bab 12: Hutan Misterius
Bab 13: Pria Kekar
Bab 14: Pria Desa Mola-Mola
Bab 15: Legenda Batu Kuno
Bab 16: Bab 16
Bab 16: Tim Satrio
Bab 17: Teka-teki Dibalik Kutukan V1
Bab 18: Teka-teki Dibalik Kutukan V2
Bab 19: Teka-teki Dibalik Kutukan V3
Bab 20: Teka-teki Dibalik Kutukan V4
Bab 21: Teka-teki Dibalik Kutukan V5
Bab 22: Teka-teki Dibalik Kutukan V6
Bab 23: Uraian Buku Catatan Satrio.
Bab 24: Babak Akhir V1
Bab 25: Babak Akhir V2
Bab 26: Babak Akhir V3
Bab 27: Babak Akhir V4
Bab 28: Babak Akhir V5
Bab 29: Hari Baru TAMAT
Diubah oleh wedi 17-11-2024 14:14
sukhhoi dan 10 lainnya memberi reputasi
11
2.7K
Kutip
125
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
wedi
#27
Bab 8
Spoiler for Audio:
Spoiler for Teks:
Quote:
Ketegangan di dalam tenda Satrio semakin mengental. Suara geraman harimau yang dalam dan mengancam terus mengisi kegelapan malam. Satrio merasakan bulu kuduknya berdiri, matanya terfokus pada pintu tenda, siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi. Ia berusaha menenangkan diri, tetapi rasa takut yang mendera membuatnya sulit bernapas.
Tiba-tiba, ia mendengar suara berat yang menginjak dedaunan di luar tenda. Satrio membeku, tubuhnya kaku, berusaha menangkap setiap suara yang terdengar. Suara itu semakin dekat, menandakan harimau itu kini mulai mengitari tendanya. Langkahnya perlahan, seolah sedang mengamati dan menilai.
"Sial! Kenapa di saat-saat seperti ini," ucap batinnya.
Satrio mematikan senter dan menggelapkan area di sekelilingnya. Ia tahu bahwa cahaya bisa menarik perhatian sang harimau. Dalam kegelapan, jantungnya berdegup kencang, setiap detakan terasa menggema di telinganya. Suara gerakan di luar semakin jelas; ada desahan napas berat dan gerakan tubuh yang menggesek-gesekkan bulu di semak-semak. Ketegangan semakin memuncak saat Satrio merasa harimau itu sedang mengeksplorasi lingkungannya, berputar-putar di sekeliling tenda, mencium aroma yang tidak familiar.
Dengan sigap, ia memposisikan diri di sudut tenda, memegang erat pisaunya. Setiap detik terasa seperti seabad. Ia bisa merasakan nafsu berburu dari makhluk buas itu, mengintai dan mencari celah. Suara geraman mengalun semakin dekat, menjadikannya seakan terjebak dalam film horor yang tak berujung.
Satu-satunya cahaya yang ada kini adalah kilauan mata Satrio yang berkilau dalam kegelapan. Ia berusaha untuk tidak bergerak, tidak mengeluarkan suara, dan berharap harimau itu tak menganggapnya sebagai mangsa. Semakin dekat harimau itu, semakin keras suara napasnya, membuat Satrio merasakan getaran ketakutan menyebar ke seluruh tubuhnya.
Tiba-tiba, harimau itu berhenti. Suara dedaunan yang terinjak terhenti seketika. Dalam sekejap, suasana seakan membeku. Hanya ada detak jantung Satrio yang bisa terdengar di telinganya. Ia menahan napas, berusaha mendengarkan apa yang terjadi di luar. "Kemana kucing itu!" pikirnya.
Beberapa detik kemudian, Satrio mendengar suara langkah kaki mundur, lalu geraman itu mulai menjauh. Perlahan-lahan, ketegangan dalam dirinya mulai mereda, tetapi ia tetap tidak berani menghirup napas panjang. Harimau itu berbalik dan menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan ketenangan semu di malam yang mencekam.
Satrio menghela napas lega, tetapi adrenalinnya masih memuncak. Ia tahu malam ini bukanlah akhir dari ketegangan. Hutan ini menyimpan lebih banyak misteri, dan ia harus tetap waspada. Namun, satu hal yang pasti—ia tidak akan pernah meremehkan kekuatan dan kehadiran makhluk buas di sekitarnya. Dengan bergetar, ia meraih senter dan menyalakannya kembali, bertekad untuk terus menjaga diri, siap menghadapi apa pun yang mungkin muncul di malam yang kelam ini.
Suara dering ponsel yang tak henti berteriak, seolah bernyanyi diantara kicauan burung-burung. "Siapa yang menghubungiku, pagi-bagi begini!" gumam Satrio, merasakan kepalanya berat dan tubuhnya kaku akibat tertidur dalam posisi yang tidak nyaman. Ketika membuka mata, sinar matahari yang menyusup melalui celah-celah tenda membuatnya terhentak, menyadarkan betapa lamanya ia terlelap.
Satrio meraih ponsel yang terletak di sampingnya dan melihat layar. Nomor yang tak dikenalnya muncul di sana, tetapi deringan itu berlanjut, seakan mendesaknya untuk segera menjawab. Tanpa berpikir panjang, ia mengangkatnya dengan suara serak.
“Aku di sini ... ” suaranya terdengar parau, mengingatkan betapa lelahnya ia setelah semalaman terjaga, berjuang melawan ketegangan yang menegangkan.
"Ya ampun Satrio. Dari tadi aku telpon, baru sekarang kamu jawab!" Suara Gilang terdengar sedikit marah tapi ada kekhawatiran dalam nada bicaranya.
Satrio terbangun lebih sepenuhnya, teringat betapa lelahnya ia semalam. “Maaf-Maaf. Hampir semalaman aku terjaga, gara-gara ada kucing besar mengintai tendaku.”
“Kucing besar? Harimau maksudmu? Terus sekarang, semua baik-baik aja kan?” tanya Gilang, suaranya bergetar.
Satrio menjawab cepat, meskipun hatinya masih berdebar. “Selama aku masih bisa menjawab panggilan. Aku pasti baik-baik saja. Dan Jam berapa ini ... ”
Gilang terdengar menghala napas, lalu menjawab dengan nada tinggi. “Jam dua siang!” Suaranya campur aduk antara lega dan cemas. “Bisa-bisanya tidur di tengah hutan sampai sesiang ini! Kalau Rio sampai tau, aduh! Pasti nyap-nyap dia!"
Satrio meraba-raba, mencoba menyadarkan diri sepenuhnya. Ia merasakan sinar matahari yang hangat menyentuh kulitnya dan suara hutan yang biasa mengisi udara. Dengan cepat, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, berusaha memahami situasi. "Sial," gumamnya. Ia telah tertidur lebih lama dari yang direncanakan, dan ini bisa berbahaya.
“iya-iya aku salah. Aku akan segera bersiap,” Satrio menjawab, berusaha meyakinkan Gilang sekaligus dirinya sendiri. “Oh Iya. Udah ada hasil dari teks kuno kemarin?”
“Karena itu! Karena itu aku menghubungimu! Aku sudah tau apa yang tertulis pada batu itu.” Gilang menjawab dengan semangat. Tentu saja kabar ini pun di respon baik oleh Satrio.
"Syukurlah, emang bukan kaleng-kaleng sahabatku ini." ucap Satrio, dengan nada sangat antusias. "Apa yang tertulis di sana?"
"Iya-lah! Kalau ngga, mana mungkin aku ada di tim ini? Dengar baik-baik. Teks yang terdapat di batu itu kemungkinan berasal dari abad pertengahan. Dan itu mengisahkan, tentang perjalanan seorang penjelajah yang menuju ke Barat, mungkin dia berasal dari suku besar." Satrio terhening, mulai merangkum semua perkataan Gilang di dalam pikirannya.
"Penjelajah? Ada lagi yang lain?" tanya Satro, saat Gilang berhenti bicara.
"Iya, seorang penjelajah. Untuk saat ini, hanya itu saja yang baru aku pahami," singkat Gilang, namun penuh keyakinan.
"Mungkin aku harus mencari jejak lain," kata Satrio, ia bangkit dan merenggangkan otot-ototnya. "Oke. Terima kasih banyak atas informasinya, Tampan."
"Iya, sama-sama. Kalau ada penemuan lain, segera hubungi aku?" jawab Gilang sebelum menutup panggilan. "Jaga diri baik-baik Tri. Dan hindari kebiasaan mati surimu itu!"
Satrio terkekeh mendengar ucapan Gilang yang mengomentari kebiasaan buruknya. "Oke, Siap bos!" jawab Satrio.
Setelah panggilan dengan Gilang berakhir, Satrio menatap ponselnya beberapa detik, kemudian menghela napas panjang. Ia melirik ke sekitar tenda, mengingat apa yang terjadi semalam—suara geraman harimau, langkah-langkah yang mengitari tendanya, dan ketegangan yang menahannya terjaga hampir sepanjang malam.
Ia merapikan kembali rambutnya yang acak-acakan sambil berpikir. “Aku harus cepat.” Meski hutan ini memanggilnya dengan misteri-misteri yang belum terungkap, keselamatan tetap yang utama.
Satrio mulai berkemas dengan cepat namun hati-hati. "Sepertinya aku harus menambah satu orang lagi, paling tidak, dia ahli dalam bidang satwa liar!" gerutunya, sambil memasukan satu per satu barang-barang ke dalam rangselnya. Kompas, peta, dan peralatan memasak sederhana. Ia juga memastikan pisaunya, yang semalam nyaris tak terlepas dari genggamannya, berada di tempat yang mudah dijangkau.
Sambil membereskan tenda, pikirannya kembali pada momen-momen mencekam tadi malam. Ia beruntung harimau itu akhirnya pergi, tetapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi kalau makhluk itu lebih penasaran? Satrio tidak mau mengambil risiko yang sama untuk malam kedua. Apalagi, suara-suara aneh dari hutan malam itu membuatnya semakin waspada.
Setelah semuanya terkemas, ia berdiri dan memandang sekeliling sekali lagi. Di kejauhan, sinar matahari mulai menembus lebatnya pepohonan, menyoroti jejak-jejak samar di tanah berumput. Suara gemericik sungai terdengar jauh lebih jelas saat pagi mulai beranjak siang. Itu mengingatkannya pada betapa pentingnya mencari tempat berlindung yang lebih strategis dan mungkin lebih dekat dengan sumber air.
“Wahai Penjelajah, tempat seperti apa yang sedang kamu cari?” gumamnya pelan, sembari memanggul ransel yang kini penuh. Ia mengambil napas dalam, bersiap untuk perjalanan berikutnya. Dengan langkah mantap, Satrio meninggalkan tempat perkemahannya, menuju bagian hutan lain yang belum tersentuh, berusaha menjauh dari bahaya, tapi tetap fokus pada misinya.
Tiba-tiba, ia mendengar suara berat yang menginjak dedaunan di luar tenda. Satrio membeku, tubuhnya kaku, berusaha menangkap setiap suara yang terdengar. Suara itu semakin dekat, menandakan harimau itu kini mulai mengitari tendanya. Langkahnya perlahan, seolah sedang mengamati dan menilai.
"Sial! Kenapa di saat-saat seperti ini," ucap batinnya.
Satrio mematikan senter dan menggelapkan area di sekelilingnya. Ia tahu bahwa cahaya bisa menarik perhatian sang harimau. Dalam kegelapan, jantungnya berdegup kencang, setiap detakan terasa menggema di telinganya. Suara gerakan di luar semakin jelas; ada desahan napas berat dan gerakan tubuh yang menggesek-gesekkan bulu di semak-semak. Ketegangan semakin memuncak saat Satrio merasa harimau itu sedang mengeksplorasi lingkungannya, berputar-putar di sekeliling tenda, mencium aroma yang tidak familiar.
Dengan sigap, ia memposisikan diri di sudut tenda, memegang erat pisaunya. Setiap detik terasa seperti seabad. Ia bisa merasakan nafsu berburu dari makhluk buas itu, mengintai dan mencari celah. Suara geraman mengalun semakin dekat, menjadikannya seakan terjebak dalam film horor yang tak berujung.
Satu-satunya cahaya yang ada kini adalah kilauan mata Satrio yang berkilau dalam kegelapan. Ia berusaha untuk tidak bergerak, tidak mengeluarkan suara, dan berharap harimau itu tak menganggapnya sebagai mangsa. Semakin dekat harimau itu, semakin keras suara napasnya, membuat Satrio merasakan getaran ketakutan menyebar ke seluruh tubuhnya.
Tiba-tiba, harimau itu berhenti. Suara dedaunan yang terinjak terhenti seketika. Dalam sekejap, suasana seakan membeku. Hanya ada detak jantung Satrio yang bisa terdengar di telinganya. Ia menahan napas, berusaha mendengarkan apa yang terjadi di luar. "Kemana kucing itu!" pikirnya.
Beberapa detik kemudian, Satrio mendengar suara langkah kaki mundur, lalu geraman itu mulai menjauh. Perlahan-lahan, ketegangan dalam dirinya mulai mereda, tetapi ia tetap tidak berani menghirup napas panjang. Harimau itu berbalik dan menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan ketenangan semu di malam yang mencekam.
Satrio menghela napas lega, tetapi adrenalinnya masih memuncak. Ia tahu malam ini bukanlah akhir dari ketegangan. Hutan ini menyimpan lebih banyak misteri, dan ia harus tetap waspada. Namun, satu hal yang pasti—ia tidak akan pernah meremehkan kekuatan dan kehadiran makhluk buas di sekitarnya. Dengan bergetar, ia meraih senter dan menyalakannya kembali, bertekad untuk terus menjaga diri, siap menghadapi apa pun yang mungkin muncul di malam yang kelam ini.
Suara dering ponsel yang tak henti berteriak, seolah bernyanyi diantara kicauan burung-burung. "Siapa yang menghubungiku, pagi-bagi begini!" gumam Satrio, merasakan kepalanya berat dan tubuhnya kaku akibat tertidur dalam posisi yang tidak nyaman. Ketika membuka mata, sinar matahari yang menyusup melalui celah-celah tenda membuatnya terhentak, menyadarkan betapa lamanya ia terlelap.
Satrio meraih ponsel yang terletak di sampingnya dan melihat layar. Nomor yang tak dikenalnya muncul di sana, tetapi deringan itu berlanjut, seakan mendesaknya untuk segera menjawab. Tanpa berpikir panjang, ia mengangkatnya dengan suara serak.
“Aku di sini ... ” suaranya terdengar parau, mengingatkan betapa lelahnya ia setelah semalaman terjaga, berjuang melawan ketegangan yang menegangkan.
"Ya ampun Satrio. Dari tadi aku telpon, baru sekarang kamu jawab!" Suara Gilang terdengar sedikit marah tapi ada kekhawatiran dalam nada bicaranya.
Satrio terbangun lebih sepenuhnya, teringat betapa lelahnya ia semalam. “Maaf-Maaf. Hampir semalaman aku terjaga, gara-gara ada kucing besar mengintai tendaku.”
“Kucing besar? Harimau maksudmu? Terus sekarang, semua baik-baik aja kan?” tanya Gilang, suaranya bergetar.
Satrio menjawab cepat, meskipun hatinya masih berdebar. “Selama aku masih bisa menjawab panggilan. Aku pasti baik-baik saja. Dan Jam berapa ini ... ”
Gilang terdengar menghala napas, lalu menjawab dengan nada tinggi. “Jam dua siang!” Suaranya campur aduk antara lega dan cemas. “Bisa-bisanya tidur di tengah hutan sampai sesiang ini! Kalau Rio sampai tau, aduh! Pasti nyap-nyap dia!"
Satrio meraba-raba, mencoba menyadarkan diri sepenuhnya. Ia merasakan sinar matahari yang hangat menyentuh kulitnya dan suara hutan yang biasa mengisi udara. Dengan cepat, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, berusaha memahami situasi. "Sial," gumamnya. Ia telah tertidur lebih lama dari yang direncanakan, dan ini bisa berbahaya.
“iya-iya aku salah. Aku akan segera bersiap,” Satrio menjawab, berusaha meyakinkan Gilang sekaligus dirinya sendiri. “Oh Iya. Udah ada hasil dari teks kuno kemarin?”
“Karena itu! Karena itu aku menghubungimu! Aku sudah tau apa yang tertulis pada batu itu.” Gilang menjawab dengan semangat. Tentu saja kabar ini pun di respon baik oleh Satrio.
"Syukurlah, emang bukan kaleng-kaleng sahabatku ini." ucap Satrio, dengan nada sangat antusias. "Apa yang tertulis di sana?"
"Iya-lah! Kalau ngga, mana mungkin aku ada di tim ini? Dengar baik-baik. Teks yang terdapat di batu itu kemungkinan berasal dari abad pertengahan. Dan itu mengisahkan, tentang perjalanan seorang penjelajah yang menuju ke Barat, mungkin dia berasal dari suku besar." Satrio terhening, mulai merangkum semua perkataan Gilang di dalam pikirannya.
"Penjelajah? Ada lagi yang lain?" tanya Satro, saat Gilang berhenti bicara.
"Iya, seorang penjelajah. Untuk saat ini, hanya itu saja yang baru aku pahami," singkat Gilang, namun penuh keyakinan.
"Mungkin aku harus mencari jejak lain," kata Satrio, ia bangkit dan merenggangkan otot-ototnya. "Oke. Terima kasih banyak atas informasinya, Tampan."
"Iya, sama-sama. Kalau ada penemuan lain, segera hubungi aku?" jawab Gilang sebelum menutup panggilan. "Jaga diri baik-baik Tri. Dan hindari kebiasaan mati surimu itu!"
Satrio terkekeh mendengar ucapan Gilang yang mengomentari kebiasaan buruknya. "Oke, Siap bos!" jawab Satrio.
Setelah panggilan dengan Gilang berakhir, Satrio menatap ponselnya beberapa detik, kemudian menghela napas panjang. Ia melirik ke sekitar tenda, mengingat apa yang terjadi semalam—suara geraman harimau, langkah-langkah yang mengitari tendanya, dan ketegangan yang menahannya terjaga hampir sepanjang malam.
Ia merapikan kembali rambutnya yang acak-acakan sambil berpikir. “Aku harus cepat.” Meski hutan ini memanggilnya dengan misteri-misteri yang belum terungkap, keselamatan tetap yang utama.
Satrio mulai berkemas dengan cepat namun hati-hati. "Sepertinya aku harus menambah satu orang lagi, paling tidak, dia ahli dalam bidang satwa liar!" gerutunya, sambil memasukan satu per satu barang-barang ke dalam rangselnya. Kompas, peta, dan peralatan memasak sederhana. Ia juga memastikan pisaunya, yang semalam nyaris tak terlepas dari genggamannya, berada di tempat yang mudah dijangkau.
Sambil membereskan tenda, pikirannya kembali pada momen-momen mencekam tadi malam. Ia beruntung harimau itu akhirnya pergi, tetapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi kalau makhluk itu lebih penasaran? Satrio tidak mau mengambil risiko yang sama untuk malam kedua. Apalagi, suara-suara aneh dari hutan malam itu membuatnya semakin waspada.
Setelah semuanya terkemas, ia berdiri dan memandang sekeliling sekali lagi. Di kejauhan, sinar matahari mulai menembus lebatnya pepohonan, menyoroti jejak-jejak samar di tanah berumput. Suara gemericik sungai terdengar jauh lebih jelas saat pagi mulai beranjak siang. Itu mengingatkannya pada betapa pentingnya mencari tempat berlindung yang lebih strategis dan mungkin lebih dekat dengan sumber air.
“Wahai Penjelajah, tempat seperti apa yang sedang kamu cari?” gumamnya pelan, sembari memanggul ransel yang kini penuh. Ia mengambil napas dalam, bersiap untuk perjalanan berikutnya. Dengan langkah mantap, Satrio meninggalkan tempat perkemahannya, menuju bagian hutan lain yang belum tersentuh, berusaha menjauh dari bahaya, tapi tetap fokus pada misinya.
Diubah oleh wedi 27-10-2024 00:58
itkgid dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas
Tutup