Kaskus

Story

meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
Dalam Dekapan Kabut
Dalam Dekapan Kabut

Izinkan saya kembali bercerita tentang sebuah kejadian di masa lalu

dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian... 

Chapter :

DDK - Chapter 1

DDK - Chapter 2

DDK - Chapter 3

DDK - Chapter 4

DDK - Chapter 5

DDK - Chapter 6

DDK - Chapter 7

DDK - Chapter 8

DDK - Chapter 9








Diubah oleh meta.morfosis 03-09-2024 12:35
nderek.langkungAvatar border
i4munitedAvatar border
indrag057Avatar border
indrag057 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
1.8K
48
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
meta.morfosisAvatar border
TS
meta.morfosis
#17
Chapter 11
Rencana Berujung Duka








“ kalau memang arif itu yang kalian maksud berarti kalian telah salah mendatangi makam, arif anaknya kang bahri itu dimakamkan di pemakaman yang satu lagi karena di sana terdapat makam keluarga besarnya ”

“ yang datang di mimpi kamu itu setan kali, buktinya kalian telah salah mendatangi makam ” canda salah seorang warga kampung menyindir kebohongan ismed dan kini begitu kami mendapati sindiran itu, kami memilih untuk menanggapinya dengan terdiam.

“ ingat dik... lain kali itu kalau kalian ingin berziarah ke pemakaman sebaiknya dilakukan siang hari, jangan malam malam seperti ini karena rawan kejahatan ”

Saran yang terucap dari mulut salah seorang warga kampung kini mengantarkan kami meninggalkan area pemakaman, diantara rasa sakit yang saat ini aku rasakan pada selurruh tubuhku, untuk sesekali aku layangkan tatapan mataku ke arah ismed yang saat ini tengah mengendarai sepeda motornya beriringan denganku.

“ malam ini kita benar benar apes pang, bukannya diganggu setan tapi malah dipukuli preman ” canda ismed yang berbalas dengan senyumanku, terlihat saat ini ismed memegangi pelipis matanya yang terluka akibat terkena hantaman kayu di saat perkelahian.

“ rasanya pasti sakit ya med ? ”

“ enggak pang, enggak sakit... lebih sakit itu kalau kita enggak bisa memiliki orang yang kita sayangi ”

“ huhh... dasar pujangga karbitan, terluka sedikit saja jiwa romantisnya langsung meronta ronta ”

Gelak tawa yang tercipta diantara kami sedikit banyak kini telah mengurangi rasa sakit yang kami rasakan, hingga akhirnya kini diantara posisi kami yang telah berada di persimpangan jalan yang akan memisah perjalanan pulang kami, secara tiba tiba ismed menghentikan laju sepeda motornya, dari mulutnya kini terucap perkataan yang memintaku untuk tidak melakukan tindakan yang akan merugikanku tanpa sepengetahuannya.

“ loh... ada apa med, kok tiba tiba berkata seperti itu ”

“ entahlah pang, perasaanku ini agak enggak enak, aku jadi khawatir— ”

“ jangan ikuti perasaan khawatirmu itu med, ingat... sesuatu itu bisa terjadi mengikuti apa yang kita pikirkan ”

Sebuah kalimat bijak yang telah terucap dari mulutku kini mengantarkan ismed beranjak pergi meninggalkanku, mendapati hal itu aku kembali menghidupkan sepeda motorku lalu menjalankannya dengan laju yang cepat, hingga akhirnya kini dalam posisiku yang telah memasuki jalan perkampunganku, aku memutuskan untuk memperlambat laju sepeda motorku karena saat ini aku mendapati beberapa pemuda kampung tengah berkumpul di pos jaga yang biasa dipergunakan oleh warga kampungku sebagai tempat beristirahat di saat menjaga keamanan di malam hari.

“ loh... itu apang ” ujar seorang pemuda kampung yang menyadari kehadiranku ini, mendapati saat ini aku telah menghentikan sepeda motorku, beberapa pemuda kampung yang tengah berkumpul di pos jaga kini menghampiriku.

“ kamu itu dari mana saja sih pang, dari tadi itu kami sudah mencari cari kamu kemana saja ” ujar salah seorang pemuda kampung yang bernama sobari, dari nada suaranya yang terdengar aku menduga saat ini telah terjadi sesuatu di kampungku ini dan besar kemungkinannya sesuatu yang telah terjadi itu bisa jadi terkait dengan kejadian perkelahian yang melibatkanku dengan sanusi.

“ memangnya ada apa sob ?, apakah sanusi dan teman temannya menyerang kampung kita ini ? ”

“ bukan pang, bukan itu... ini enggak ada hubungannya dengan perkelahianmu itu ”

“ loh... lalu kalau bukan karena masalah itu, kalian itu mencari cari aku itu karena masalah apa ? ”

Tanpa aku duga sobari kini menaiki sepeda motorku, dalam posisinya yang saat ini telah berada di belakang tubuhku, sobari yang memintaku untuk kembali menjalankan sepeda motorku dan hal itu kini telah berbalas dengan pertanyaanku yang menanyakan alasan mengapa sobari memintaku untuk menjalankan sepeda motor.

“ nanti akan aku ceritakan semuanya di saat motor ini berjalan pang ”

“ sial... ada apa ini sebenarnya ” gumamku di dalam hati sambil menjalankan sepeda motor dan di saat yang bersamaan dengan berjalannya sepeda motorku ini, sobari meminta kepada para pemuda kampung untuk menyusul ke rumahku.

“ sob, lebih baik sekarang ini kamu terus terang saja, apa sebenarnya yang telah terjadi di kampung kita ini ? ”

“ bukan di kampung kita ini pang, lebih tepatnya di keluargamu ”

“ hahh... di keluargaku ? ”

“ iya pang di keluargamu, adikmu itu— ”

“ adikku ? adikku kenapa sob ? siapa yang kamu maksud dengan adikku itu ? ”

Kepanikan yang saat ini menguasai pikiranku, sedikit banyak kini telah membuatku kehilangan fokus dalam mengendarai sepeda motor, mendapati saat ini sepeda motor yang aku kendarai ini mulai berjalan menepi, sobari mengingatkanku untuk memperhatikan jalan.

“ siapa yang kamu maksud dengan adikku itu sob ? ”

“ anti... anti telah meninggal pang ”

“ yaa tuhann... ” gumamku dengan suara bergetar, mendapati hal itu sobari yang merasa khawatir aku akan kembali kehilangan fokus dalam mengendarai sepeda motor kini menawarkan diri untuk menggantikanku membawa sepeda motor.

“ ini enggak mungkin sob... enggak mungkin karena tadi pagi itu aku masih melihat anti— ”

“ istigfar pang, kamu harus ingat yang menentukan hidup dan matinya manusia itu hanyalah allah, tadi pagi itu mungkin kamu melihat adik kamu itu masih hidup tapi tadi sore itu sebelum magrib, bapakmu menemukan adikmu itu sudah dalam keadaan meninggal dunia di dalam kamarnya dan besar kemungkinannya adikmu itu sudah memotong nadinya di saat siang hari karena di saat bapakmu menemukan jenazah adikmu, jenazah adikmu itu sudah dalam keadaan kaku dan dingin ”

“ astagfirullah... astagfirullah... ”

Mungkin ini adalah momen di sepanjang perjalanan hidupku, aku merasakan kesedihan yang aku rasakan ini seperti menghujam begitu dalam di hatiku ini, luka yang ditimbulkannya kini telah membuatku merasa sulit untuk mengendalikan diriku ini untuk tidak menangis, mendapati hal itu, dikarenakan aku merasa khawatir aku akan kembali kehilangan fokus dalam mengendari sepeda motor, aku langsung menghentikan sepeda motorku dan meminta sobari untuk menggantikanku membawa sepeda motor.

“ pak !, itu kang apang... itu kang apang ” teriak anto begitu mendapati motor yang dikendarai sobari memasuki halaman rumah, beberapa warga kampung yang saat ini tengah berada di halaman rumah kini langsung menyambut kedatanganku ini dan memintaku untuk segera memasuki rumah, hingga akhirnya kini diantara keberadaanku yang telah memasuki rumah, aku mendapati jenazah anti sudah dikafani dan sudah ditempatkan dalam posisi siap untuk disholatkan.

“ ya tuhann... ”

“ kamu yang sabar pang, semua ini di luar kuasa kita ” ujar bapak sambil memeluk tubuhku, mendapati saat ini aku telah berhasil menenangkan diriku, bapak mengajakku untuk melihat jenazah anti.

“ bagaimana semuanya ini bisa terjadi pak ? ”

“ entahlah pang, bapak benar benar enggak menyangka anti akan mengambil tindakan senekat itu ” jawab bapak dengan suara bergetar, rasa kesedihannya yang mendalam kini bisa aku rasakan.

“ lalu ibu bagaimana keadaannya pak ?”

“ tadi ibumu sempat tersadar dari dunia halusinasinya tapi setelah mengetahui ibumu mengetahui apa yang terjadi pada anti, ibumu itu langsung terdiam dan langsung memejamkan mata sampai dengan saat ini ”

“ yaa tuhan... hancur sudah keluarga kita ini pak ” gumamku sambil menundukan kepala.

Tepat setelah melaksanakan sholat subuh, jenazah anti yang telah selesai disholatkan kini dibawa menuju ke pemakaman yang berada dekat dengan perkampungan, rasa bersalah bapak atas apa yang terjadi pada diri anti kini telah membuat bapak tidak kuasa untuk mengumandangkan adzan di saat jenazah anti telah berada di dalam liang lahat dan hal itu kini telah membuatku memutuskan untuk menggantikannya.

Hampir setengah jam lamanya aku berada di area pemakaman, mengingat bapak telah mengingatkanku agar aku kembali bekerja hari ini, keinginanku untuk berlama lama berada di area pemakaman kini terpaksa aku urungkan dan kini dalam posisiku yang baru saja keluar dari area pemakaman dan hendak beranjak pulang, sobari yang baru saja selesai mencari rumput untuk kambingnya kini memanggilku.

“ ada apa sob ? ”

“ aku kirain tadi itu kamu sudah pulang pang ” ujar sobari sambil meletakan karung yang dibawanya.

“ pang, boleh aku menanyakan sesuatu ? ”

“ kamu mau menanyakan apa sob ? ” jawabku balik bertanya.

“ kamu itu berkelahi dengan sanusi itu karena permasalahan apa sih pang ? ”

“ enggak ada masalah apa apa sob, aku hanya enggak suka saja dengan tingkah lakunya itu ”

“ astaga pang...pang ” ujar sobari sambil menggeleng gelengkan kepalanya dan apa yang sobari lakukan itu kini telah berbuah dengan pertanyaanku yang menanyakan alasan dari tingkah lakunya yang terlihat aneh itu.

“ memangnya kamu itu enggak pernah mendengar pang desas desus yang beredar di kampung tetangga kita itu ? ”

“ enggak sob, memangnya di kampung tetangga kita itu beredar desas desus apa tentang sanusi ? ”

“ berdasarkan dari desas desus yang telah aku dengar, sanusi itu mempunyai latar belakang keluarga yang enggak jelas dan dia bukan warga asli kampung tetangga kita itu ” untuk sejenak sobari menghentikan perkataannya, telapak tangannya kini menepiskan serangga serangga kecil yang berterbangan di hadapan wajahnya.

“ di saat menginjakan kakinya di kampung tetangga kita itu, usia sanusi baru lima tahun, dia diasuh oleh bapaknya yang mungkin telah bercerai dengan ibunya, pada awal mereka tinggal di kampung tetangga kita itu, mereka hanya mendiami sebidang tanah kecil dan hidup dalam kekurangan tapi setelah terjadinya sebuah kejadian janggal yang menggemparkan kampung tetangga kita itu, mereka kini memiliki tanah yang cukup luas untuk mereka tinggali ”

“ loh kok bisa ? memangnya di kampung tetangga kita itu telah terjadi kejadian janggal apa sob ? ”

“ dulu itu pang di saat usia sanusi masih enam tahun, sanusi itu sudah terkenal sebagai anak yang nakal, karena kenakalannya itulah banyak tetangganya yang merasa enggak suka dengan sanusi, di suatu waktu pernah ada tetangganya yang menceburkan sanusi ke dalam sebuah sumur hingga membuat sanusi menderita luka yang cukup berat yaitu berupa kerusakan pada salah satu kakinya yang sampai dengan saat ini enggak bisa dipakai lagi untuk berjalan dengan normal ”

“ ohh... jadi pincangnya sanusi itu disebabkan oleh kejadian itu ? ” sobari menganggukan kepalanya.

“ setelah kejadian itu pang, tetangga sanusi yang menceburkan sanusi ke dalam sumur mulai banyak mengalami kejadian tidak wajar yang sesekali mengancam keselamatan jiwa anggota keluarganya dan puncak dari kejadian tidak wajar yang dialaminya itu adalah kematian salah satu anaknya di dalam sumur yang dulu dipergunakan untuk menceburkan sanusi, berdasarkan petunjuk dari orang pintar yang telah didatangi oleh tetangganya sanusi, kejadian tidak wajar yang mereka alami itu adalah ulah dari bapaknya sanusi yang konon telah diangkat sebagai anak angkat oleh seorang dukun beraliran hitam dan sanusi itu adalah anak yang terlahir dari ritual ilmu hitam yang dijalankan oleh bapaknya itu ”

“ aneh ” gumamku sambil mengkerutkan dahiku ini.

“ aneh bagaimana pang ? ”

“ sob, kalau memang bapaknya sanusi itu adalah pelaku yang menyebabkan meninggalnya anak dari tetangganya sanusi bukankah itu seharusnya bapaknya sanusi bisa dilaporkan ke polisi ”

“ ahh kamu itu pang, yang akan menjadi barang buktinya itu apa... petunjuk orang pintar ?, kalau barang buktinya seperti itu pasti akan dianggap sebagai orang gila ”

“ iya juga yaa sob ” gumamku sambil memperhatikan sobari yang saat ini mengembangkan senyumnya.

“ lalu bagaimana sob kelanjutannya ?, apakah tetangga sanusi itu akhirnya meminta maaf ”

“ bukan hanya meminta maaf pang, tetangga sanusi itu juga menyerahkan beberapa tanah miliknya sebagai tanda perdamaian ”

“ gila, ternyata sakti juga yaa bapaknya sanusi, seharusnya bapaknya sanusi itu bisa menjadi dukun di kampung tetangga kita itu ”

“ pang, ada orang orang tertentu yang mempelajari ilmu ghaib karena dilatarbelakangi oleh faktor kesukaannya pada ilmu ghaib bukan karena faktor ingin mencari kekayaan, bapaknya sanusi termasuk dalam orang orang tertentu itu, setahu aku setelah kejadian yang menggemparkan kampung tetangga kita itu, bapaknya sanusi menghilang entah kemana dan enggak terlihat lagi sampai dengan saat ini ”

Diubah oleh meta.morfosis 23-04-2025 15:55
nderek.langkung
i4munited
i4munited dan nderek.langkung memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.