- Beranda
- Stories from the Heart
TOLONG AKU HANTU!
...
TS
adamtzero
TOLONG AKU HANTU!
Quote:

"Hantu Gasimah" cr: pickpik
Sinop
Quote:
Nanti malah spoiler, baca aja kalau minat...

INDEX
Quote:
Spoiler for Arc Perkenalan:
Spoiler for Arc Lima Elit:
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
Spoiler for Arc Gasimah:
Spoiler for Arc ???:
Note:
- Cerita ini fiksi 100 %
- Tidak ada maksud tertentu, kalau ada kesamaan hanya kebetulan semata.
- Enjoy
- Kamis
Diubah oleh adamtzero 14-09-2024 20:03
wikanrahma12070 dan 5 lainnya memberi reputasi
4
5.3K
Kutip
189
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
adamtzero
#83
42
Quote:
Sesi bincang-bincang akhirnya dimulai juga, pembawaan Dissa yang sangat santai tidak membuat Pandu dan Ardit terbebani, semuanya berjalan seperti sedang mengobrol dengan kawan lama. Sementara itu Norman dan Gasimah telah duduk berhadapan di salah satu meja di lantai dua. Seperti yang dikatakan oleh Norman, suasana lantai dua begitu sepi dan kosong. Hal seperti ini memang sengaja dilakukan oleh Dissa agar pekerjaannya tidak terganggu. Lalu tidak harus repot-repot untuk mengutak-atik file suara karena minimnya suara yang bocor, kecuali suara jalan dan alam yang kadang tidak sengaja lewat.
“Kamu udah lama ikut sama mereka?” tanya Norman.
“Eh, iya?” Gasimah hanya terdiam memandangi sosok Norman yang begitu jarang dilihatnya.
Norman tersenyum lalu kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama, Gasimah menjawabnya singkat karena tingkat gugupnya yang begitu tinggi.
Berbagai pertanyaan telah dilalui oleh Pandu dan Ardit, keduanya masih bisa menjawab dengan benar tanpa ada keraguan. Hingga sampailah ke satu pertanyaan yang cukup menyentil menurut Ardit. Di mana Dissa bertanya tentang drama tempo hari dengan Dheril. Menariknya, menurut Dissa mungkin ada satu dua bahkan banyak orang-orang yang seperti Dheril, hanya saja karena penontonnya sedikit membuatnya tidak naik ke permukaan.
Ardit melirik ke arah Pandu, berharap sahabatnya itu bisa menjawab tanpa harus membuka luka lama lagi khususnya untuk Dheril.
“Sebenarnya sah-sah aja kalau ada seseorang yang membuat konten misteri ataupun berbau horror pakai setting-an, asalkan jangan kita ngakunya semua yang nampak di kamera itu nyata padahal sudah direkayasa, jatuhnya membodohi penonton,” jawaban diplomatis keluar dari Pandu.
“Jadi kalau aku tangkep sih jangan suka mengada-ngada, harus jujur. Toh engga semua penampakan yang muncul katakan bisa ngebuat jumlah penonton naik, kadang sensasi serem ketika nonton juga lebih ngebuat yang nonton lebih penasaran,” tambah Dissa, baik Pandu dan Ardit setuju dengan pernyataannya. “kalian sendiri gimana? Pernah engga sih kepikiran buat bikin setting-an? Tapi penonton kayaknya udah lebih pinter sekarang, mereka lebih paham mana yang setting-an, mana yang buat hiburan gitu kan?” Pandu tidak menjawabnya dengan verbal, hanya mengangguk saja menyetujui kalimat akhir dari Dissa.
Semua pertanyaan sudah dilalui tanpa adanya hadangan, perbincangan pun mengalir apa adanya, Dissa pun sangat puas dengan hasilnya. Dengan bantuan Ardit, semua alat-alat yang tadinya menghiasi pemandangan, perlahan-lahan kembali ke tempat asalnya. Lalu Dissa mengajak keduanya untuk makan siang bersama, tidak perlu mengkhawatirkan soal uang karena semuanya akan dibayarkan. Pandu sempat menolak ajakannya, tetapi karena Dissa memaksa, mau tidak mau dirinya harus ikut.
“Sebentar yah aku ke belakang dulu,” ucap Dissa meninggalkan mereka berdua, saat berjalan menuju tangga ke bawah, ia melihat Norman dan Gasimah sedang asik berduaan. “cantik sih, tapi si Norman ini udah kayak manusia lagaknya….,” Dissa menggelengkan kepalanya, pura-pura tidak melihat kehadiran Norman dan Gasimah.
Tetapi Gasimah menyadarinya, “Itu temen manusia kamu?” tanya Gasimah.
“Dissa? Iya aku tahu dari kecil, agak kasian sih dia itu gegara bisa liat makhluk lain, jadinya engga punya temen. Untungnya sekarang punya temen juga, meskipun sedikit, itu pun yang kerja sama dia aja di kantor,” ucap Norman sambil tertawa kecil, Gasimah pun merasa nyaman karena baru kali ini dirinya mengobrol dengan sebangsa tanpa ada tekanan apapun. “kamu dong ceritain gimana, pertanyaan pertama aku belum dijawab-jawab lho.”
Sebuah cerita singkat mengenai Gasimah yang tidak sengaja menemukan Pandu saat sedang bosan. Seorang laki-laki yang sama sekali tidak mempunyai rasa takut kepada sosok hantu dan hal-hal mistis lainnya. Itulah yang membuat Gasimah penasaran dan mencoba mengikutinya untuk melihat apakah ada sosok yang dapat membuatnya ketakutan. Ternyata sosok itu muncul di sebuah goa bekas penjajah, bahkan membuat Pandu sempat tak sadarkan diri. Setelah mereka melakukan perkenalan dan mulai mengikuti secara terang-terangan, akhirnya Pandu yang meminta Gasimah untuk membantunya dalam membuat konten.
“Oh jadi semua penampakan divideonya Pandu itu kamu yang berubah wujud?” tanya Norman penasaran.
“Iya, tapi ini bukan setting-an yah. Aku cuman gantiin peran sosok penunggu aslinya. Sekaligus biar engga kayak di---,” Gasimah berhenti, ia kesal kepada dua sosok yang ketahuan menguping pembicaraan mereka berdua. “tunggu sebentar yah, aku mau usir penganggu,” padahal Norman sudah melarangnya, karena itu hanyalah sosok makhluk level bawah, bahkan Dissa dapat menendangnya pergi. Tetapi Gasimah bersikukuh karena kekesalannya sudah diujung tanduk.
Badannya melayang terbang ke atas, sesampainya di atap, dua sosok jelek yang tempo hari sudah diperingatkan Gasimah kembali nampak. Dengan kecepatan penuh kedua sosok itu dapat ditangkapnya dengan mudah. Belum sempat memulai sesuatu, kedua sosok malah itu menangis meminta ampun, mereka tidak dapat berbuat banyak karena perintah atasan yang sama sekali tidak boleh ditolak. Gasimah paham dengan kondisi mereka, tetapi menyebalkan ketika momen hangatnya dengan Norman terganggu.
“Kalian bisa engga sih, jaraknya dua kilo gitu?!” bentak Gasimah. “Norman itu orang jauh, abis ini beres dia engga akan ke sini-sini lagi. Jadi bilangin ke bos kalian, aku engga ada hubungan apa-apa, jelas?”
Kedua sosok itu saling menatap satu sama lain, lalu mengangguk menyetujuinya.
Sekembalinya dari kamar kecil, Dissa heran dan cukup sedih melihat Norman yang duduk seorang diri saja, padahal tadi ada sosok Gasimah dihadapannya. Muncul pertanyaan dalam benaknya, tetapi semuanya disimpan dahulu karena Pandu dan Ardit sudah menunggunya. Saat di bawah tadi, tidak lupa Dissa meminta pelayan untuk membawakan menu untuknya. Dan kedua tamunya sekarang sedang sibuk memilih makanan dan minumannya.
“Udah pesan?” tanya Dissa.
“Belum, nunggu kamu dulu,” jawab Pandu.
“Kamu udah lama ikut sama mereka?” tanya Norman.
“Eh, iya?” Gasimah hanya terdiam memandangi sosok Norman yang begitu jarang dilihatnya.
Norman tersenyum lalu kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama, Gasimah menjawabnya singkat karena tingkat gugupnya yang begitu tinggi.
Berbagai pertanyaan telah dilalui oleh Pandu dan Ardit, keduanya masih bisa menjawab dengan benar tanpa ada keraguan. Hingga sampailah ke satu pertanyaan yang cukup menyentil menurut Ardit. Di mana Dissa bertanya tentang drama tempo hari dengan Dheril. Menariknya, menurut Dissa mungkin ada satu dua bahkan banyak orang-orang yang seperti Dheril, hanya saja karena penontonnya sedikit membuatnya tidak naik ke permukaan.
Ardit melirik ke arah Pandu, berharap sahabatnya itu bisa menjawab tanpa harus membuka luka lama lagi khususnya untuk Dheril.
“Sebenarnya sah-sah aja kalau ada seseorang yang membuat konten misteri ataupun berbau horror pakai setting-an, asalkan jangan kita ngakunya semua yang nampak di kamera itu nyata padahal sudah direkayasa, jatuhnya membodohi penonton,” jawaban diplomatis keluar dari Pandu.
“Jadi kalau aku tangkep sih jangan suka mengada-ngada, harus jujur. Toh engga semua penampakan yang muncul katakan bisa ngebuat jumlah penonton naik, kadang sensasi serem ketika nonton juga lebih ngebuat yang nonton lebih penasaran,” tambah Dissa, baik Pandu dan Ardit setuju dengan pernyataannya. “kalian sendiri gimana? Pernah engga sih kepikiran buat bikin setting-an? Tapi penonton kayaknya udah lebih pinter sekarang, mereka lebih paham mana yang setting-an, mana yang buat hiburan gitu kan?” Pandu tidak menjawabnya dengan verbal, hanya mengangguk saja menyetujui kalimat akhir dari Dissa.
Semua pertanyaan sudah dilalui tanpa adanya hadangan, perbincangan pun mengalir apa adanya, Dissa pun sangat puas dengan hasilnya. Dengan bantuan Ardit, semua alat-alat yang tadinya menghiasi pemandangan, perlahan-lahan kembali ke tempat asalnya. Lalu Dissa mengajak keduanya untuk makan siang bersama, tidak perlu mengkhawatirkan soal uang karena semuanya akan dibayarkan. Pandu sempat menolak ajakannya, tetapi karena Dissa memaksa, mau tidak mau dirinya harus ikut.
“Sebentar yah aku ke belakang dulu,” ucap Dissa meninggalkan mereka berdua, saat berjalan menuju tangga ke bawah, ia melihat Norman dan Gasimah sedang asik berduaan. “cantik sih, tapi si Norman ini udah kayak manusia lagaknya….,” Dissa menggelengkan kepalanya, pura-pura tidak melihat kehadiran Norman dan Gasimah.
Tetapi Gasimah menyadarinya, “Itu temen manusia kamu?” tanya Gasimah.
“Dissa? Iya aku tahu dari kecil, agak kasian sih dia itu gegara bisa liat makhluk lain, jadinya engga punya temen. Untungnya sekarang punya temen juga, meskipun sedikit, itu pun yang kerja sama dia aja di kantor,” ucap Norman sambil tertawa kecil, Gasimah pun merasa nyaman karena baru kali ini dirinya mengobrol dengan sebangsa tanpa ada tekanan apapun. “kamu dong ceritain gimana, pertanyaan pertama aku belum dijawab-jawab lho.”
Sebuah cerita singkat mengenai Gasimah yang tidak sengaja menemukan Pandu saat sedang bosan. Seorang laki-laki yang sama sekali tidak mempunyai rasa takut kepada sosok hantu dan hal-hal mistis lainnya. Itulah yang membuat Gasimah penasaran dan mencoba mengikutinya untuk melihat apakah ada sosok yang dapat membuatnya ketakutan. Ternyata sosok itu muncul di sebuah goa bekas penjajah, bahkan membuat Pandu sempat tak sadarkan diri. Setelah mereka melakukan perkenalan dan mulai mengikuti secara terang-terangan, akhirnya Pandu yang meminta Gasimah untuk membantunya dalam membuat konten.
“Oh jadi semua penampakan divideonya Pandu itu kamu yang berubah wujud?” tanya Norman penasaran.
“Iya, tapi ini bukan setting-an yah. Aku cuman gantiin peran sosok penunggu aslinya. Sekaligus biar engga kayak di---,” Gasimah berhenti, ia kesal kepada dua sosok yang ketahuan menguping pembicaraan mereka berdua. “tunggu sebentar yah, aku mau usir penganggu,” padahal Norman sudah melarangnya, karena itu hanyalah sosok makhluk level bawah, bahkan Dissa dapat menendangnya pergi. Tetapi Gasimah bersikukuh karena kekesalannya sudah diujung tanduk.
Badannya melayang terbang ke atas, sesampainya di atap, dua sosok jelek yang tempo hari sudah diperingatkan Gasimah kembali nampak. Dengan kecepatan penuh kedua sosok itu dapat ditangkapnya dengan mudah. Belum sempat memulai sesuatu, kedua sosok malah itu menangis meminta ampun, mereka tidak dapat berbuat banyak karena perintah atasan yang sama sekali tidak boleh ditolak. Gasimah paham dengan kondisi mereka, tetapi menyebalkan ketika momen hangatnya dengan Norman terganggu.
“Kalian bisa engga sih, jaraknya dua kilo gitu?!” bentak Gasimah. “Norman itu orang jauh, abis ini beres dia engga akan ke sini-sini lagi. Jadi bilangin ke bos kalian, aku engga ada hubungan apa-apa, jelas?”
Kedua sosok itu saling menatap satu sama lain, lalu mengangguk menyetujuinya.
Sekembalinya dari kamar kecil, Dissa heran dan cukup sedih melihat Norman yang duduk seorang diri saja, padahal tadi ada sosok Gasimah dihadapannya. Muncul pertanyaan dalam benaknya, tetapi semuanya disimpan dahulu karena Pandu dan Ardit sudah menunggunya. Saat di bawah tadi, tidak lupa Dissa meminta pelayan untuk membawakan menu untuknya. Dan kedua tamunya sekarang sedang sibuk memilih makanan dan minumannya.
“Udah pesan?” tanya Dissa.
“Belum, nunggu kamu dulu,” jawab Pandu.
nderek.langkung dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas