- Beranda
- Stories from the Heart
Tersesat di Masa Lalu
...
TS
andrysetyawann
Tersesat di Masa Lalu

PROLOG
Sedikit sulit untuk mengingat kisah ini kurang lebih sudah sepuluh tahun. Mungkin kisah ini hanya akan menjadi pengingat seperti apa aku dulu, ini juga menjadi refleksi untuk diriku saat ini, sudah sejauh apa masa lalu itu mengubahku, entah menjadi lebih baik atau buruk, tentu sulit untuk menilai diri sendiri.
Perjalanan hidup ini memang dipenuhi kenangan, entah itu kenangan baik atau buruk dan entah kita menginginkannya atau tidak, kenangan itu selalu datang tanpa permisi dan kesungkanan. Ketika kenangan itu datang menghampiri seolah kita bisa terlempar ke masa di mana kenangan itu berlangsung, mungkin tidak seakurat saat itu, tapi kita hampir bisa merasakan dingin atau hangat, dan kita bisa menghirup aroma saat itu entah basahnya tanah atau aroma parfumnya.
Mungkin aku yang terlalu melankolis ketika menyikapi sebuah kenangan. Tapi tak apa, kalian juga bisa menyikapi kenangan kalian dengan sesuka hati kalian.
Selalu ada pemicu dalam setiap munculnya kenangan, entah itu hal kecil atau besar. Menurutku itulah yang membuat “Kenangan” Itu menjadi sangat istimewa dan unik.
Untuk menghargai anugerah yang bernama “Kenangan” Itu aku akan mencoba menjadikannya abadi dalam tulisan ini, dan terima kasih untuk yang ikut mengabadikannya dengan cara membacanya.
"Aku hari ini adalah aku yang terbentuk dari kenangan, entah itu kenangan manis atau kenangan pahit."
Index
2.Luna *New
Diubah oleh andrysetyawann 07-08-2024 16:16
innallaras dan 15 lainnya memberi reputasi
16
1.4K
43
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
andrysetyawann
#18
2. Luna
Terkadang kita hidup mengharapkan sesuatu yang selalu membuat kita bahagia, terkadang kita juga tanpa sengaja merebut kebahagian orang lain demi mendapatkan kebahagian kita sendiri, dan tanpa kita sadari kita bisa se-egois itu. Sebenarnya hal apa yang membuat kita bisa seserakah dan se-egois itu dalam mendapatkan kebahagian?
“Kamu harus semangat untuk hari ini!”
Sebuah pesan muncul di layar ponselku, dari perempuan bernama Luna. Pagi ini adalah enam bulan sejak aku mendapat pesan dari Lian. Aku mendapati versi terbodohku pada malam itu, aku enggan mengakui bahwa yang Lian lihat adalah aku.
“Mungkin kamu salah lihat, banyak orang mirip kan di dunia ini.”
Begitulah aku menjawab pesan itu, tentu itu adalah kebohongan dan kebodohan yang pernah kulakukan, dan mulai hari itu kami sudah mulai jarang bersinggungan di media sosial, mungkin juga karena sudah mendekati ujian kelulusannya. Lian satu tingkat di atasku tapi umur kami sama.
Beberapa bulan terakhir aku memang sedang dekat dengan perempuan bernama Luna, kami satu angkatan denganku dan Lina pun satu sekolah dengan Lian. Perkenalanku dengan Luna sebenarnya cukup singkat, aku menanyakan tentang lirik lagu yang dia bagikan di media sosialnya, dan mulai saat itu kami semakin akrab. Seminggu sejak perkenalan itu aku mulai mengungkapkan rasa bahwa aku cukup nyaman dengannya dan dia pun menanggapi hal yang sama, dan kami mulai berpacaran.
“Bukankah kita sudah sangat dekat? Ya mungkin apa hanya aku yang merasa kita sangat dekat. Jika boleh jujur aku sebenarnya memiliki sebuah rasa padamu, mungkin memang terlalu dini, tapi aku benar-benar yakin dengan rasa ini. Maukah kau menjadi pacarku?”
Begitulah ungkapku pada Luna pada hari itu, itu adalah kali pertama aku mengungkapkan perasaan pada seseorang. Aku tidak pernah lupa bagaimana tatapannya, cara bicaranya saat dia menerimaku sebagai seorang yang disebut pacar atau kekasih. Sebenarnya aku tahu pada saat itu Luna sudah memiliki pasangan tapi dia mengatakan bahwa dia sudah tidak memiliki rasa pada pasangan dan akan mengakhirinya.
Ketika sesuatu hal diawali dengan buruk hampir pasti akan berakhir dengan buruk pula, sedangkan jika suatu hal diawali dengan baik belum tentu berakhir dengan baik pula, tapi itulah hidup. Kita sebagai manusia hanya bisa menjalani dan berlapang dada.
Luna adalah adalah perempuan pertama yang menjadi kekasihku, tentu bukan perempuan pertama yang aku sukai, tapi dia adalah perempuan pertama yang mengajari sedikit banyak bagaimana kita sebagai seorang pasangan menjalin hubungan kasih. Aku belajar beberapa hal mengenai bagaimana kita seharusnya menjaga perasaan pasangan, atau bagaimana kita seharusnya membuatnya nyaman atau tidak membuatnya khawatir pada hal-hal yang tidak perlu.
Hari itu pertama kali aku bisa merasakan bagaimana rasa berdebar yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, bagaimana rasanya aku bisa melihat matanya sangat dekat, aku bisa mencium aroma tubuhnya, aku bisa menyentuh lembut tanganannya, dan aku bisa merasakan bahagia bersama seorang kekasih. Tentu selayaknya hubungan tidak selalu berjalan mulus dan hampir pasti memiliki masalah entah sekecil apa pun itu.
“Jadi kamu lebih memilih temanmu?”
Itulah pesan yang muncul pada layar ponselku malam itu. Sedikit banyak pertikaian dalam hubungan akan merubah suasana hati, tak jarang pula mengganggu beberapa aktivitas yang sedang aku jalani. Aku tidak langsung membalas pesan itu, aku sengaja tidak membalasnya dan membiarkan emosinya mereda lebih dulu. Aku tipikal orang yang cenderung malas dalam hal bertikai, aku lebih suka mendiamkan dan menjelaskan ketika suasana sudah menjadi lebih baik.
“Mungkin kita bisa bertemu?”
Aku menanggapinya pesannya dengan ajakan untuk bertemu. Ketika terjadi sesuatu masalah aku lebih senang mendiskusikan secara langsung dari pada melalui sebuah pesan. Dia mengiyakan ajakan ku untuk bertemu. Hampir setiap masalah yang terjadi selalu selesai ketika kami sudah bertemu tak jarang pula saat bertemu malah tak pernah membahasnya dan selesai begitu saja.
Alunan musik pelan terdengar dari kedai kopi yang aku datangi,dan seorang pelayan menghampiriku dengan secangkir kopi hitam, dan meletakan di mejaku. Belum sempat aku menyentuh cangkirku Luna sudah datang, dia menolak ketika aku tawarkan untuk menjemputnya, dia akan diantar oleh saudaranya jelasnya padaku. Luna duduk dan langsung tersenyum kearahku, seakan lupa apa tujuan kami bertemu malam ini.
“Sudah lama?”
“Belum, sih. Baru cangkir kelima.” Candaku dan kami pun tertawa.
Senyum manisnya malam ini adalah senyum manis yang selalu aku rindukan setiap hari, senyum yang membuatku merasa aku adalah laki-laki yang paling beruntung. Di pertemuan malam itu justru kami tidak membahas masalah yang sedang terjadi, kami hanya disibukan dengan saling bercanda dan saling bercerita tentang hari-hari yang telah terlewati. Aku cukup antusias dengan apa yang diceritakannya, cerita tentang bagaimana dan apa yang terjadi di sekolahnya. Ketika sedang merasa nyaman dan bahagia waktu melesat bagai roket. Jikalau waktu bisa kuraih dan aku kendalikan aku memegangnya dengan erat dan enggan melepasnya. Aku menyadari bahwa segala pertikaian ini terjadi hanya karena kami saling merindukan. Dan aku juga sadar bahwa pertemuan sebentar ini tak akan cukup untuk melepas rindu, pertemuan hanya mampu meredam kerinduan.
Dan pertemuan malam itu ku akhiri dengan mengantarnya pulang, di sepanjang perjalanan tak hentinya dia memelukku, dan membicarakan hal-hal yang akan datang, seperti bagaimana jika sudah lulus, apakah akan kuliah atau bekerja. Dia dengan antusias bercerita ingin kuliah di jurusan ekonomi dan ingin menjadi wanita karir. Sedangkan aku belum tahu akan berkuliah atau tidak, jika mengingat ekonomi keluarga yang tidak stabil, aku mengurungkan niatku dan mencoba untuk kuliah sambil bekerja.
Setelah beberapa kilometer menembus gelap malam akhirnya sudah tiba dirumah Luna, aku berpamitan dan dia masih berdiri menatapku meninggalkannya, aku juga menatapnya dari kaca spion.
regmekujo dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup