- Beranda
- Stories from the Heart
TOLONG AKU HANTU!
...
TS
adamtzero
TOLONG AKU HANTU!
Quote:

"Hantu Gasimah" cr: pickpik
Sinop
Quote:
Nanti malah spoiler, baca aja kalau minat...

INDEX
Quote:
Spoiler for Arc Perkenalan:
Spoiler for Arc Lima Elit:
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
Spoiler for Arc Gasimah:
Spoiler for Arc ???:
Note:
- Cerita ini fiksi 100 %
- Tidak ada maksud tertentu, kalau ada kesamaan hanya kebetulan semata.
- Enjoy
- Kamis
Diubah oleh adamtzero 14-09-2024 20:03
wikanrahma12070 dan 5 lainnya memberi reputasi
4
5.3K
Kutip
189
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
adamtzero
#79
40
Quote:
Pagi-pagi sekali Dissa bersama sang supir andalannya berangkat menuju kota Pandu untuk melakukan kolaborasi. Dalam sejarah akunnya, baru sekali ini narasumbernya merupakan sesama pembuat konten horror. Dulu-dulunya seringkali melibatkan seseorang yang melakukan pekerjaan di waktu malam dan rawan terjadinya aktivitas mistis seperti suster rawat jaga di rumah sakit. Dua koper besar menunggu dengan sabar di bagian bagasi.
“Hm, pagi-pagi udah nanyain, emang the best asistenku satu ini,” ucap Dissa sambil membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya. “nanti aku kasih hadiah special,” sambil tertawa kecil.
Pandu dan juga Ardit harus merelakan kelasnya untuk tidak dihadiri, karena jadwal Dissa sangat penuh dalam satu bulan ini, sehingga harus ada yang mengalah agar semuanya berjalan lancar. Sebuah caffe dengan latar belakang pemandangan dipilih oleh Dissa, semoga latar tempat seperti itu bisa sesuai dengan tema yang akan dibahas. Ardit sebagai penghubung jalannya kolaborasi ini terus mengecek ponselnya menunggu kabar terbaru dari Dissa.
Baru satu pesan yang masuk, tepatnya tadi pagi sebelum matahari terbit. Isi pesan itu mengabarkan bahwa Dissa baru saja berangkat melakukan perjalanan, jika dihitung manual maka lamanya perjalanan akan memakan waktu paling lama 3 jam jika jalanan di kota padat. Dalam detil pesan yang dikirim oleh timnya Dissa, baik Ardit dan Pandu tidak diharuskan membawanya peralatannya, semua sudah disediakan. Tapi ada satu pesan rahasia yang masuk tanpa sepengetahuan timnya Dissa.
“Gimana, belum ada kabar terbaru?” tanya Pandu.
“Belum, mungkin dia mau sarapan dulu, santai aja,” jawab Ardit. “eh ini menu makanannya lumayan mahal-mahal, kira-kira kita dibayarin engga yah?” ucap Ardit sambil tertawa.
“Janganlah, si Dissa ini udah jauh-jauh datang. Kecuali emang dianya yang mau,” Pandu juga tertawa ketika mengucapkannya.
Perjalanan begitu sepi, bukan karena kondisi jalanan yang tidak begitu banyak kendaraan, tetapi Dissa tidak bisa berkomunikasi dengan Norman ketika ada orang lain yang berada didekatnya. Lagipula sosok hantu laki-laki itu tidak berada dalam mobilnya, dengan kekuatannya Norman dapat melakukan perjalanan dalam waktu yang tergolong instan. Pikiran-pikiran aneh mulai menghantui Dissa, terutama Norman yang kemungkinan besar sedang melakukan pertemuan dengan hantu perempuan yang selalu mengikuti Pandu.
“Neng, kenapa wajahnya murung?” tanya sang supir yang menyadari lewat kaca spion tengah. “bete yah pergi sendirian?”
“Enggak kok pak, ini baru sadar belum beli kuota, nanti berhenti dulu ya pak sebentar di rest area,” jawab Dissa berbohong.
“Okay neng, laksanakan!”
Mobil hitam panjang khas orang-orang ekonomi atas menepi di sebuah tempat peristirahatan sementara. Dissa turun dari mobilnya lalu berjalan menuju mini market yang terpampang jelas di dekat area parkiran. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kuota milik Dissa, karena wajah murungnya terlihat oleh sang supir, mau tidak mau alasan itu muncul. Padahal aslinya adalah Dissa memikirkan pertemuan Norman dan Gasimah, yang membuatnya jengkel.
“Coba aku tes dulu, Norman!” hentaknya.
Kemudian sosok Norman pun muncul, “Eh kamu jangan teriak-teriak gitu, nanti kalau ada yang namanya sama gimana?” ucapnya.
“Engga akan kedengeran, ini suara jalan tol lebih kenceng. Kok kamu di sini?” dengan tatapan ke arah sinis.
“Huh? Lah emang aku harusnya di mana? Kan dari tadi aku nempel di atap mobil, biar engga keanginan, kok aneh sih,” Norman menghentikan langkahnya. “ah…jangan-jangan---,” sosoknya menghilang dengan cepat saat Dissa menoleh kearahnya, tatapannya semakin tajam.
Namun ekspresi seramnya itu bertahan lama karena rupanya sang supir berada di luar mobilnya untuk merokok sejenak, ia pun mengangguknya kepalanya perlahan.
Tidak memakan waktu lama di mini market, Dissa menyudahinya dengan membeli beberapa cemilan dan juga minuman kopi untuk sang supir. Perjalanan dilanjutkan kembali, hatinya sedikit lega karena Norman ada di sini bersamanya. Kini sebuah kertas yang sudah ditulis berisikan beberapa pertanyaan dibukanya, Dissa lebih senang menulisnya langsung, karena sensasinya sedikit berbeda dibandingkan menulis pertanyaan di sebuah computer.
Ketika Pandu dan Ardit sedang menunggu kabar dari Dissa, sosok hantu Gasimah datang. Tidak seperti biasanya ketika datang secara tiba-tiba bahkan seringkali mengagetkan Ardit. Kali ini hantu wanita itu datang dengan mengetuk pintu terlebih dahulu, ketika Pandu intip sosok Gasimah terlihat sangat berbeda. Biasanya Gasimah hanya menggunakan setelan panjang berwarna putih tanpa lengan. Tetapi yang ada dihadapan Pandu seperti sosok yang berbeda. Gasimah memakai gaun putih panjang dengan rok bertingkat, membuat bagian bawah pakaiannya itu memiliki kesan mengembang dan bervolume.
“Wow, tumben banget,” ucap Pandu yang kehabisan kata-kata melihat Gasimah, sayangnya hanya ia dan Ardit saja yang dapat melihat keanggunan Gasimah saat ini.
“Aku boleh masuk?” tanya Gasimah di depan Pandu yang hanya melongo saja.
“Oh iya, silahkan,” Pandu mempersilahkannya masuk.
Ardit sangat terkejut melihat penampilan Gasimah saat ini, bahkan ponselnya pun ikut terjatuh terkesima dengan aura yang dikeluarkan oleh sosok hantu wanita itu.
“Hm, pagi-pagi udah nanyain, emang the best asistenku satu ini,” ucap Dissa sambil membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya. “nanti aku kasih hadiah special,” sambil tertawa kecil.
Pandu dan juga Ardit harus merelakan kelasnya untuk tidak dihadiri, karena jadwal Dissa sangat penuh dalam satu bulan ini, sehingga harus ada yang mengalah agar semuanya berjalan lancar. Sebuah caffe dengan latar belakang pemandangan dipilih oleh Dissa, semoga latar tempat seperti itu bisa sesuai dengan tema yang akan dibahas. Ardit sebagai penghubung jalannya kolaborasi ini terus mengecek ponselnya menunggu kabar terbaru dari Dissa.
Baru satu pesan yang masuk, tepatnya tadi pagi sebelum matahari terbit. Isi pesan itu mengabarkan bahwa Dissa baru saja berangkat melakukan perjalanan, jika dihitung manual maka lamanya perjalanan akan memakan waktu paling lama 3 jam jika jalanan di kota padat. Dalam detil pesan yang dikirim oleh timnya Dissa, baik Ardit dan Pandu tidak diharuskan membawanya peralatannya, semua sudah disediakan. Tapi ada satu pesan rahasia yang masuk tanpa sepengetahuan timnya Dissa.
“Gimana, belum ada kabar terbaru?” tanya Pandu.
“Belum, mungkin dia mau sarapan dulu, santai aja,” jawab Ardit. “eh ini menu makanannya lumayan mahal-mahal, kira-kira kita dibayarin engga yah?” ucap Ardit sambil tertawa.
“Janganlah, si Dissa ini udah jauh-jauh datang. Kecuali emang dianya yang mau,” Pandu juga tertawa ketika mengucapkannya.
Perjalanan begitu sepi, bukan karena kondisi jalanan yang tidak begitu banyak kendaraan, tetapi Dissa tidak bisa berkomunikasi dengan Norman ketika ada orang lain yang berada didekatnya. Lagipula sosok hantu laki-laki itu tidak berada dalam mobilnya, dengan kekuatannya Norman dapat melakukan perjalanan dalam waktu yang tergolong instan. Pikiran-pikiran aneh mulai menghantui Dissa, terutama Norman yang kemungkinan besar sedang melakukan pertemuan dengan hantu perempuan yang selalu mengikuti Pandu.
“Neng, kenapa wajahnya murung?” tanya sang supir yang menyadari lewat kaca spion tengah. “bete yah pergi sendirian?”
“Enggak kok pak, ini baru sadar belum beli kuota, nanti berhenti dulu ya pak sebentar di rest area,” jawab Dissa berbohong.
“Okay neng, laksanakan!”
Mobil hitam panjang khas orang-orang ekonomi atas menepi di sebuah tempat peristirahatan sementara. Dissa turun dari mobilnya lalu berjalan menuju mini market yang terpampang jelas di dekat area parkiran. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kuota milik Dissa, karena wajah murungnya terlihat oleh sang supir, mau tidak mau alasan itu muncul. Padahal aslinya adalah Dissa memikirkan pertemuan Norman dan Gasimah, yang membuatnya jengkel.
“Coba aku tes dulu, Norman!” hentaknya.
Kemudian sosok Norman pun muncul, “Eh kamu jangan teriak-teriak gitu, nanti kalau ada yang namanya sama gimana?” ucapnya.
“Engga akan kedengeran, ini suara jalan tol lebih kenceng. Kok kamu di sini?” dengan tatapan ke arah sinis.
“Huh? Lah emang aku harusnya di mana? Kan dari tadi aku nempel di atap mobil, biar engga keanginan, kok aneh sih,” Norman menghentikan langkahnya. “ah…jangan-jangan---,” sosoknya menghilang dengan cepat saat Dissa menoleh kearahnya, tatapannya semakin tajam.
Namun ekspresi seramnya itu bertahan lama karena rupanya sang supir berada di luar mobilnya untuk merokok sejenak, ia pun mengangguknya kepalanya perlahan.
Tidak memakan waktu lama di mini market, Dissa menyudahinya dengan membeli beberapa cemilan dan juga minuman kopi untuk sang supir. Perjalanan dilanjutkan kembali, hatinya sedikit lega karena Norman ada di sini bersamanya. Kini sebuah kertas yang sudah ditulis berisikan beberapa pertanyaan dibukanya, Dissa lebih senang menulisnya langsung, karena sensasinya sedikit berbeda dibandingkan menulis pertanyaan di sebuah computer.
Ketika Pandu dan Ardit sedang menunggu kabar dari Dissa, sosok hantu Gasimah datang. Tidak seperti biasanya ketika datang secara tiba-tiba bahkan seringkali mengagetkan Ardit. Kali ini hantu wanita itu datang dengan mengetuk pintu terlebih dahulu, ketika Pandu intip sosok Gasimah terlihat sangat berbeda. Biasanya Gasimah hanya menggunakan setelan panjang berwarna putih tanpa lengan. Tetapi yang ada dihadapan Pandu seperti sosok yang berbeda. Gasimah memakai gaun putih panjang dengan rok bertingkat, membuat bagian bawah pakaiannya itu memiliki kesan mengembang dan bervolume.
“Wow, tumben banget,” ucap Pandu yang kehabisan kata-kata melihat Gasimah, sayangnya hanya ia dan Ardit saja yang dapat melihat keanggunan Gasimah saat ini.
“Aku boleh masuk?” tanya Gasimah di depan Pandu yang hanya melongo saja.
“Oh iya, silahkan,” Pandu mempersilahkannya masuk.
Ardit sangat terkejut melihat penampilan Gasimah saat ini, bahkan ponselnya pun ikut terjatuh terkesima dengan aura yang dikeluarkan oleh sosok hantu wanita itu.
kulipriok dan namakuve memberi reputasi
2
Kutip
Balas