- Beranda
- Stories from the Heart
Dalam Dekapan Kabut
...
TS
meta.morfosis
Dalam Dekapan Kabut

Izinkan saya kembali bercerita tentang sebuah kejadian di masa lalu
dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian...
Chapter :
Chapter :
DDK - Chapter 1
DDK - Chapter 2
DDK - Chapter 3
DDK - Chapter 4
DDK - Chapter 5
DDK - Chapter 6
DDK - Chapter 7
DDK - Chapter 8
DDK - Chapter 9
DDK - Chapter 10
DDK - Chapter 11
DDK - Chapter 12
DDK - Chapter 13
DDK - Chapter 14
DDK - Chapter 15
DDK - Chapter 16
Diubah oleh meta.morfosis 03-09-2024 12:35
indrag057 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
1.8K
48
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
meta.morfosis
#10
Chapter 7
Perjumpaan Yang Tidak Terduga
Perjumpaan Yang Tidak Terduga
Bermodalkan persiapan seadanya dari ismed yang telah beberapa kali berkunjung ke rumah kawan lamanya itu, sepeda motor yang kami kendarai ini kini mulai melaju menapaki aspal yang berselimutkan debu jalanan, jauhnya jarak yang harus kami tempuh untuk sampai ke lokasi dimana kawan lamanya ismed tinggal kini telah membuat motor yang aku kendarai ini harus terhenti sejenak akibat dari kurangnya bahan bakar.
“ makanya pang kalau berpergian itu jangan bermodalkan emosi, memangnya bisa tanki motormu itu diisi dengan emosi ” ujar ismed yang sepertinya masih belum bisa melupakan rasa emosiku di saat aku memaksanya untuk mengantarkanku ke rumah kawan lamanya dan kini selepas dari perkataannya itu, ismed memintaku untuk menunggu karena saat ini dirinya hendak mencari tukang bensin yang menjual bensin eceran, hingga akhirnya kini selepas dari ismed yang telah mendapatkan bensin, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju ke rumah kawan lama ismed yang berlokasi di sebuah perkampungan kecil di bogor barat.
“ bagaimana kang acu ?, apakah menurut kang acu permasalahan yang apang hadapi itu ada hubungannya dengan kematian almarhum arif ? ”
Pertanyaan ismed tersebut terucap selepas dari lima belas menit menit yang telah kami lalui di rumah kawan lama ismed yang bernama kang acu, dalam aktifitasnya yang saat ini tengah menuangkan air kopi ke dalam piring kecil, kang acu mengembangkan senyumnya yang mengisyaratkan bahwa dirinya telah mempunyai jawaban dari pertanyaan ismed itu.
“ besar kemungkinannya memang ada hubungannya med, roh almarhum arif dan juga jin pendampingnya telah mencoba untuk berinteraksi dengan apang, hanya saja kita sebagai manusia melihatnya sebagai sesuatu yang menyeramkan ”
“ roh almarhum arif dan juga jin pendamping ? ”
“ iya med, setelah kejadian menyeramkan yang apang alami di toilet museum, roh almarhum arif sudah enggak lagi berinteraksi dengan apang karena telah dikuasai oleh mahluk ghaib yang mencelakai almarhum arif, kejadian menyeramkan yang apang alami di dalam kamar, saya yakin itu adalah ulah dari jin pendamping almarhum arif ”
Ismed mengangguk anggukan kepalanya, tatapan matanya kini tertuju ke arahku.
“ kamu dengar sendiri kan pang, anin itu memiliki pelindung ghaib ”
Mendapati saat ini aku hanya terdiam di dalam menanggapi perkatannya itu, ismed kembali mencoba menanamkan keyakinannya kepadaku akan adanya mahluk ghaib yang melindungi anindia, kang acu yang merasa tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh ismed itu kini melarangnya.
“ med, kamu itu enggak boleh memaksa apang untuk mempercayai apa yang kamu percayai, biarkan apang mempercayainya sendiri tanpa perlu dipaksakan ” ismed terdiam, ekspresi wajahnya menunjukan rasa ketidaksukaannya karena aku telah mendapatkan pembelaan dari kang acu.
“ kang acu apakah ada cara yang bisa saya lakukan untuk mengetahui apa yang ingin disampaikan oleh jin pendamping almarhum arif itu ? ”
“ mengapa kamu ingin mengetahuinya pang ? kalau saya perhatikan sepertinya kamu ini tengah memiliki masalah yang mengharuskanmu untuk mengetahuinya ”
“ sejujurnya saya tengah berpacu dengan waktu kang, saat ini ibu saya tengah menderita sakit keras yang mengancam keselamatan jiwanya, dokter sudah memvonis ibu saya itu akan meninggal dalam waktu yang enggak lama lagi, saya ingin mewujudkan keiginannya kang… keinginannya yang ingin melihat saya menikah ”
Saat ini aku bisa melihat ekspresi keterkejutan di wajah ismed, sebuah informasi yang belum pernah didengarnya kini telah membuatnya terdiam beberapa saat, mendapati saat ini ismed mulai menunjukan tanda tanda yang mengisyaratkan bahwa dirinya hendak menanyakan sesuatu kepadaku, aku memutuskan untuk memberikan informasi lainnya kepada ismed dan hal itu kini telah membuat ismed menggaruk garuk kepalanya sebagai tanda dirinya sama sekali tidak menyangka aku telah menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahuinya.
“ aku enggak ingin kang kejadian kejadian menyeramkan yang aku alami itu akan menjadi batu sandunganku di saat aku ingin mengungkapkan perasaan hatiku ini kepada anin ”
Kang acu mengembangkan senyumnya, sebatang rokok yang baru saja dikeluarkannya dari bungkusnya kini disulutkannya.
“ ada cara yang bisa kamu lakukan untuk mengetahui informasi yang ingin disampaikan oleh jin pendamping almarhum arif itu tapi kamu harus bisa menjalankan persyaratannya ”
“ menjalankan persyaratannya ? ”
Tanpa memperdulikan pertanyaan yang terucap dari mulutku, kang acu beranjak bangun dari duduknya lalu memasuki salah satu ruangan di dalam rumahnya, hingga akhirnya kini setelah beberapa saat kang acu berada di dalam ruangan itu, kang acu kembali keluar dari ruangan itu dengan turut serta membawa sebuah kain usang berwarna putih yang entah akan dipergunakannya untuk apa.
“ kain ini adalah persyaratannya pang ”
“ harus saya apakan kain itu kang acu ? ”
“ kamu hanya perlu menempelkan kain ini di mulut jenazah almarhum arif, nanti setelah kain ini berhasil ditempelkan kamu serahkan lagi kain ini kepada saya agar saya bisa melakukan ritualnya ”
“ hahh... ” aku langsung melayangkan tatapan mataku ke arah ismed yang saat ini tengah terperangah setelah mendengar penjelasan yang terucap dari mulut kang acu, merujuk pada rasa keberanianku yang mungkin masih jauh dari kata pemberani, persayaratan yang diajukan oleh kang acu itu kini bagaikan sebuah dinding tebal yang menghalangi keinginanku untuk mengetahui isi dari informasi yang ingin disampaikan oleh jin pendamping alamarhum arif kepadaku dan kini dalam keadaanku yang masih merasa bingung untuk memberikan tanggapan seperti apa atas penjelasan kang acu itu, dari mulut kang acu kembali terucap perkataan yang membuatku mengkerutkan dahi ini, di dalam perkataannya itu kang acu menyinggung sebuah cara lain yang bisa aku lakukan untuk mengetahui isi dari informasi yang ingin disampaikan oleh jin pendamping almarhum arif kepadaku.
“ meraga sukma itu adalah sebuah ritual yang memungkinkan roh seseorang memasuki dimensi lain atau lebih tepatnya memasuki dimensi alam ghaib ”
“ apakah berbahaya kang ritual meraga sukma itu ? ” tanya ismed dalam ekspresi wajah yang menunjukan rasa antusiasnya terhadap informasi yang saat ini tengah disampaikan oleh kang acu.
“ kalau membandingkannya dengan ritual mengelap mulut jenazah almarhum arif, sudah pasti ritual meraga sukma ini lebih berbahaya karena ada kemungkinan roh seseorang yang memasuki dimensi alam ghaib akan terperangkap di sana ”
“ wah... itu lebih kacau lagi ” gumam ismed sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“ kalau saya sarankan sih sebaiknya kalian menjalani ritual mengelap mulut jenazah almarhum arif saja, resikonya lebih kecil, yang kalian butuhkan itu hanyalah cangkul dan juga keberanian ”
Aku dan ismed kini hanya bisa saling bertukar pandang di dalam rasa bimbang, isyarat mata ismed yang memintaku untuk segera memilih satu dari dua ritual yang diajukan oleh kang acu kini telah membuatku tanpa berpikir panjang lagi langsung menyetujui apa yang telah disarankan oleh kang acu dan hal itu kini telah menghadirkan ekspresi keterkejutan di wajah ismed.
“ karena kamu telah memutuskannya pang, tolong terima kain ini ” aku menganggukan kepala, kain putih yang saat ini telah dimasukan oleh kang acu ke dalam kotak kayu kini diberikannya kepadaku.
“ bawa kembali kain itu setelah kamu berhasil melaksanakan persyaratannya tapi andaikan kamu enggak berhasil melaksanakan persyaratannya, kamu buang saja kain dan kotak kayu itu karena nantinya kain dan kotak kayu itu akan kembali dengan sendirinya kepada saya ”
Dikarenakan saat ini aku merasa sudah tidak ada lagi pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepada kang acu, aku mengajak ismed untuk meninggalkan rumah kang acu, hingga akhirnya kini selepas dari pembicaraan empat mata yang dilakukan oleh ismed bersama dengan kang acu, kami meninggalkan rumah kang acu diantara hari yang saat ini mulai beranjak semakin sore.
“ ada apa med ? ” tanyaku kepada ismed yang saat ini menghentikan laju sepeda motornya secara tiba tiba, dalam posisi kami yang telah memasuki kota bogor, ismed menghentikan laju sepeda motornya di sebuah jalan yang banyak terdapat rumah makan, entah apa yang saat ini tengah diperhatikannya, hanya saja merujuk dari keputusannya yang memutuskan untuk menghentikan laju sepeda motornya secara tiba tiba, aku sangat merasa yakin sesuatu yang saat ini tengah diperhatikan oleh ismed adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan ismed.
“ kamu lihat kan pang orang itu ? ” tanya ismed sambil memberikan isyarat melalui kepalanya, dari isyarat yang diberikannya itu ismed memintaku untuk melihat ke arah seorang lelaki berusis paruh baya yang saat ini tengah berdiri di depan sebuah rumah makan yang lokasinya itu berseberangan dengan kami, melihat tingkah laku yang diperlihatkan oleh lelaki berusia paruh baya itu, sepertinya lelaki lelaki berusia paruh baya itu tengah mencari sesuatu yang itu entah apa.
“ memangnya kamu mengenal lelaki itu med ? ” ismed hanya terdiam di dalam menanggapi pertanyaanku itu, tatapan matanya masih tertuju ke arah lelaki berusia paruh baya yang saat ini tengah melambaikan tangannya ke arah seorang wanita muda yang baru saja turun dari sebuah mobil dan kini selepas dari wanita muda itu menghampiri lelaki berusia paruh baya, lelaki berusia paruh baya itu mengajak wanita muda itu memasuki rumah makan.
“ aku enggak begitu yakin pang tapi sepertinya aku mengenal lelaki itu ” ujar ismed dengan ekspresi wajah yang menunjukan bahwa dirinya saat ini tengah mengingat ingat sesuatu, hingga akhirnya kini selepas dari beberapa saat ismed terdiam untuk mengingat ingat sesuatu yang dilupakannya itu, secara perlahan ismed mulai bisa mengingatnya, dari mulutnya kini terucap sebuah informasi yang sangat mengejutkanku.
“ hahh... kamu yakin med lelaki itu adalah bapaknya anin ? ”
“ aku sangat yakin pang, wajah lelaki itu sangat mirip dengan wajah lelaki telah aku lihat di bingkai photo yang terpajang di rumah anin ”
“ wahh... kalau memang begitu berarti wanita muda itu— ”
“ bukan pang, wanita muda itu bukan ibunya anin ” ujar ismed sambil memberikan isyarat untuk menuju ke rumah makan dan kini belum sempat aku memberikan tanggapan untuk menanggapi isyaratnya itu, ismed sudah terlebih dahulu menjalankan sepeda motornya ke rumah makan dan hal itu kini telah menimbulkan kepanikan di hatiku karena aku merasa khawatir bapaknya anindia akan mencurigai kehadiran kami ini.
“ sinting kamu med, kalau sampai bapaknya anin itu— ”
“ diam kamu pang, jangan terlihat mencurigakan seperti itu ” gumam ismed dengan nada suaranya yang pelan, dalam posisi kami yang saat ini telah menduduki kursi yang berada tidak jauh dari keberadaan bapaknya anidia yang tengah berbincang bincang dengan sosok wanita muda, kami hanya terdiam mengamati jalannya perbincangan, hingga akhirnya kini selepas dari sosok wanita muda itu yang telah menyerahkan bungkusan berwarna coklat kepada bapaknya anindia, bapaknya anindia mengajak sosok wanita muda itu meninggalkan rumah makan dan tidak kembali lagi.
“ med ! kok kamu jadi bengong sih, ada apa med ? ” ismed terkejut mendengar suara teguranku itu, tatapan matanya yang semula terlihat begitu kosong kini tertuju ke arahku.
“ sepertinya ada yang enggak beres nih pang ”
“ duh med, urusan bapaknya anindia itu bukan urusan kita, kenapa kita harus ikut campur dengan urusannya ”
“ bukannya ingin ikut campur pang, aku hanya curiga bapaknya anin itu— ”
“ sudahlah med enggak usah yang aneh aneh karena kalau sampai anin mengetahui kelancangan kita ini, anin pasti akan marah ”
Menjalani titian waktu dalam ketidakpastian, kalimat yang sarat dengan kerisauan hati itu kini terpatri pada menit demi menit yang telah aku lalui, dalam keadaanku yang saat ini baru saja terbangun dari tidur lelapku, tatapan mataku yang tanpa sengaja menatap ke arah jam dinding kini telah menghadirkan keinginanku untuk mengenyahkan rasa ketidakpastian yang aku rasakan.
“ enggak mungkin bapak dan anto sudah terbangun di pagi buta seperti ini ” gumamku merujuk pada waktu yang saat ini mununjukan pukul empat pagi hari dan kini dalam keyakinanku yang meyakini hanya aku seorang diri yang telah terbangun di pagi buta seperti ini, aku memutuskan untuk menemui anti di dalam kamarnya, hingga akhirnya kini diantara posisiku yang telah berada di dalam kamar anti, sebuah informasi yang telah terucap dari mulut anti kini telah merubah ketidakpastian yang aku rasakan menjadi sebuah rasa amarah.
“ yaa tuhan... kamu itu benar benar telah berbuat kesalahan besar ti ” ujarku dengan nada suara yang bergetar, mendapati saat ini anti hanya menanggapi perkataanku itu dengan tangisannya, aku memintanya untuk meredakan tangisannya karena aku khawatir tangisannya itu akan terdengar oleh keluargaku.
“ sekarang ini bukan waktunya lagi untuk menangis ti, kamu harus jujur kepada akang, siapa sebenarnya yang telah menghamilimu ? ”
Sulit rasanya bagiku untuk tidak meluapkan rasa amarahku di saat aku kini kembali mendapati anti hanya bisa menangis di dalam menanggapi pertanyaanku itu, hanya saja kini belum sempat aku mencurahkan luapkan rasa amarahku itu dalam perkataan, sebuah kejadian yang tidak terduga kini terjadi di hadapan mataku, dalam pengelihatanku ini terlihat pergerakan gagang pintu kamar yang menandakan adanya seseorang yang hendak membuka pintu kamar.
“ ti sudah, jangan mena... ”
Perkataanku itu terhenti seiring dengan kehadiran seseorang yang tidak aku inginkan kehadirannya di dalam kamar anti ini, dalam ekspresi wajahnya yang menunjukan rasa kemarahannya, bapak menutup pintu kamar lalu berjalan menghampiri anti.
“ pak... sabar pak, yang anti lakukan itu— ”
“ apakah benar ti apa yang telah bapak dengar tadi itu ? ” dalam isak tangisnya anti menundukan kepalanya, butiran air matanya yang jatuh membasahi lantai seperti mengisyaratkan rasa penyesalannya atas perbuatan buruk yang telah dilakukannya dan kini begitu aku mendapati situasi itu, dikarenakan aku merasa khawatir akan kemungkinan bapak melakukan tindakan yang tidak aku inginkan, aku memutuskan untuk mengajak bapak keluar dari dalam kamar, hanya saja kini belum sempat aku mewujudkan keputusanku itu dalam sebuah tindakan, suara keras yang terdengar dari arah luar kamar kini telah membuatku mengurungkan keinginanku untuk mewujudkan keputusanku itu, saat ini aku lebih memilih untuk keluar dari dalam kamar agar aku bisa memastikan sumber dari suara keras yang telah aku dengar itu.
“ yaa tuhan... ibu ! ”
Hanya perkataan itulah yang bisa terucap dari mulutku di saat kini aku mendapati tubuh ibu tergeletak di lantai tanpa memperlihatkan tanda tanda kesadarannya, dalam rasa panik yang saat ini aku rasakan, aku segera berlari menghampiri ibu lalu merengkuh tubuhnya dan di saat itulah bapak keluar dari dalam kamar lalu berlari menghampiriku.
“ astaga, ibumu kenapa pang ? ” tanya bapak tanpa bisa menyembunyikan kepanikannya, mendapati saat ini aku hanya terdiam di dalam menanggapi pertanyaannya itu, bapak langsung mengambil tubuh ibu dari rengkuhan tanganku lalu membawanya masuk ke dalam kamar, di sisi yang lain terlihat anti dan anto telah keluar dari dalam kamarnya lalu bergabung dalam situasi yang penuh kepanikan ini.
“ ini pasti ada sesuatu yang enggak beres, selama bapak menjalani hidup dengan ibu, bapak sama sekali belum pernah melihat ibu kalian seperti ini ” aku layangkan tatapan mataku ke arah anti dan anto yang saat ini tengah mengelap darah yang keluar dari mulut ibu dengan menggunakan kain, rasa kekhawatiranku akan kemungkinan aku tidak bisa lagi menyembunyikan informasi yang terkait dengan kondisi kesehatan ibu kini telah membuatku merasa tidak nyaman untuk berlama lama berada di dalam kamar dan pada akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari dalam kamar, menghirup udara segar yang bisa mengurangi rasa tidak nyamanku.
“ makanya pang kalau berpergian itu jangan bermodalkan emosi, memangnya bisa tanki motormu itu diisi dengan emosi ” ujar ismed yang sepertinya masih belum bisa melupakan rasa emosiku di saat aku memaksanya untuk mengantarkanku ke rumah kawan lamanya dan kini selepas dari perkataannya itu, ismed memintaku untuk menunggu karena saat ini dirinya hendak mencari tukang bensin yang menjual bensin eceran, hingga akhirnya kini selepas dari ismed yang telah mendapatkan bensin, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju ke rumah kawan lama ismed yang berlokasi di sebuah perkampungan kecil di bogor barat.
“ bagaimana kang acu ?, apakah menurut kang acu permasalahan yang apang hadapi itu ada hubungannya dengan kematian almarhum arif ? ”
Pertanyaan ismed tersebut terucap selepas dari lima belas menit menit yang telah kami lalui di rumah kawan lama ismed yang bernama kang acu, dalam aktifitasnya yang saat ini tengah menuangkan air kopi ke dalam piring kecil, kang acu mengembangkan senyumnya yang mengisyaratkan bahwa dirinya telah mempunyai jawaban dari pertanyaan ismed itu.
“ besar kemungkinannya memang ada hubungannya med, roh almarhum arif dan juga jin pendampingnya telah mencoba untuk berinteraksi dengan apang, hanya saja kita sebagai manusia melihatnya sebagai sesuatu yang menyeramkan ”
“ roh almarhum arif dan juga jin pendamping ? ”
“ iya med, setelah kejadian menyeramkan yang apang alami di toilet museum, roh almarhum arif sudah enggak lagi berinteraksi dengan apang karena telah dikuasai oleh mahluk ghaib yang mencelakai almarhum arif, kejadian menyeramkan yang apang alami di dalam kamar, saya yakin itu adalah ulah dari jin pendamping almarhum arif ”
Ismed mengangguk anggukan kepalanya, tatapan matanya kini tertuju ke arahku.
“ kamu dengar sendiri kan pang, anin itu memiliki pelindung ghaib ”
Mendapati saat ini aku hanya terdiam di dalam menanggapi perkatannya itu, ismed kembali mencoba menanamkan keyakinannya kepadaku akan adanya mahluk ghaib yang melindungi anindia, kang acu yang merasa tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh ismed itu kini melarangnya.
“ med, kamu itu enggak boleh memaksa apang untuk mempercayai apa yang kamu percayai, biarkan apang mempercayainya sendiri tanpa perlu dipaksakan ” ismed terdiam, ekspresi wajahnya menunjukan rasa ketidaksukaannya karena aku telah mendapatkan pembelaan dari kang acu.
“ kang acu apakah ada cara yang bisa saya lakukan untuk mengetahui apa yang ingin disampaikan oleh jin pendamping almarhum arif itu ? ”
“ mengapa kamu ingin mengetahuinya pang ? kalau saya perhatikan sepertinya kamu ini tengah memiliki masalah yang mengharuskanmu untuk mengetahuinya ”
“ sejujurnya saya tengah berpacu dengan waktu kang, saat ini ibu saya tengah menderita sakit keras yang mengancam keselamatan jiwanya, dokter sudah memvonis ibu saya itu akan meninggal dalam waktu yang enggak lama lagi, saya ingin mewujudkan keiginannya kang… keinginannya yang ingin melihat saya menikah ”
Saat ini aku bisa melihat ekspresi keterkejutan di wajah ismed, sebuah informasi yang belum pernah didengarnya kini telah membuatnya terdiam beberapa saat, mendapati saat ini ismed mulai menunjukan tanda tanda yang mengisyaratkan bahwa dirinya hendak menanyakan sesuatu kepadaku, aku memutuskan untuk memberikan informasi lainnya kepada ismed dan hal itu kini telah membuat ismed menggaruk garuk kepalanya sebagai tanda dirinya sama sekali tidak menyangka aku telah menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahuinya.
“ aku enggak ingin kang kejadian kejadian menyeramkan yang aku alami itu akan menjadi batu sandunganku di saat aku ingin mengungkapkan perasaan hatiku ini kepada anin ”
Kang acu mengembangkan senyumnya, sebatang rokok yang baru saja dikeluarkannya dari bungkusnya kini disulutkannya.
“ ada cara yang bisa kamu lakukan untuk mengetahui informasi yang ingin disampaikan oleh jin pendamping almarhum arif itu tapi kamu harus bisa menjalankan persyaratannya ”
“ menjalankan persyaratannya ? ”
Tanpa memperdulikan pertanyaan yang terucap dari mulutku, kang acu beranjak bangun dari duduknya lalu memasuki salah satu ruangan di dalam rumahnya, hingga akhirnya kini setelah beberapa saat kang acu berada di dalam ruangan itu, kang acu kembali keluar dari ruangan itu dengan turut serta membawa sebuah kain usang berwarna putih yang entah akan dipergunakannya untuk apa.
“ kain ini adalah persyaratannya pang ”
“ harus saya apakan kain itu kang acu ? ”
“ kamu hanya perlu menempelkan kain ini di mulut jenazah almarhum arif, nanti setelah kain ini berhasil ditempelkan kamu serahkan lagi kain ini kepada saya agar saya bisa melakukan ritualnya ”
“ hahh... ” aku langsung melayangkan tatapan mataku ke arah ismed yang saat ini tengah terperangah setelah mendengar penjelasan yang terucap dari mulut kang acu, merujuk pada rasa keberanianku yang mungkin masih jauh dari kata pemberani, persayaratan yang diajukan oleh kang acu itu kini bagaikan sebuah dinding tebal yang menghalangi keinginanku untuk mengetahui isi dari informasi yang ingin disampaikan oleh jin pendamping alamarhum arif kepadaku dan kini dalam keadaanku yang masih merasa bingung untuk memberikan tanggapan seperti apa atas penjelasan kang acu itu, dari mulut kang acu kembali terucap perkataan yang membuatku mengkerutkan dahi ini, di dalam perkataannya itu kang acu menyinggung sebuah cara lain yang bisa aku lakukan untuk mengetahui isi dari informasi yang ingin disampaikan oleh jin pendamping almarhum arif kepadaku.
“ meraga sukma itu adalah sebuah ritual yang memungkinkan roh seseorang memasuki dimensi lain atau lebih tepatnya memasuki dimensi alam ghaib ”
“ apakah berbahaya kang ritual meraga sukma itu ? ” tanya ismed dalam ekspresi wajah yang menunjukan rasa antusiasnya terhadap informasi yang saat ini tengah disampaikan oleh kang acu.
“ kalau membandingkannya dengan ritual mengelap mulut jenazah almarhum arif, sudah pasti ritual meraga sukma ini lebih berbahaya karena ada kemungkinan roh seseorang yang memasuki dimensi alam ghaib akan terperangkap di sana ”
“ wah... itu lebih kacau lagi ” gumam ismed sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“ kalau saya sarankan sih sebaiknya kalian menjalani ritual mengelap mulut jenazah almarhum arif saja, resikonya lebih kecil, yang kalian butuhkan itu hanyalah cangkul dan juga keberanian ”
Aku dan ismed kini hanya bisa saling bertukar pandang di dalam rasa bimbang, isyarat mata ismed yang memintaku untuk segera memilih satu dari dua ritual yang diajukan oleh kang acu kini telah membuatku tanpa berpikir panjang lagi langsung menyetujui apa yang telah disarankan oleh kang acu dan hal itu kini telah menghadirkan ekspresi keterkejutan di wajah ismed.
“ karena kamu telah memutuskannya pang, tolong terima kain ini ” aku menganggukan kepala, kain putih yang saat ini telah dimasukan oleh kang acu ke dalam kotak kayu kini diberikannya kepadaku.
“ bawa kembali kain itu setelah kamu berhasil melaksanakan persyaratannya tapi andaikan kamu enggak berhasil melaksanakan persyaratannya, kamu buang saja kain dan kotak kayu itu karena nantinya kain dan kotak kayu itu akan kembali dengan sendirinya kepada saya ”
Dikarenakan saat ini aku merasa sudah tidak ada lagi pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepada kang acu, aku mengajak ismed untuk meninggalkan rumah kang acu, hingga akhirnya kini selepas dari pembicaraan empat mata yang dilakukan oleh ismed bersama dengan kang acu, kami meninggalkan rumah kang acu diantara hari yang saat ini mulai beranjak semakin sore.
“ ada apa med ? ” tanyaku kepada ismed yang saat ini menghentikan laju sepeda motornya secara tiba tiba, dalam posisi kami yang telah memasuki kota bogor, ismed menghentikan laju sepeda motornya di sebuah jalan yang banyak terdapat rumah makan, entah apa yang saat ini tengah diperhatikannya, hanya saja merujuk dari keputusannya yang memutuskan untuk menghentikan laju sepeda motornya secara tiba tiba, aku sangat merasa yakin sesuatu yang saat ini tengah diperhatikan oleh ismed adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan ismed.
“ kamu lihat kan pang orang itu ? ” tanya ismed sambil memberikan isyarat melalui kepalanya, dari isyarat yang diberikannya itu ismed memintaku untuk melihat ke arah seorang lelaki berusis paruh baya yang saat ini tengah berdiri di depan sebuah rumah makan yang lokasinya itu berseberangan dengan kami, melihat tingkah laku yang diperlihatkan oleh lelaki berusia paruh baya itu, sepertinya lelaki lelaki berusia paruh baya itu tengah mencari sesuatu yang itu entah apa.
“ memangnya kamu mengenal lelaki itu med ? ” ismed hanya terdiam di dalam menanggapi pertanyaanku itu, tatapan matanya masih tertuju ke arah lelaki berusia paruh baya yang saat ini tengah melambaikan tangannya ke arah seorang wanita muda yang baru saja turun dari sebuah mobil dan kini selepas dari wanita muda itu menghampiri lelaki berusia paruh baya, lelaki berusia paruh baya itu mengajak wanita muda itu memasuki rumah makan.
“ aku enggak begitu yakin pang tapi sepertinya aku mengenal lelaki itu ” ujar ismed dengan ekspresi wajah yang menunjukan bahwa dirinya saat ini tengah mengingat ingat sesuatu, hingga akhirnya kini selepas dari beberapa saat ismed terdiam untuk mengingat ingat sesuatu yang dilupakannya itu, secara perlahan ismed mulai bisa mengingatnya, dari mulutnya kini terucap sebuah informasi yang sangat mengejutkanku.
“ hahh... kamu yakin med lelaki itu adalah bapaknya anin ? ”
“ aku sangat yakin pang, wajah lelaki itu sangat mirip dengan wajah lelaki telah aku lihat di bingkai photo yang terpajang di rumah anin ”
“ wahh... kalau memang begitu berarti wanita muda itu— ”
“ bukan pang, wanita muda itu bukan ibunya anin ” ujar ismed sambil memberikan isyarat untuk menuju ke rumah makan dan kini belum sempat aku memberikan tanggapan untuk menanggapi isyaratnya itu, ismed sudah terlebih dahulu menjalankan sepeda motornya ke rumah makan dan hal itu kini telah menimbulkan kepanikan di hatiku karena aku merasa khawatir bapaknya anindia akan mencurigai kehadiran kami ini.
“ sinting kamu med, kalau sampai bapaknya anin itu— ”
“ diam kamu pang, jangan terlihat mencurigakan seperti itu ” gumam ismed dengan nada suaranya yang pelan, dalam posisi kami yang saat ini telah menduduki kursi yang berada tidak jauh dari keberadaan bapaknya anidia yang tengah berbincang bincang dengan sosok wanita muda, kami hanya terdiam mengamati jalannya perbincangan, hingga akhirnya kini selepas dari sosok wanita muda itu yang telah menyerahkan bungkusan berwarna coklat kepada bapaknya anindia, bapaknya anindia mengajak sosok wanita muda itu meninggalkan rumah makan dan tidak kembali lagi.
“ med ! kok kamu jadi bengong sih, ada apa med ? ” ismed terkejut mendengar suara teguranku itu, tatapan matanya yang semula terlihat begitu kosong kini tertuju ke arahku.
“ sepertinya ada yang enggak beres nih pang ”
“ duh med, urusan bapaknya anindia itu bukan urusan kita, kenapa kita harus ikut campur dengan urusannya ”
“ bukannya ingin ikut campur pang, aku hanya curiga bapaknya anin itu— ”
“ sudahlah med enggak usah yang aneh aneh karena kalau sampai anin mengetahui kelancangan kita ini, anin pasti akan marah ”
Menjalani titian waktu dalam ketidakpastian, kalimat yang sarat dengan kerisauan hati itu kini terpatri pada menit demi menit yang telah aku lalui, dalam keadaanku yang saat ini baru saja terbangun dari tidur lelapku, tatapan mataku yang tanpa sengaja menatap ke arah jam dinding kini telah menghadirkan keinginanku untuk mengenyahkan rasa ketidakpastian yang aku rasakan.
“ enggak mungkin bapak dan anto sudah terbangun di pagi buta seperti ini ” gumamku merujuk pada waktu yang saat ini mununjukan pukul empat pagi hari dan kini dalam keyakinanku yang meyakini hanya aku seorang diri yang telah terbangun di pagi buta seperti ini, aku memutuskan untuk menemui anti di dalam kamarnya, hingga akhirnya kini diantara posisiku yang telah berada di dalam kamar anti, sebuah informasi yang telah terucap dari mulut anti kini telah merubah ketidakpastian yang aku rasakan menjadi sebuah rasa amarah.
“ yaa tuhan... kamu itu benar benar telah berbuat kesalahan besar ti ” ujarku dengan nada suara yang bergetar, mendapati saat ini anti hanya menanggapi perkataanku itu dengan tangisannya, aku memintanya untuk meredakan tangisannya karena aku khawatir tangisannya itu akan terdengar oleh keluargaku.
“ sekarang ini bukan waktunya lagi untuk menangis ti, kamu harus jujur kepada akang, siapa sebenarnya yang telah menghamilimu ? ”
Sulit rasanya bagiku untuk tidak meluapkan rasa amarahku di saat aku kini kembali mendapati anti hanya bisa menangis di dalam menanggapi pertanyaanku itu, hanya saja kini belum sempat aku mencurahkan luapkan rasa amarahku itu dalam perkataan, sebuah kejadian yang tidak terduga kini terjadi di hadapan mataku, dalam pengelihatanku ini terlihat pergerakan gagang pintu kamar yang menandakan adanya seseorang yang hendak membuka pintu kamar.
“ ti sudah, jangan mena... ”
Perkataanku itu terhenti seiring dengan kehadiran seseorang yang tidak aku inginkan kehadirannya di dalam kamar anti ini, dalam ekspresi wajahnya yang menunjukan rasa kemarahannya, bapak menutup pintu kamar lalu berjalan menghampiri anti.
“ pak... sabar pak, yang anti lakukan itu— ”
“ apakah benar ti apa yang telah bapak dengar tadi itu ? ” dalam isak tangisnya anti menundukan kepalanya, butiran air matanya yang jatuh membasahi lantai seperti mengisyaratkan rasa penyesalannya atas perbuatan buruk yang telah dilakukannya dan kini begitu aku mendapati situasi itu, dikarenakan aku merasa khawatir akan kemungkinan bapak melakukan tindakan yang tidak aku inginkan, aku memutuskan untuk mengajak bapak keluar dari dalam kamar, hanya saja kini belum sempat aku mewujudkan keputusanku itu dalam sebuah tindakan, suara keras yang terdengar dari arah luar kamar kini telah membuatku mengurungkan keinginanku untuk mewujudkan keputusanku itu, saat ini aku lebih memilih untuk keluar dari dalam kamar agar aku bisa memastikan sumber dari suara keras yang telah aku dengar itu.
“ yaa tuhan... ibu ! ”
Hanya perkataan itulah yang bisa terucap dari mulutku di saat kini aku mendapati tubuh ibu tergeletak di lantai tanpa memperlihatkan tanda tanda kesadarannya, dalam rasa panik yang saat ini aku rasakan, aku segera berlari menghampiri ibu lalu merengkuh tubuhnya dan di saat itulah bapak keluar dari dalam kamar lalu berlari menghampiriku.
“ astaga, ibumu kenapa pang ? ” tanya bapak tanpa bisa menyembunyikan kepanikannya, mendapati saat ini aku hanya terdiam di dalam menanggapi pertanyaannya itu, bapak langsung mengambil tubuh ibu dari rengkuhan tanganku lalu membawanya masuk ke dalam kamar, di sisi yang lain terlihat anti dan anto telah keluar dari dalam kamarnya lalu bergabung dalam situasi yang penuh kepanikan ini.
“ ini pasti ada sesuatu yang enggak beres, selama bapak menjalani hidup dengan ibu, bapak sama sekali belum pernah melihat ibu kalian seperti ini ” aku layangkan tatapan mataku ke arah anti dan anto yang saat ini tengah mengelap darah yang keluar dari mulut ibu dengan menggunakan kain, rasa kekhawatiranku akan kemungkinan aku tidak bisa lagi menyembunyikan informasi yang terkait dengan kondisi kesehatan ibu kini telah membuatku merasa tidak nyaman untuk berlama lama berada di dalam kamar dan pada akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari dalam kamar, menghirup udara segar yang bisa mengurangi rasa tidak nyamanku.
Diubah oleh meta.morfosis 23-04-2025 15:32
nderek.langkung memberi reputasi
1