JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok menyatakan, dia selalu dicap mengganggu sekelompok elite politik, ketika menjadi politikus, bahkan di tengah namanya dipertimbangkan maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024.

"Saya selalu dicap mengganggu sekelompok elite. Jadi ibaratnya "kalau tidak ada lu kan Hok enggak ribut"," ujar Ahok dalam sesi wawancara eksklusif dengan Kompas TV, dikutip pada Sabtu (20/7/2024)

"Tetapi kalau diterjemahkan oleh pendukung saya, 'Kalau tidak ada lu, Hok, kan kita tidak tahu ada pejabat yang urus rakyat dari pagi sampai malam'," sambungnya.

Pernyataan Ahok itu tak lepas dari isu politik identitas yang disangkutpautkan kepadanya, terlebih menjelang kontestasi politik di Jakarta tahun ini.

"Itu yang dianggap ketidakharmonisan. Tapi saya kira, masyarakat sekarang kan tidak bodoh," ucap Ahok yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Perekonomian PDI-P.

Namun, Ahok berkeyakinan banyak masyarakat saat ini telah membuka mata untuk melihat sosok pemimpin.

Hal itu dibuktikan dalam survei dari Litbang Kompas yang merilis elektabilitas namanya berada di posisi kedua setelah Anies Baswedan.

Elektabilitas Ahok untuk Pilkada Jakarta 2024 berada di posisi kedua dengan capaian 20 persen.

"Buktinya, kalau survei ini, kita anggap kredibel , dengan apa bisa dapat angka itu? Kenangan apa yang didapat kalau bukan karena Ahok yang dianggap tidak harmonis?" ucap Ahok.

Bagi Ahok, harmonisasi bisa terwujud apabila elite politik, dirinya, dan masyarakat memiliki sikap dan tujuan yang sama, tidak terkecuali dalam membangun Kota Jakarta.

"Bagi saya ya, harmonis itu kita mainkan nada yang sama. Kalau saya datang sendiri dengan nada yang benar, dan yang lain itu tidak benar ya berarti saya bukan tidak harmonis, tetapi yang tidak harmonis itu yang ramai," ucap Ahok.

"Saya kira masyarakat sekarang tidak gampang terprovokasi lagilah," tutup Ahok.

kompas.com