- Beranda
- Stories from the Heart
Bersinggungan Dengan Mereka
...
TS
tetes.tinta
Bersinggungan Dengan Mereka

Selamat malam para agan dan aganwati sekalian, ane Erwin tapi biasa di panggil Galih....
Kali ini ane hadir lagi dengan membawa sebuah kisah tentang pengalaman di luar nalar yang pernah di alami oleh orang orang di sekitar ku.
Ane akan menyuguhkan cerita mistis, jadi buat para agan sekalian yang suka dengan kisah kisah horror, rapatkan barisan.
Kalau memang kisah ane menarik, jangan lupa cendol nya.
Ane nggak pandai berbasa basi😁
Jadi harap di maklum in saja ya...
Silahkan duduk manis, dan selamat membaca...
Quote:
Diubah oleh tetes.tinta 17-10-2024 01:06
fadlost26 dan 67 lainnya memberi reputasi
64
60.3K
2.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
tetes.tinta
#251
Part 63
"Lho, Bu Wati belum selesai tah?"
Tanya Ardo kepada seorang wanita berkacamata yang berada di ruangan lantai 2 tempat nya bekerja.
Bu Wati adalah mantri lama di kantor unit tempat ardo di tugaskan sekarang setelah mengalami rolling, setelah dua tahun di sana akhirnya ada rolling penempatan mantri dan itu merupakan hal biasa.
"Iya Bang" (Ardo memang biasa di panggil dengan sebutan Bang Ridho rhoma karena parasnya yang mirip mirip lah dengan pedangdut kenamaan ibu kota).
"Ini sudah hampir selesai mengcopy berkas berkas nasabah lama karena besok kan aku sudah pindah tugas di kantor unit dekat tempat tinggal mu itu."
Sahut Bu Wati tanpa menoleh ke arah Ardo, mata nya masih fokus menatap ke layar pc komputer di depan nya sambil sesekali menggerak gerak kan mouse di tangan kanan nya.
"Data nasabah lama di unit ini yang ada dalam file tidak ada kendala kan Bu?"
(dalam artian tidak ada nasabah dengan angsuran macet dll.)
Tanya Ardo sambil duduk di ruangan kubikel nya, ia menaruh tas selempang dan jaket yang baru saja ia lepas, di sampirkan ke sebelah kursi nya.
"Aman kok, kamu baru kembali dari survey calon nasabah yang mengajukan pinjaman ya?"
"Ow ya, kamu kalau ada pertanyaan mengenai nasabah di area sini tanya saja kepada ku Bang."
Sahut Bu Wati kepada Ardo.
"Tapi Aku juga demikian...."
Tambah nya.
"Iya Bu, baru saja balik ini dari rumah nya yang di sebelah lapangan tuh. Petani melon."
"Maksud panjenengan (aku juga demikian) apa Bu?"
Tanya Ardo lagi yang belum paham maksud ucapan terakhir Bu Wati kepadanya.
Bu Wati tampak menatap ke arah Ardo,
"Kan sekarang aku pindah ke Unit area tempat tinggal mu yang seolah jadi momok untuk dirimu sendiri sampai sampai berharap semoga kelak tidak akan di pindah di unit tersebut."
Ardo tersenyum kecut mendengar nya, wajar saja Dia berharap demikian. Karena kalau sampai Ardo di tugaskan di unit yang mencakup wilayah tempat tinggal nya, tentu ia akan sering bersinggungan dengan tetangga dan orang orang di sekitar rumahnya, walaupun dalam bekerja harus profesional tapi Aku tau persis kalau sahabat baik ku ini orang nya paling tidak bisa an dan sungkan dengan orang orang sekitar, belum lagi kalau sampai ada angsuran macet yang menimpa nasabah yang sekaligus tetangga nya sendiri, hal itu akan membuat nya semakin tak karuan.
"Iya e, Bu...."
"Pokoknya amit amit, jangan sampai aku di rolling ke unit sana."
"Kalau ada kendala, nanti juga akan aku bantu kok bu."
"Just keep in touch... "
Ucap nya sambil memegang hp di tangan menunjukkan kepada Bu Wati.
"Kalo itu sih pasti, Bang...."
Sahut Bu wati.
Senja pun datang,
Dua Customer servis dan dua Teller yang bertugas di bawah sudah mulai naik untuk menyelesaikan tugas nya.
Tak ada serah terima jabatan secara formal untuk Ardo dan Bu wati, mereka sepertinya harus pulang malam lantaran ada pekerjaan yang belum selesai ntah itu apa karena teknis nya saya sebagai ts kurang paham.
Menjelang magrib, Bu Wati siap siap untuk pulang karena urusan nya sudah beres. Beliau tampak tergesa gesa untuk segera turun ke bawah.
"Tililililittttt...."
Terdengar suara telepon berbunyi.
Semua orang di ruangan tersebut tampak saling menatap.
Amel, Bela, Ardan, Fahri, Ardo dan Bu wati seolah memiliki rasa takut yang sama.
Ketika Ardo mendekat ke telepon yang berbunyi, seketika Bu Wati menggelengkan kepala nya untuk mengisyaratkan supaya Ardo tidak mengangkatnya.
Saat Ardo hendak memegang gagang telepon, suara panggilan itu pun mati.
Mereka menarik napas lega, tapi.....
"Bruaaaakkkkkkk...."
Terdengar suara seperti tendangan yang cukup keras dari arah pojok.
"Aaaaaaaaaaaa......"
Mereka berteriak dengan kompak.
"Gaessss, wayaeee gaessss....."
(Waktunya untuk kaburrrrr)
Celetuk Bu Wati kepada mereka semua.
"Kalau bisa jangan di sini waktu sudah magrib ya gaes, mending di bawah saja."
Ucap nya lagi.
Tanpa babibu lagi, mereka ngibritttt mengekor Bu Wati yang menuruni tangga menuju ke lantai bawah.
Bu Wati sudah 2 tahun berada di sana dan beliau tau persis seperti apa gangguan gangguan nya.
Karena suasana sudah tidak kondusif akhirnya Ardo cs memutuskan untuk pulang saja.
Beberapa hari setelah kejadian itu, semua normal normal saja. Cuma setiap mereka harus lembur sampai malam, maka tugas akan di selesaikan di lantai bawah plus di temani seorang security.
Sekilas mengenai rekan rekan satu tim Ardo,
Ardan adalah seorang CS yang lebih senior dari Fahri. Sosok nya supel dan asik, dia sudah punya istri dan seorang anak.
Fahri, anak nya rapi (pastilah, tuntutan profesi) rada pendiam. Masih lajang dan lulusan baru dengan titel Sarjana psikologi dari universitas swasta di daerah sini.
Amel adalah teller, dia sudah menikah namun belum di karuniai anak, suka dandan, rada centil dan cerewet.
Bela juga seorang teller di sana, masih lajang dan sudah punya pacar seorang mantri dari bank lain.
Pagi itu Amel sudah datang lebih awal setelah di antarkan oleh sang suami yang bekerja sebagai ASN di sebuah instansi pemerintahan.
Seperti biasa, sambil menunggu rekan rekan yang lain untuk sesi doa dan briefing pagi. Ia menyempatkan diri untuk bercermin dari sebuah kaca make up. Tacap sana tacap sini guna membetulkan polesan tipis bedak yang hampir senada dengan warna kulit nya, tak lupa sentuhan gincu merah di bibir nya.
Tak terasa waktu menunjukan pukul 07.45, yang berarti se perjamuan teh kemudian maka aktifitas kerja di sana akan segera di mulai.
Seluruh rekan beserta Ardo selaku mantri di sana sudah berkumpul untuk memulai sesi doa pagi di lanjutkan briefing.
Namun tiba tiba Amel tampak memegangi kening nya seolah menahan rasa sakit dan terus memijit nya, wajahnya tampak pucat tak seperti biasanya padahal sedari pagi ia sudah merias nya dengan make up.
Hal itu menyita perhatian Ardo yang sedang memimpin kegiatan tersebut.
"Mbak Amel kenapa, kurang sehat kah?"
Tanya ardo kepada nya.
"Ndak apa apa Pak, cuma tiba tiba kepala ku kok sakit seperti di tusuk tusuk." (di sini ia memanggil ardo dengan sebutan Pak bukan Bang karena dalam suasana kerja)
Bela yang berdiri di sebelah Amel berinisiatif untuk membantu memapah Amel untuk duduk di kursi tunggu nasabah karena tubuh Amel mulai gontai tak beraturan.
"Aaaawwwwww......"
"Sakittttt, kepalaku....."
Teriak Amel, hal itu membuat rekan rekan nya panik.
Ardan bergegas mengambil air putih di dispenser lantas memberikan nya ke Amel.
"Minum dulu Mel, mikirin apa sih sampai drop kaya gini kamu?"
Ucap nya sembari menyodorkan gelas plastik berisi air putih kepada nya.
Tanpa menggubris, Amel pun menenggak air tersebut.
"Kita bawa ke rumah sakit saja Pak Ardo daripada terjadi hal hal yang tak di inginkan."
Kata Fahri kepada Ardo yang mulai cemas.
Ardo melirik ke arah jam tangan nya, sejenak ia berpikir. Siapa yang akan mengantar Amel ke rumah sakit sedangkan sebentar lagi kantor unit akan segera di buka untuk melayani keperluan para nasabah.
"Yo wis gini saja, fahri tolong antar Amel ke rumah sakit ya karena kamu kan bawa mobil tuh. Bela temani mbak amel ya. Biar bagian teller di handle sama Ardan dulu, sedangkan bagian CS nanti biar aku handle dulu."
"Mbak amel, coba hubungi suami mu biar nanti di sana langsung nyusul karena fahri dan Bela kan harus kembali untuk menghandle job desk nya masing masing."
Ucap Ardo.
Mereka pun berangkat ke rumah sakit, sekitar sejam kemudian tampak mobil Fahri sudah kembali.
"Bagaimana keadaan Amel Ri?"
Tanya Ardan kepada Fahri yang baru saja masuk di ikuti Bela.
"Aneh Mas, nggak masuk akal pokok nya...."
Sahut Fahri dengan wajah serius. Bela hana diam saja tanpa berkomentar.
"Sudah sudah, nanti kita bahas. Semoga amel baik baik saja."
"Kita kerja dulu...."
Kata Ardo, karena tanpa sadar mereka jadi pusat perhatian oleh nasabah yang duduk di kursi antrian.
Sore nya, Fahri dan Bela mulai menjelaskan perihal keadaan Amel saat masuk ke IGD rumah sakit.
"Amel teriak teriak kesakitan sambil menjambak rambut nya Bang, untung lah perawat di sana langsung memberikan suntikan pereda rasa nyeri."
Papar Fahri.
"Iya Bang, setelah itu Suami nya amel oun datang dan bulang kalau tadi pagi tidak ada gejala kalau Amel sakit kok "
Timpal Bela.
"Ya sudah, ayo kita jenguk Amel di rumah sakit saja Bang."
Ajak ardan kepada rekan rekan nya.
Mereka pun bergegas menuju Rumah sakit tempat Amel di rawat.
Setelah menelpon ke nomor hp amel, barulah mereka tahu kalau sekarang amel sudah masuk ke ruang perawatan, Itu pun suami nya yang menjawat telepon nya.
Mereka berempat kesana dengan mengendarai mobil milik Fahri.
"Bagaimana kondisi amel Mas?"
Tanya Ardo kepada suami nya Amel.
Amel tampak terkulai lemas di atas tempat tidur dengan selang infus yang menancap di tangan nya.
"Keadaan istri saya sudah mendingan Mas Ardo, itu juga karena efek obat pereda nyeri. Kata dokter sih istri saya kena vertigo."
"Setiap kali kambuh, dia langsung berteriak teriak kesakitan sambil menjambak jambak rambut nya sendiri."
"Karena khawatir ada apa apa, saya tadi minta supaya istri saya di CT scan guna mengetahui penyebab pastinya, tapi setelah hasilnya keluar. Istri saya tidak kenapa kenapa mas...."
"Saya jadi bingung."
Ucap suami nya Amel.
Mereka semua terdiam sesaat mendengar hal itu, tak ada yang berani berkomentar.
"Jangan jangan ini ulah mbah nya Bang...."
Bisik Ardan kepada Ardo yang berada di dekat nya.
Sontak saja Ardo terkejut mendengar ucapan Ardan, Bela dan Dahri juga mendengar nya seolah "mungkin juga" dalam hati mereka.
Perlahan Ardo mendekati Suami nya yang sedang duduk di sebelah Amel.
"Mas, bisa bicara sebentar?"
Pinta Ardo kepasa suami amel yang kita sebut saja Mas Bimo.
Mas Bimo pun mengangguk dan berdiri lantas berjalan ke luar ruangan bersama Ardo.
"Begini Mas Bim, di tempat kerja kami itu sebenarnya adalah bangunan lama yang di renovasi."
"Kami sering mengalami kejadian kejadian yang tak masuk akal dengan "mereka yang tak kasap mata."
Ucap Ardo sambil mengisyaratkan kedua tangan nya membentuk tanda kutip.
"Maksud mas Ardo, makhluk halus?"
Sergah Mas Bimo di iringi anggukan kecil Ardo.
"Ahhhh, apa mungkin "mereka bisa menyakiti manusia?"
Sanggah Mas bimo yang agak skeptis menanggapi nya.
"Awalnya aku juga berpikiran demikian mas, sampai akhirnya aku dewe yang mengalami nya. Aku sampek demam beberapa hari karena mereka lho mas."
Ucap Ardo dengan nada agak meninggi.
"Kalau di pikir pikir memang ndak masik akal juga sih, bukti hasil scan tadi menunjukan kalau istriku itu memang baik baik saja."
Kata Mas Bimo sambil mengusap dagu nya.
"Nah itu dia mas, makanya aku menyimpulkan demikian."
Kata Ardo.
"Mas ada kenalan sama orang yang mengerti tentang beginian?"
Tanya Ardo.
Mas Bimo tampak sedang mengingat ingat.
"Aku ada paman jauh yang paham dengan hal hal di luar nalar seperti ini sih, beliau tinggal di lereng gunung (salah satu walisongo) sana."
Ucap nya.
"Yo wis mas, ayo kita sekalian sowan kesana ikhtiar minta bantuan kepada beliau."
"Semakin cepat semakin baik, kita pake kendaraan Fahri saja."
Ajak ardo.
Setelah itu, Bela menunggu Amel sampai keluarga nya datang untuk menggantikan sedangkan Ardo, Mas Bimo, Ardan dan Fahri berangkat menuju ke lereng gunung untuk menemui paman Mas Bimo.
Jam menunjukan pukul sepuluh malam, mereka sudah kembali ke rumah sakit bersama seorang laki laki paruh baya yang mengenakan celana bahan hitam dan kemeja biru sambil mengenakan peci hitam.
Beliau di panggil Pak Dhe,
Di dalam ruang perawatan, Amel sedang di temani oleh Kedua orang tua Bimo.
Amel tampak sedang tertidur setelah ada kunjungan dokter dan di beri obat.
Mereka ber basa basi sejenak, Pak dhe adalah saudara dari Ayah Bimo.
Sejenak Pak dhe memperhatikan Amel yang sedang tertidur pulas.
"Astagfirullah....."
"Istrimu kenapa bisa sampai seperti ini Nak Bimo?"
Ucap Pak Dhe.
"Memangnya kenapa dengan menantu ku Kang mas?"
Tanya Ayah bimo yang cemas.
"Tadi amel teriak teriak kesakitan Pak dhe, katanya sakit kepala seperti di tusuk tusuk."
Sahut Bimo.
"Pantaslah demikian, lha ini kalau kalian bisa melihat. Kepala Amel istrimu sedang di tusuk dengan tiga buah paku gaib dan ketiga paku tersebut di lilit kuat oleh rambut yang sangat panjang. Bagaimana ia tak kesakitan...."
Semua orang terperangah mendengar ucapan beliau.
Bersambung....
sirluciuzenze dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Tutup