Bahaya Termanis! Kata Pak Menkes Negara Rugi 10 Triliun Gara-gara Rokok, Cara Menghentikan Pecandu Rokok Gimana?

Dari semenjak sekolah SMP pun ane sudah mengenal yang namanya rokok atau merokok ya gansist, awal mula sih bukan didorong oleh coba-coba tentang gimana sih rasanya merokok itu, namun atas dasar nggak kepenak. Temen-temen yang masih bocil itu aja ngerokok dan seneng seneng bareng, masak ane yang sendirian seperkumpulan nggak merokok, waduh nanti dicenggin dong?

Pertama coba-coba eh maksudnya ikut-ikutan karena malu, tapi habis itu malah keenakan. Nggak perlu ada temen disampingnya pun tetap merokok, bahkan pernah sampai biasa 2 bungkus sehari, tapi kalau sekarang cuma 1 bungkus rokok dalam sehari.

Banyak manfaat rokok deh, tapi ane nggak pernah ungkapan ke publik. Karena itu termasuk provokasi anjuran terhadap sesuatu yang merusak, bahaya!

Yang pastinya sama sebagaimana halnya artikel-artikel tentang kesehatan dan merokok yang lain, bahayanya tentu lebih banyak bahkan sangat banyak jika dibandingkan dengan keuntungannya tersebut. Paling utama ya tentang masalah duit, harusnya duitnya buat keperluan lain. Bayangin aja, sehari 20 ribu, sebulan berarti 600 ribu, buat modal jualan sayuran aja dengan duit segitu dapat sekitar 50 ribu keatas tiap hari, belum bulan depannya ditambahi lagi 600 ribu duit simpenan dari hasil nggak merokok.

Juga ntar kalau sakit kena paru-parunya misalnya, ya lagi-lagi sebagai bukan anak konglomerat (penghasilan golongan menengah keatas, keatasnya dikit, lebih banyak kebawahnya ) tentunya akan jadi beban negara. Bayar iuran BPJS berapa, pemerintah keluarkan duit biayai sakit ane karena sebab merokok berapa?

Terus ada pengumuman nih gansist, dikabarkan pemerintah melalui menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Selasa, 4 Juni 2024 kemarin menyebutkan jika beban yang ditanggung oleh negara untuk mengurusi orang sakit gara-gara merokok itu katanya mencapai 10 triliun rupiah lho. Dan bahkan kata Budi lagi, dengan jumlah segitu berarti sama saja beban pengeluaran untuk pengobatan paru kronis jadi lebih besar dari pendapatan bea cukai sekalipun!

Nggak tau deh berapa pendapatan bea cukai per-tahun itu, mungkin itu hanya khusus untuk pemasukan dari pajak rokok saja. Percaya saja dah sama ucapan pak menteri, tapi yang pastinya membuat seseorang pecandu rokok untuk berhenti merokok tanpa andil pemerintah seperti akan sangat sulit.

Harus ada tindakan yang nyata dari pemerintah untuk mempersulit perokok atau bagaimana lah caranya agar para perokok jadi kapok, tanpa dorongan pemerintah mengusahakan untuk masyarakat agar berhenti merokok itu mustahil.

Tapi mungkin itu hanya alibi si pecandu rokok aja, ah elah.

Merokok seperti lagunya Tere 'dosa termanis', padahal perokok itu tahu kalau rokok itu berbahaya. Namun tetap hisapnya, bahaya termanis.

Biar nggak ada unsur politik berarti untuk diri sendiri ya gansist, gimana cara menghentikan untuk merokok yang paling mujarab nih gansist? Tarafnya sudah mengkhawatirkan soalnya, bukan masalah konsumsi rokoknya nambah. Tapi sering tulisan bahaya merokok dan ingatkan ke yang lain akan akibat rutin melakukan perbuatan buruk tersebut, padahal dirinya masih merokok, berikan anjuran atau menulisnya pun sambil merokok.

Tapi tentang kesehatan, selama ini masih bagus. Nggak ada kendala penyakit akibat merokok, kalau batuk pun biasanya bukan karena merokok, justru kena akibat suka makan gorengan. Sehat lahiriahnya lah, dulu pun nggak vaksin Covid 19, karena emang nggak ketularan.

Akhir kata, merokok merugikan kesehatan!


Sumber tentang negara rugi Rp10 triliun gara-gara rokok