Kaskus

Story

afryan015Avatar border
TS
afryan015
AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
     AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
Bab 1


“Bu pokoknya Tias maunya kamar di lantai dua ya, sepertinya disana kamarnya nyaman” ucap Tias kepada Ibunya.


“Iya terserah kamu, yang penting kita pindahkan dulu barang bawaan kita ini kedalam, dan nanti kita tata semua bersama sama biar cepat selesai” ucap ibunya sambil melangkah kedalam rumah membawa kardus berisi barang dari rumah lama.


“Pokoknya terserahkamu saja yas, yang penting kamu nyaman tinggal disini, apa lagi di lantai dua ada tempat yang bisa kamu gunakan buat ngerjain pekerjaan kamu kan” imbuh ayah Tiyas yang sedang menurunkan barang – barang dari mobil bak yang membawa perabotan rumah mereka.


Tias dan keluarganya baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, karena rumah kontrakan mereka yang lama sudah tidak bisa diperpanjang lagi, dan hari ini mereka mulai memindahkan perabotan rumah ke kontrakan yang baru.


Ayah Tias merasa beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang murah dengan luas rumah yang cukup lega dibandingkan dengan kontrakan sebelumnya, ditambah lagi halaman yang juga luas, apalagi kontrakan yang sekarang memiliki dua lantai, dimana dilantai satu memiliki fitur, satu ruang tamu, dua kamar dengan salah satunya kamar utama, satu kamar mandi, satu dapur, satu ruang keluarga yang terbilang cukup luas dan halaman belakang yang terbilang cukup luas untuk menjemur pakaian, sedangkan untuk di lantai dua memiliki firur satu kamar dengan balkon, satu ruangan yang cukup untuk digunakan bersantai atau digunakan sebagai ruang kerja, dan satu kamar mandi, dengan fasilitas seperti itu Ayah Tias mendapatkan harga yang cukup terjangkau, dan rumah itu pun belum lama ditinggalkan oleh penyewa sebelumnya.


Tias membantu orang tuanya membawa masuk barang barang yang berada diluar untuk dimasukan kedalam rumah, satu persatu box kardus mulai dibuka dan dikeluarkan isinya untuk ditata pada tempat yang mereka inginkan, suasana riang keluarga kecil itu terdengar saat mereka sedang beristirahat disiang hari untuk melepas lelah karena sejak pagi berberes dan menata rumah.


“Hahaha, Apa lagi waktu Tias masih kecil ya yah, manjanya bukan main, dikit dikit buk, dikit dikit buk, sampe mau beol aja harus ada ibu, pernah waktu itu ibu di panggil Tias yang katanya mau beol tapi ibu lagi repot masak, bukannya pergi ke WC sendiri malah lompat – lompat kecil dibelakang ibu sambil sambil megangin pantat haha” ucap ibu Tias bercerita sambil terkakak.


“Ah ibu ah, itu kan dulu waktu aku kecil bu, sekarang kan udah nggak” dengan wajah cemberut menahan malu Tias protes pada ibunya.


“Haha terus yah, pas mau ibu angkat Tias buat dibawa ke WC, eh dia malah nangis sambil bilang, udah keluar bu, ahahaha” ucap ibu Tias tidak bisa menahan tawanya.


“Haha, namanya juga masih kecil ya yas, sini nggak usah cemberut, sini ayah cium” ucap ayah Tias membujuknya supaya tidak cemberut.


“Ah ibu tuh, sukanya ngejek aku terus” sambil mendepet ayahnya seolah mengadu.


“Udah nggak papa, eh tapi kok bau apa gitu ya ada yang aneh, kamu nggak beol kan yas?” ucap ayah Tias menggodanya.


“Ah ayah ih, sama aja, nggak lah aku udah bukan anak kecil lagi, ah udah ah aku mau keatas dulu ngerapiin kamar aku” sambil melepaskan pelukan ayahnya, Tias lantas bangkit dari posisi duduknya dan langsung melangkah ke lantai dua dengan menutup wajahnya karena tersipu malu namun gengsi untuk menunjukan pada kedua orang tuanya.


“ih ih ih cemberut sambil cengar cengir itu, nggak usah di tutupin, ibu udah liat kok haha” ucap ibu Tias menggoda.


“Haha, jangan kelamaan ya Yas, habis ini kita keluar buat makan, nanti kalo ayah panggil turun ya” ucap ayah Tias.


“Iya yah” ucap Tias singkat.


Setelah sampai di lantai dua, Tias mengambil beberapa kardus yang berada di ruangan yang sepertinya akan digunakan Tias sebagai tempat bersantai sekalikus beraktifitas, satu box kardus diraihnya untuk kemudian diletakan didalam kamar yang akan ditempatinya, box kardus itu kemuda dibukanya dan dikeluarkannya lah isi – isi didalamnya kemudian diletakan di atas kasur yang sebelumnya sudah ditata bersama dengan ayahnya, beberapa box yang isinya merupakan barang barang milik Tias sudah terbuka, dan satu persatu ditata pada tempatnya, seperti pakaian, buku buku dan lainnya ditata dengan sangat cekatan oleh Tias, dan tidak lupa gorden penutup jendela pun dia pasang, setelah dirasa lelah, Tias memutuskan untuk berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum nyelesaikan menata barang yang masih tergeletak bukan pada tempatnya.


Teringat dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan pergi makan siang diluar, lantas Tias menuju ke arah anak tangga lalu bertanya dengan nada yang kencang supaya orang tuanya di bawah mendengar.


“Yah? mau keluar makan siangnya jam berapa?” ucap Tias berteriak dari lantai dua.


“Sebentar lagi ya, ini masih tanggung beresin ruang tengah, biar nanti bisa buat santai dulu, soalnya nggak bakal selesai satu hari ini” ucap ayah Tias menjawab dari bawah.


“Oh ya udah yah, aku dikamar ya, mau istirahat sebentar, capek banget, nanti kalau mau berangkat panggil aku jangan ditinggal” ucap Tias membalas jawaban dari ayahnya.


“Iya tenang aja, sana istirahat dulu” dengan suara sambil membersihkan dan menata ruangan ayahnya menjawab.


Tias pun kembali kedalam kamarnya dan langsung mengarah ke kasur yang sepertinya terlihat sangat nyaman untuk ditiduri sebentar, “Bruughhh” suara tubuh Tias beradu dengan kasur umpuk terdengar saat Tias menjatuhkan dirinya dalam kondisi terlentang.


“Hmmhhh nyamannya, rasanya enak banget” ucap Tias berbicara sendiri sembari tangannya merangsak masuk kedalam saku celananya untuk meraih ponsel yang dia simpan disaku.


Tias dengan asiknya mengadu ibu jarinya dengan ponselnya untuk membuka beberapa informasi dan hal hal menarik lainnya yang bisa dia kases dari dalam ponselnya itu, semua aplikasi Novel kemudian dia buka untuk melanjutkan bacaan yang sebelumnya belum selesai dia baca.


Tak lama setelah dia asik membaca Novel dari ponselnya, tiba – tiba mata yang sedang asik memandang layar ponsel itu menjadi sedikit berat untuk membuka matanya, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang Tias, maklum lah karena merasa lelah setelah dari pagi hingga siang ini dia terus berberes rumah baru alisa pindahan, dan tanpa sadar ponsel itu pun terlepas dari genggaman tangan Tias yang akhirnya ponsel itu harus beradu dengan wajahnya.


“Aduh, sakit, sakit” sambil menggosok wajahnya untuk meredakan rasa sakit akibat hantaman ponsel itu, Tias kemudian merubah posisi nya menjadi miring kesamping dan berbicara pada batinnya “mungkin tidur sebentar nggak papa kali ya, kan ibu sama ayah masih bersih bersih”. tak perlu waktu lama akhirnya Tias pun terlelap dalam tidurnya karena kelelahan.


“srek, srek, skrek” suara sapu bergesekan dengan lantai terdengar di luar kamarnya, Tias berfikir itu adalah orang tuanya yang sedang membersihkan ruangan yang berada di depan kamarnya itu, karena memang ruangan itu belum dibersihkan karena masih digunakan untuk meletakan barang – barang yang akan ditata di lantai dua ini.


“Bu, udah siap belum, kita mau keluar jam berapa” dengan keadaan masih terpejam Tias berkata.


“......” namun sama sekali tidak ada jawaban dari luar kamarnya.


“Bu, ih jawab lah, aku udah lapar ini” ucap Tias sedikit kesal.


“......” namun kembali lagi pertanyaan yang di ucapkan Tias sama sekali tidak mendapat jawaban dari ibunya.


Karena tidak mendapat jawaban, Tias pun kemudian membuka matanya dan ternyata saat dia membuka matanya kondisi kamarnya sudah sedikit gelap karena adanya awan mendung diluar rumah yang menandakan akan turun hujan, melihat hal itu, Tias kemudian bergegas keluar kamar dan menghampiri suara itu, dan saat sampai diluar kamar, Tias tidak mendapati ibunya berada disana, hanya ada sapu yang bersadar pada tembok dengan bagian sisinya terdapat kotoran yang sudah terkumpul.


“Duk duk duk” suara langkah kaki terengar menuruni anak tangga menuju ke lantai satu, Tias kemudian segera mengejar kearah suara langkah kaki itu sambil bertanya “bu, kapan kita keluarnya ini? keburu hujan lho” namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab, Tias melihat dari atas lanti dua bahwa ibunya itu turun dan berjalan menuju kearah dapur, karena merasa kesal tidak mendapat jawaban dan dicueki oleh ibunya, Tias kemudian mencoba untuk bertanya pada ayahnya, walaupun dia belum melihat ayahnya berada disana.


“Yah, kapan kita mau keluar buat makan, keburu hujan nih” Tias berkata sambil berjalan turun dan mengikuti ibunya.


Namun hal sama juga terjadi, tidak ada tanggapan atau jawaban dari ayahnya, yang mungkin memang sedang tidak berada disana, karena saat Tias sampai di lantai bawah pun, dia tidak melihat adanya sosok ayahnya disana, yang ada hanya keheningan rumah tanpa adanya aktifitas, namun sosok ibu Tias masih terlihat sedikit berbelok kearah salah satu sudut di ruang dapur, hingga akhirnya dia tidak melihat sosok ibunya lagi, dan karena butuh jawaban diapun mengejar ibunya ke dapur, berharap kalau dia bertanya secara langsung dengan jarak dekat akan langsung direspon.


Setelah Tias berjalan ke arah dapur, kini dia terkejut karena tidak mendapati ada seorangpun yang berada disana, padahal dia jelas jelas melihat kalau ibunya berjalan menuju kearah dapur ini, wajah bingung terlihat jelas pada raut muka Tias, otaknya seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dia liat, hal itu membuatnya berdiri mematung sambil memikirkannya.


Namun tak berselang lama, suara motor terdengar dari depan rumah dan berhenti disana, mendengar saura motor itu, Tias kemudian tersadar dari lamunanya karena memikirkan sosok yang tadi dia lihat, Tias kemudian berjalan menuju ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.


“Ceklek, ceklek” suara kunci pintu dibuka dari luar rumah.


“Assalamu’alaikum, buruan masuk yah, itu jangan lupa makanannya dibawa masuk, cepetan yah, keburu ujan nih, laper juga” ucap ibu Tias meminta suaminya untuk cepat masuk membawa makanan yang baru saja mereka beli.


“Wa’alaikum salam, loh ibu dari mana sama ayah?” tanya Tias keheranan melihat orang tuanya datang dari luar rumah.


“Ini, baru aja beli makanan buat kita makan siang, maaf ya kelamaan, abisnya lumayan antri tadi dipenjual nasi padangnya, kayaknya sih enak soalnya antri” ucap ibu Tias sambil membawa makanan yang baru saja diberikan ayah Tias padanya untuk segera dihidangkan.


“Loh ayah sama ibu udah dari tadi keluar, kok nggak bangunin aku sih?” dengan nada kesal Tias merajuk pada orang tuanya.


“Nggak tega ayah mau bangunin kamu yas, soalnya dari cara tidurmu kayaknya kamu capek banget, jadi ayah putusin buat biarin kamu tidur dan ayah sama ibu beli makanan buat dibungkus” sambil mengelus kepala Tias, ayahnya berlalu melewatinya.


“Jadi dari tadi aku sendirian dirumah?” tanya Tias pad orang tuanya.


“Iya, maaf ya, udah sekarang yang penting kita makan dulu, ini ibu siapun dulu ya di meja makan, eh iya ayah, tolong tutupi jendela balkon lantai dua ya, soalnya mau hujan, takut airnya nanti masuk kerumah” ucap ibu Tias.


Dengan ekspresi bingungnya, Tias hanya bisa terdiam, dia masih memikirkan sosok yang dia lihat tadi saat turun dari lantai dua, karena apa yang dia lihat itu perwujudannya sangat mirip dengan sosok ibunya.


Tidak mau berfikir macam – macam, Tias berusaha bersikap positif dan beranggapan apa yang dia lihat itu tidak benar, mungkin karena efek dari bangun tidur dimana nyawanya belum kembali seutuhnya.


Tias juga tidak menceritakan hal tersebut pada orang tuanya, dia tidak mau dianggap penakut oleh kedua orang tuanya, apalagi rumah ini baru saja akan dia tempati, tidak mungkin karena menganggap hal seperti itu serius membuatnya menjadi takut untuk tinggal disini.


Mencoba untuk melupakan hal yang baru saja dia lihat, Tias kemudian menyusul ibunya kedapur untuk menyiapkan makanan yang sudah dibeli tadi, sambil menyiapkan makanan, Tias terus melihat kesekeliling dapur, walaupun dalam pikirannya ingin melupakan hal tadi, namun bayangan itu terus muncul didalam otaknya, dengan kata lain otaknya masih belum menerima hal yang masih belum bisa masuk kedalam akal, karena Tias merasa setelah dia bangun tidur, dia merasa sudah sadar sepenuhnya.


Setelah semua makanan siap untuk disajikan, Tias diminta oleh ibunya untuk memanggil ayahnya turun kebawah supaya mereka bisa makan bersama, beberapa kali Tias mencoba memanggil dari arah tangga menuju lantai dua, ayahnya hanya menjawab sebentar, mungkin ayah Tias sambil mengecek barang – barang yang berada di lantai dua.


Karena terlalu lama, Tiaspun kemudian menyusul ke lantai dua dimana ayahnya berada, dan sesampainya di sana, ternyata ayahnya sedang asik melihat atau mengecek isi dari kotak yang belum dibuka, memastikan kalau semua barang sudah berada disini, jadi tidak perlu untuk kembali lagi ke kontrakan lama karena ada yang tertinggal.


“Ih ayah nih, udah ayo turun dulu, aku udah lapar lho, malah asik ngecek barang, kan bisa nanti” dengan sedikit kesal Tias meraih tangan ayahnya untuk segera turun kebawah.


“hehe iya, iya, ayo kita turun, ini ayah nyalain lampu sekalian, kayaknya mau ujan besar soalnya makanya gelap banget” ucap ayahnya sambil meraih saklar lampu dan menyalakannya.


Setelah itupun Tias turun bersama ayahnya menuju kearah meja makan, disana ibu Tias sudah menunggu sambil menonton TV yang kebetulan televisi masih bisa terlihat dari meja makan, Tias dan ayahnya pun kemudian duduk dikursi meja makan dan langsung menyantab makanan yang sudah tersaji.


Obrolan meja makan tak pernah mereka lewatkan, suasana keakraban mereka menandakan keluarga yang sangat harmonis, suasana hangat sangat nampak pada keluarga Tias ini, namun saat sedang asiknya ngobrol sambil menyantab makanan yang sudah dibeli tadi, hujan deraspun akhirnya turun, langit gelap sudah tidak bisa membendung volume air yang ditampungnya.


Suara gemricik air hujan beradu dengan genteng rumah terdengar sangat keras, angin berhembus dengan cukup kencang terlihat dari jendela yang menampakan dedaunan bergoyang dengan cepat karena tertiup angin.


Karena curah hujan yang cukup besar, ditambah petir mulai bergelegar di langit, TV yang tadinya menyala, terpaksa harus dimatikan karena takutnya TV itu akan tersambar petir, dan benar saja tak berselang lama setelah TV itu dimatikan oleh ibu Tias, “DIIIAARRR” suara petir menggelegar seolah tepat berada diatas rumah mereka, listrikpun padam, membuat rumah menjadi sedikit gelap karena masih ada cahaya yang masuk dari jendela.


Karena lampu padam, ibu Tias langsung berinisiatif mencari lilin untuk menerangi meja makan, soalnya tidak nyaman apabila makan namun dalam kondisi minim cahaya, disaat bersamaan dari arah lantai dua, tiba – tiba .....
Diubah oleh afryan015 12-03-2024 20:55
andrianallsizeAvatar border
nderek.langkungAvatar border
DhekazamaAvatar border
Dhekazama dan 37 lainnya memberi reputasi
38
9.9K
355
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#107
Bab 22
“Eh mbak mau kemana?” ucap warga yang akan menyerahkan Tias pada orang tuanya.
Tias yang tentunya masih dalam pengaruh kesadaran Murni, berusaha untuk kabur kerumunan itu, namun dengan cekatan warga yang tadi berkumpul langsung menangkap Tias dan memegangi supaya dia tidak kabur.
Kemundian Bu Indri yang memang memiliki sedikit kelebihan, mencoba ngusap wajah Tias dengan air yang selalu dia bawa, berharap sosok Murni bisa pergi dari tubuh Tias walau hanya sementara, dan tentu saja membuat tubuh Tias menjadi lemas dan tergeletak.
Dan benar saja, setelah bu Indri memberikan air yang dia bawa, terikan histeris keluar dari mulut Tias, yang menandakan sosok Murni akan pergi dari tubuh Tias, bersamaan dengan teriakan tersebut warga yang memang memegangi Tias semakin memegagi Tias dengan kuat karena dia terus memberontak, namun lama kelamaan berangsur melemah dan akhrinya tubuh Tias terdiam lemas tidak bergerak, hanya dengan mata yang terbuka dengan tatapan kosong.
“Pak, mohon maaf kalau boleh, bantu kami membawa Tias ke mobil kami yang berada disana” ucap bu Indri meminta tolong sambil menunjuk mobil mereka berada.
Setelah bu Indri meminta tolong pada warga disana, dengan kompak mereka pun membantu untuk mengangkat tubuh Tias dan membawanya ke arah mobil.
Singkat cerita mataharipun semakin meninggi, dan keluarga Tiaspun melanjutkan perjalanan untuk pulang, tangis dari ibu Tias masih sesekali terdengar, rasa sayang dari seorang ibu tidak bisa dibohongi dengan melihat anaknya yang sekarang sedang dalam keadaan seperti itu.
Dan sesampainya dikediaman mereka, Tias kemudian digendong oleh ayahnya untuk dibawa ke kamarnya di lantai dua, baju kotor akibat dari perkebunan warga tadi langsung diganti oleh orang tuanya, badan Tias juga dibilas untuk membersihkan kotoran dan keringat, ibunya sama sekali tidak ingin meninggalkan Tias sendirian, dengan telaten ibu Tias terus merawat Tias dengan sabar dan berharap semoga keadaan ini segera berlalu.
۩
Dua hari setelah keluarga Tias dari tempat pak Harjo, saat itu aku sedang berada tempat kerjaku, Hp yang berada diatas meja kerjaku tiba tiba berdering yang menandakan ada panggilan masuk, karena masih dalam posisi bekerja, dan kebetulan pekerjaan juga sedang ribet, aku merasa sedikit terganggu dengan hp ku yang berdering itu, tanpa melihat layar hp untuk mengecek siapa yang menelfon, aku langsung menutup panggilan tersebut.
Tak berselang lama hp ku kembali berbunyi, tanda ada panggilan lagi disana, namun sama karena pekerjaan yang membuatku mumet, yang ada panggilan itu kembali aku reject dan hp ku taruh di laci meja kerjaku.
Bukannya semakin fokus dengan pekerjaaku setelah aku menyimpan hp ku, dalam fikiranku malah terfikirkan hp yang tadi aku simpan, saat aku tetap memaksakan untuk tetap bekerja, tiba tiba, bayangan pak Harjo melintas dalam kepalaku, dan seolah berkata untuk aku mengecek hp ku.
Dan karena yang mucul dalam kepalaku langsung adalah sosok pak Harjo, tanpa berfikir lagi aku langsung mengambil hp ku yang berada didalam laci, dan saat aku cek ternyata benar, panggilan itu berasal dari pak Harjo, dua panggilan tak terjawab berasal dari nya, aku kemudian langsung menelfon balik.
“Halo pak, pripun? Ngapunten nembe tasih enten damelan sek dereng rampung” ucapku tak enak hati pada pak Harjo.
(Halo pak, Gimana? Maaf barusan masih ada kerjaan yang belum selesai)
“Iyo le ra popo, Le sesok biso ra neng umahe Tias? soale koyone iki ra iso nunggu tekan dino Minggu” ucap pak Harjo memintaku untuk kerumah Tias.
(Iya tidak apa apa, Le besok bisa tidak kerumah Tias? Soalnya sepertinya ini tidak bisa nunggu sampai hari Minggu)
“Waduh ngenjang niki pak? Kok dadakan nggih? Sekedap, mangke cobi kulo tanglet kalih bose kulo saget ijin mboten?” ucapku sedikit terkejut dan langsung bangkit untuk menemui atasanku.
(Waduh besok ini pak? Kok mendadak ya? Sebentar, nanti coba saya tanyakah sama atasan saya bisa ijin tidak?)
“iyo kono, tapi tak jamin mesti oleh koe nggo ijin sesok, yo wis sesok tak enteni neng Loji” ucap pak Harjo sedikit meyakinkan.
( iya sana, tapi aku jamin pasti boleh kamu untuk ijin besok, ya sudah besok ku tunggu di Loji)
“Berarti ngenjang kalih pak Harjo teng Tias?” tanyaku padanya.
(Berarti besok sama pak Harjo ke Tiasnya?)
“Iyo le, jadwalku tak ganti, sesok fokus karo Tias sek, wes ora beres soale nek wes nganti koyo iki” ucap pak Harjo menjelaskan.
(Iya le, jadwalku ganti, besok fakus sama Tias dulu, sudah nggak beres soalnya kalau sudah sampai seperti ini)
“Alhamdulillah akhire mboten sios kiambakan, nggih pak siap mangke kulo kabari malih” ucapku girang karena akan mengatasi masalah itu dengan pak Harjo.
(Alhamdulillah akirnya tidak jadi sendirian, iya pak siap nanti aku kabari lagi)
Setelah percakapan itu aku langsung pergi ke tempat mas Anwar yang menjadi atasanku untuk meminta ijin besok tidak berangkat, sambil berjalan menuju ketempat mas Anwar, tanpa kusadari aku senyum senyum sendiri karena terlalu girang tidak jadi menuntaskan kasus Tias sendirian.
Hal itu disadari oleh Shinta yang ternyata berada disampingku, dengan wajah keheranan dia menatapku sambil berjalan mundur, sempat aku cuekin dia saat berjalan mundur didepanku, eh tapi setelah aku cuekin, yang ada tingkahnya malah semakin menjengkelkan, layaknya orang yang mau mengecek suhu badanku dengan menyentuh keningku, tangannya mulai diarahkan ke keningku, aku pun membiarkan saja tapi hal selanjutnya yang membuatku kesal.
“Koe waras kan yan, kok mesam mesem dewe koyo ngono, tak di mek batuke yo normal sih ra panas, podo karo bokongku, hihihi” sambil berkata demikian Shinta melesat menjauh sambil tertawa.
(Kamu waras kan yan, kok senyam senyum sendiri seperti itu, aku pegang keningmu ya normal sih nggak panas, sama denga pantatku, hihihi)
“Wooo, Kurang ajar koe Ta, awas wae koe, aku seneng mergo sesok neng Tias sidone karo pak Harjo, ra sido dewe, makane iki aku meh ijin kanggo sesok, nek wes oleh, aku sekalian ngabari Deby, moga dekne yo biso” ucapku menjelaskan dalam hati, dan hanya jawab anggukan Shinta dengan gelagat mengejek.
(Wooo. Kurang ajar kamu Ta, awas aja kamu, aku senang karena besok ke Tias jadinya sama pak Harjo, nggak jadi sendiri, makanya ini aku mau ijin buat besok, kalau boleh, aku sekalian kasih kabar Deby, semoga dia juga bisa)
Singkat cerita, setelah meminta ijin pada mas Anwar, akhirnya aku diperbolehkan untuk mengambil libur besok, aku menceritakan pada mas Anwar apa adanya, karena kebetulan juga dia mengamalkan ilmu kejawen yang bisa dibilang dia juga mendukung niatku untuk menolong Tias, dan setelah mendapat ijin dari Mas Anwar, aku langsung memberi kabar pada Deby kalau jadwal dimajukan ke hari esok, dan entah kenapa secara kebetulan juga, ternyata Deby memiliki acara kerja di daerah atau kota dimana Tias berada, jadinya setelah Deby selesai dengan urusan pekerjaan, dia akan menyusul dan memintaku untuk mengirimkan lokasi tempat Tias berada.
Setelah mendapat ijin juga aku langsung memberi kabar pada pak Harjo bahwa besok bisa untuk kesana, pak Harjo hanya membalas dengan sedikit tawa, karena sejak awal dia sudah mengatakan kalau aku pasti akan diijinkan, dan besok pukul sepuluh pagi aku sudah ditunggu oleh pak Harjo di Lojinya.
Beberpa jam kemudian, akhirnya jam pulang kerja pun tiba, aku bergegas merapikan meja kerjaku dan memasukan barang barang bawaanku kedalam tas, untuk kemudian segera bergegas pulang kerumah.
Dan saat sampai dirumah, aku langsung meminta ijin pada Via untuk besok aku pergi bersama pak Harjo ketempat Tias, aku meminta Via untuk menelfon orang tuanya supaya menemaninya dirumah, atau aku juga menawarkan pada Via untuk ku antar ke rumah orang Tuanya, untuk berjaga jaga siapa tahu aku akan pulang malam atau malah besok pagi, aku tidak akan tega jika dia dirumah sendiri.
Saat aku memberikan opsi itu, Via meminta untuk di antar saja kerumah orang tuanya, karena tidak tega juga apabila orang tuanya yang harus ke rumah, karena di sana pun mereka pasti ada kesibukan, apalagi katanya juga akan panen hasil kebun, dan Via meminta diantar kesana selain untuk bertemu orang tuanya, dia juga ada niatan untuk membantu panen hasil kebun milik orang tuanya, dan karena alesan itu pun aku tidak mempermasalahkannya, dan lagi, arah tempat pak Harjo dengan rumah orang tua Via juga searah.
Pada malam harinya aku mempersiapkan barang bawaanku untuk di bawa besok, beberapa baju ganti dan juga jas hujan aku persiapkan untuk di masukan kedalam tas, cincin pemberian mbah Margono dan juga golok dari bapak tidak lupa aku masukan kedalam tas untuk dibawa.
Singkat cerita, hari keberangkatan ketempat Tias pun tiba, jam tujuh pagi aku sudah siap untuk berangkat mengantar Via terlebih dahulu kerumah orang tuanya, kali ini aku membawa motor matic supaya lebih simpel saat berkendara, jarak dari rumah ke tempat orang tua Via hanya memerlukan waktu tigapuluh menit, dan sesampainya disana, aku sempatkan untuk duduk sebentar dan menikmati kopi buatan ibunya Via, karena tidak enak jika aku langsung pergi, setidaknya juga kan aku janjian dengan pak Harjo itu di jam sepuluhan.
Setelah beberapa menit aku menikmati kopi, hp yang berada didalam saku jaket ku bergetar tanda ada panggilan masuk, aku keluarkan hp yang berada di saku jaketku, dan tampak nama Deby dilayar hpku, dan kemudian aku angkat telfon itu.
“Halo yan?” suara Deby dari seberang telefon.
“Iya Deb, Gimana?” tanyaku menjawab.
“Nanti jadi kan ya? Aku sudah ada di kotanya nih, Cuma masih ngurusin kerjaan dulu” tanya Deby memastikan.
“Iya Deb, nanti jadi, ini aku mau berangkat, nanti aku Share Loc tempatnya, kebetulan sama guruku juga kok kesananya” ucapku menjawab.
“oh ya udah, hati hati nanti dijalannya, kalau udah sampai ngabarin aja” ucap Deby lagi.
“iya Deb kamu juga hati hati ya dijalannya, selesakan dulu kerjaannya, telat nggak papa” ucapku membalas.
Setelah percakapan singkat itu, aku menutup telfonnya, dan tidak disangka ternyata Shinta dari tadi mengawasi percakapanku dengan Deby, dan seperti biasa, tingkah konyolnya malah menirukan omonganku pada Deby “ iyi Dib kimi jigi hiti hiti yi dijilinnyi” dengan ekspresi mengejek Shinta menirukan dihadapanku.
Lucu namun sedikit jengkel, karena kebetulan aku sedang memegang secangkir kopi, iseng saat dia menirukan omonganku, aku siramkan kopi kearah mukanya, namun dengan cepat dia menghindar, dan dengan ekspresi kesal, dengan tangannya dia seolah memberi isyarat “awas!! Jangan macam macam”
Setelah kopi di cangkir habis, aku memutuskan berpamitan untuk berangkat ketempat pak Harjo, sekitar jam sembilan aku berangkat dari rumah orang tua Via, dan itu juga bertepatan orang tua Via juga akan pergi ke kebun mereka untuk panen sayuran, aku mencium punggung tangan kedua orang tua Via sebelum berangakat, dan tak lupa aku meminta doa Via sebagai istriku supaya aku selalu diberikan keselamatan dan tak lupa ku cium kening dan juga pipi Via sebelum berangkat.
Selepas berpamitan dengan Via dan orang tuanya, aku langsung melesat ke Loji pak Harjo dengan motor matic, cuaca yang tadinya cerah, perlahan awan mendung datang membuat cuaca seolah akan turun hujan, aku mempercepat laju motorku supaya cepat sampai di tempat pak Harjo.
Gerbang Loji yang biasa tertutup, kini sudah dalam keadaan terbuka, membuatku tidak perlu turun motor untuk membukanya sendiri, namun dalam benakku tumben sekali pintu gerbang ini dibuka seperti itu, karena selama aku kemari, pintu selalu dalam keadaan tertutup.
Setelah masuk pintu gerbang Loji, aku teruskan untuk sampai ke bangunan utama Loji itu, dan ternyat tempat ini sedang digunakan untuk acara nikahan, ya memang tidak aneh sih, tempat sebagus ini dan memiliki halaman khas eropa pasti sangat bagus untuk dijadikan tempat untuk berfoto foto, dan tidak dipungkiri, kalau siang hari memanglah tempat ini sangat indah namun saat malam hari akan sebaliknya.
Sampai di halaman yang tak jauh dari tempat yang sedang digunakan untuk nikahan itu, ternyata pak Harjo sudah menungguku.
“Assalamu’alaikum pak” ucapku menyapa pak Harjo yang sedang menunggu di depan pintu.
“Wa’alaikum salam, kene re melbu sek kene” ucap pak harjo menyuruhku masuk.
(Wa’alaikum salam, sini masuk dulu sini)
“Nggih pak, niku sinten sek tasih nikahan?” tanyaku sambil melangkah masuk kedalam Loji.
(Iya pak, itu siapa yang sedang nikahan)
“Mbuh aku yo ra ngerti, koyone wong deso sebelah, wes ndang melbu, meh ngaso sek opo meh langsung mangkat wae?” jawab pak Harjo sekaligus bertanya padaku.
(Entah aku juga nggak tau, sepertinya orang desa sebelah, sudah masuk dulu, mau istirahat dulu atau mau langsung berangkat saja?)
“Kulo nderek pak Harjo mawon, ajeng tindak sakniki nggih ayo, ajeng mangke nggih kulo nderek mawon” jawabku mengikuti pak Harjo.
(Aku ikut pak Harjo saja, mau berangkat sekarang ya ayo, mau nanti dulu ya aku ngikut saja)
Dan akhirnya akhirnya kita memutuskan untuk mengobrol dulu sebentar didalam Loji, sambil pak Harjo menyiapkan dan memastikan barang yang akan dibawa, saat memastikan barang bawaannya, dia juga sambil berbicara tentang strategi nanti saat berada di tempat Tias, entah dari mana pak Harjo mengetahui kalau aku juga mengajak temanku yang bernama Deby, yang jelas mereka belum saling kenal.
Setelah seua dirasa siap, kita pun berangkat, namun berangkatnya kita munggunakan motor masing masing, pak Harjo memutuskan untuk menggunakan motor sendiri, alasannya jaga jaga kalau ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi.
Kita berangkat dalam keadaan cuaca mendung, awal perjalanan masih aman saja normal tidak ada kendala sama sekali, namu setelah masuk ke perbatasan dengan kabupaten sebelah hujan pun turun cukup lebat, aku dan pak Harjo memutuskan untuk berhenti di mini market untuk sekedar memakai jas hujan, dan setelah itu berangkat lagi, setelah memakai jas hujan, posisi pak Harjo berada didepanku, dan semua masih aman saja.
Karena curah hujan yang begitu lebat, untuk pengguna motor jelas sangat mengganggu pandangan, dan tibalah di sebuah pertigaan yang bisa dibilang cukup ramai, pak Harjo yang hendak berbelok kearah kiri, kemudian membelokan motornya dan tidak disangka dari arah tujuan kita pun ternyata ada mobil bak terbuka yang berkendara secara ugal ugalan, dan tepat saat pak Harjo sudah berbelok, mobil bak terbuka itu ternyata memakan jalan kita, dan pada akhirnya, pak Harjo yang berada didepan ku langsung berhadapan dengan mobil bak terbuka yang berkendara dengan ugal – ugalan dan akhirnya……
delet3
regmekujo
itkgid
itkgid dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.