Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

afryan015Avatar border
TS
afryan015
AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
     AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
Bab 1


“Bu pokoknya Tias maunya kamar di lantai dua ya, sepertinya disana kamarnya nyaman” ucap Tias kepada Ibunya.


“Iya terserah kamu, yang penting kita pindahkan dulu barang bawaan kita ini kedalam, dan nanti kita tata semua bersama sama biar cepat selesai” ucap ibunya sambil melangkah kedalam rumah membawa kardus berisi barang dari rumah lama.


“Pokoknya terserahkamu saja yas, yang penting kamu nyaman tinggal disini, apa lagi di lantai dua ada tempat yang bisa kamu gunakan buat ngerjain pekerjaan kamu kan” imbuh ayah Tiyas yang sedang menurunkan barang – barang dari mobil bak yang membawa perabotan rumah mereka.


Tias dan keluarganya baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, karena rumah kontrakan mereka yang lama sudah tidak bisa diperpanjang lagi, dan hari ini mereka mulai memindahkan perabotan rumah ke kontrakan yang baru.


Ayah Tias merasa beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang murah dengan luas rumah yang cukup lega dibandingkan dengan kontrakan sebelumnya, ditambah lagi halaman yang juga luas, apalagi kontrakan yang sekarang memiliki dua lantai, dimana dilantai satu memiliki fitur, satu ruang tamu, dua kamar dengan salah satunya kamar utama, satu kamar mandi, satu dapur, satu ruang keluarga yang terbilang cukup luas dan halaman belakang yang terbilang cukup luas untuk menjemur pakaian, sedangkan untuk di lantai dua memiliki firur satu kamar dengan balkon, satu ruangan yang cukup untuk digunakan bersantai atau digunakan sebagai ruang kerja, dan satu kamar mandi, dengan fasilitas seperti itu Ayah Tias mendapatkan harga yang cukup terjangkau, dan rumah itu pun belum lama ditinggalkan oleh penyewa sebelumnya.


Tias membantu orang tuanya membawa masuk barang barang yang berada diluar untuk dimasukan kedalam rumah, satu persatu box kardus mulai dibuka dan dikeluarkan isinya untuk ditata pada tempat yang mereka inginkan, suasana riang keluarga kecil itu terdengar saat mereka sedang beristirahat disiang hari untuk melepas lelah karena sejak pagi berberes dan menata rumah.


“Hahaha, Apa lagi waktu Tias masih kecil ya yah, manjanya bukan main, dikit dikit buk, dikit dikit buk, sampe mau beol aja harus ada ibu, pernah waktu itu ibu di panggil Tias yang katanya mau beol tapi ibu lagi repot masak, bukannya pergi ke WC sendiri malah lompat – lompat kecil dibelakang ibu sambil sambil megangin pantat haha” ucap ibu Tias bercerita sambil terkakak.


“Ah ibu ah, itu kan dulu waktu aku kecil bu, sekarang kan udah nggak” dengan wajah cemberut menahan malu Tias protes pada ibunya.


“Haha terus yah, pas mau ibu angkat Tias buat dibawa ke WC, eh dia malah nangis sambil bilang, udah keluar bu, ahahaha” ucap ibu Tias tidak bisa menahan tawanya.


“Haha, namanya juga masih kecil ya yas, sini nggak usah cemberut, sini ayah cium” ucap ayah Tias membujuknya supaya tidak cemberut.


“Ah ibu tuh, sukanya ngejek aku terus” sambil mendepet ayahnya seolah mengadu.


“Udah nggak papa, eh tapi kok bau apa gitu ya ada yang aneh, kamu nggak beol kan yas?” ucap ayah Tias menggodanya.


“Ah ayah ih, sama aja, nggak lah aku udah bukan anak kecil lagi, ah udah ah aku mau keatas dulu ngerapiin kamar aku” sambil melepaskan pelukan ayahnya, Tias lantas bangkit dari posisi duduknya dan langsung melangkah ke lantai dua dengan menutup wajahnya karena tersipu malu namun gengsi untuk menunjukan pada kedua orang tuanya.


“ih ih ih cemberut sambil cengar cengir itu, nggak usah di tutupin, ibu udah liat kok haha” ucap ibu Tias menggoda.


“Haha, jangan kelamaan ya Yas, habis ini kita keluar buat makan, nanti kalo ayah panggil turun ya” ucap ayah Tias.


“Iya yah” ucap Tias singkat.


Setelah sampai di lantai dua, Tias mengambil beberapa kardus yang berada di ruangan yang sepertinya akan digunakan Tias sebagai tempat bersantai sekalikus beraktifitas, satu box kardus diraihnya untuk kemudian diletakan didalam kamar yang akan ditempatinya, box kardus itu kemuda dibukanya dan dikeluarkannya lah isi – isi didalamnya kemudian diletakan di atas kasur yang sebelumnya sudah ditata bersama dengan ayahnya, beberapa box yang isinya merupakan barang barang milik Tias sudah terbuka, dan satu persatu ditata pada tempatnya, seperti pakaian, buku buku dan lainnya ditata dengan sangat cekatan oleh Tias, dan tidak lupa gorden penutup jendela pun dia pasang, setelah dirasa lelah, Tias memutuskan untuk berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum nyelesaikan menata barang yang masih tergeletak bukan pada tempatnya.


Teringat dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan pergi makan siang diluar, lantas Tias menuju ke arah anak tangga lalu bertanya dengan nada yang kencang supaya orang tuanya di bawah mendengar.


“Yah? mau keluar makan siangnya jam berapa?” ucap Tias berteriak dari lantai dua.


“Sebentar lagi ya, ini masih tanggung beresin ruang tengah, biar nanti bisa buat santai dulu, soalnya nggak bakal selesai satu hari ini” ucap ayah Tias menjawab dari bawah.


“Oh ya udah yah, aku dikamar ya, mau istirahat sebentar, capek banget, nanti kalau mau berangkat panggil aku jangan ditinggal” ucap Tias membalas jawaban dari ayahnya.


“Iya tenang aja, sana istirahat dulu” dengan suara sambil membersihkan dan menata ruangan ayahnya menjawab.


Tias pun kembali kedalam kamarnya dan langsung mengarah ke kasur yang sepertinya terlihat sangat nyaman untuk ditiduri sebentar, “Bruughhh” suara tubuh Tias beradu dengan kasur umpuk terdengar saat Tias menjatuhkan dirinya dalam kondisi terlentang.


“Hmmhhh nyamannya, rasanya enak banget” ucap Tias berbicara sendiri sembari tangannya merangsak masuk kedalam saku celananya untuk meraih ponsel yang dia simpan disaku.


Tias dengan asiknya mengadu ibu jarinya dengan ponselnya untuk membuka beberapa informasi dan hal hal menarik lainnya yang bisa dia kases dari dalam ponselnya itu, semua aplikasi Novel kemudian dia buka untuk melanjutkan bacaan yang sebelumnya belum selesai dia baca.


Tak lama setelah dia asik membaca Novel dari ponselnya, tiba – tiba mata yang sedang asik memandang layar ponsel itu menjadi sedikit berat untuk membuka matanya, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang Tias, maklum lah karena merasa lelah setelah dari pagi hingga siang ini dia terus berberes rumah baru alisa pindahan, dan tanpa sadar ponsel itu pun terlepas dari genggaman tangan Tias yang akhirnya ponsel itu harus beradu dengan wajahnya.


“Aduh, sakit, sakit” sambil menggosok wajahnya untuk meredakan rasa sakit akibat hantaman ponsel itu, Tias kemudian merubah posisi nya menjadi miring kesamping dan berbicara pada batinnya “mungkin tidur sebentar nggak papa kali ya, kan ibu sama ayah masih bersih bersih”. tak perlu waktu lama akhirnya Tias pun terlelap dalam tidurnya karena kelelahan.


“srek, srek, skrek” suara sapu bergesekan dengan lantai terdengar di luar kamarnya, Tias berfikir itu adalah orang tuanya yang sedang membersihkan ruangan yang berada di depan kamarnya itu, karena memang ruangan itu belum dibersihkan karena masih digunakan untuk meletakan barang – barang yang akan ditata di lantai dua ini.


“Bu, udah siap belum, kita mau keluar jam berapa” dengan keadaan masih terpejam Tias berkata.


“......” namun sama sekali tidak ada jawaban dari luar kamarnya.


“Bu, ih jawab lah, aku udah lapar ini” ucap Tias sedikit kesal.


“......” namun kembali lagi pertanyaan yang di ucapkan Tias sama sekali tidak mendapat jawaban dari ibunya.


Karena tidak mendapat jawaban, Tias pun kemudian membuka matanya dan ternyata saat dia membuka matanya kondisi kamarnya sudah sedikit gelap karena adanya awan mendung diluar rumah yang menandakan akan turun hujan, melihat hal itu, Tias kemudian bergegas keluar kamar dan menghampiri suara itu, dan saat sampai diluar kamar, Tias tidak mendapati ibunya berada disana, hanya ada sapu yang bersadar pada tembok dengan bagian sisinya terdapat kotoran yang sudah terkumpul.


“Duk duk duk” suara langkah kaki terengar menuruni anak tangga menuju ke lantai satu, Tias kemudian segera mengejar kearah suara langkah kaki itu sambil bertanya “bu, kapan kita keluarnya ini? keburu hujan lho” namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab, Tias melihat dari atas lanti dua bahwa ibunya itu turun dan berjalan menuju kearah dapur, karena merasa kesal tidak mendapat jawaban dan dicueki oleh ibunya, Tias kemudian mencoba untuk bertanya pada ayahnya, walaupun dia belum melihat ayahnya berada disana.


“Yah, kapan kita mau keluar buat makan, keburu hujan nih” Tias berkata sambil berjalan turun dan mengikuti ibunya.


Namun hal sama juga terjadi, tidak ada tanggapan atau jawaban dari ayahnya, yang mungkin memang sedang tidak berada disana, karena saat Tias sampai di lantai bawah pun, dia tidak melihat adanya sosok ayahnya disana, yang ada hanya keheningan rumah tanpa adanya aktifitas, namun sosok ibu Tias masih terlihat sedikit berbelok kearah salah satu sudut di ruang dapur, hingga akhirnya dia tidak melihat sosok ibunya lagi, dan karena butuh jawaban diapun mengejar ibunya ke dapur, berharap kalau dia bertanya secara langsung dengan jarak dekat akan langsung direspon.


Setelah Tias berjalan ke arah dapur, kini dia terkejut karena tidak mendapati ada seorangpun yang berada disana, padahal dia jelas jelas melihat kalau ibunya berjalan menuju kearah dapur ini, wajah bingung terlihat jelas pada raut muka Tias, otaknya seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dia liat, hal itu membuatnya berdiri mematung sambil memikirkannya.


Namun tak berselang lama, suara motor terdengar dari depan rumah dan berhenti disana, mendengar saura motor itu, Tias kemudian tersadar dari lamunanya karena memikirkan sosok yang tadi dia lihat, Tias kemudian berjalan menuju ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.


“Ceklek, ceklek” suara kunci pintu dibuka dari luar rumah.


“Assalamu’alaikum, buruan masuk yah, itu jangan lupa makanannya dibawa masuk, cepetan yah, keburu ujan nih, laper juga” ucap ibu Tias meminta suaminya untuk cepat masuk membawa makanan yang baru saja mereka beli.


“Wa’alaikum salam, loh ibu dari mana sama ayah?” tanya Tias keheranan melihat orang tuanya datang dari luar rumah.


“Ini, baru aja beli makanan buat kita makan siang, maaf ya kelamaan, abisnya lumayan antri tadi dipenjual nasi padangnya, kayaknya sih enak soalnya antri” ucap ibu Tias sambil membawa makanan yang baru saja diberikan ayah Tias padanya untuk segera dihidangkan.


“Loh ayah sama ibu udah dari tadi keluar, kok nggak bangunin aku sih?” dengan nada kesal Tias merajuk pada orang tuanya.


“Nggak tega ayah mau bangunin kamu yas, soalnya dari cara tidurmu kayaknya kamu capek banget, jadi ayah putusin buat biarin kamu tidur dan ayah sama ibu beli makanan buat dibungkus” sambil mengelus kepala Tias, ayahnya berlalu melewatinya.


“Jadi dari tadi aku sendirian dirumah?” tanya Tias pad orang tuanya.


“Iya, maaf ya, udah sekarang yang penting kita makan dulu, ini ibu siapun dulu ya di meja makan, eh iya ayah, tolong tutupi jendela balkon lantai dua ya, soalnya mau hujan, takut airnya nanti masuk kerumah” ucap ibu Tias.


Dengan ekspresi bingungnya, Tias hanya bisa terdiam, dia masih memikirkan sosok yang dia lihat tadi saat turun dari lantai dua, karena apa yang dia lihat itu perwujudannya sangat mirip dengan sosok ibunya.


Tidak mau berfikir macam – macam, Tias berusaha bersikap positif dan beranggapan apa yang dia lihat itu tidak benar, mungkin karena efek dari bangun tidur dimana nyawanya belum kembali seutuhnya.


Tias juga tidak menceritakan hal tersebut pada orang tuanya, dia tidak mau dianggap penakut oleh kedua orang tuanya, apalagi rumah ini baru saja akan dia tempati, tidak mungkin karena menganggap hal seperti itu serius membuatnya menjadi takut untuk tinggal disini.


Mencoba untuk melupakan hal yang baru saja dia lihat, Tias kemudian menyusul ibunya kedapur untuk menyiapkan makanan yang sudah dibeli tadi, sambil menyiapkan makanan, Tias terus melihat kesekeliling dapur, walaupun dalam pikirannya ingin melupakan hal tadi, namun bayangan itu terus muncul didalam otaknya, dengan kata lain otaknya masih belum menerima hal yang masih belum bisa masuk kedalam akal, karena Tias merasa setelah dia bangun tidur, dia merasa sudah sadar sepenuhnya.


Setelah semua makanan siap untuk disajikan, Tias diminta oleh ibunya untuk memanggil ayahnya turun kebawah supaya mereka bisa makan bersama, beberapa kali Tias mencoba memanggil dari arah tangga menuju lantai dua, ayahnya hanya menjawab sebentar, mungkin ayah Tias sambil mengecek barang – barang yang berada di lantai dua.


Karena terlalu lama, Tiaspun kemudian menyusul ke lantai dua dimana ayahnya berada, dan sesampainya di sana, ternyata ayahnya sedang asik melihat atau mengecek isi dari kotak yang belum dibuka, memastikan kalau semua barang sudah berada disini, jadi tidak perlu untuk kembali lagi ke kontrakan lama karena ada yang tertinggal.


“Ih ayah nih, udah ayo turun dulu, aku udah lapar lho, malah asik ngecek barang, kan bisa nanti” dengan sedikit kesal Tias meraih tangan ayahnya untuk segera turun kebawah.


“hehe iya, iya, ayo kita turun, ini ayah nyalain lampu sekalian, kayaknya mau ujan besar soalnya makanya gelap banget” ucap ayahnya sambil meraih saklar lampu dan menyalakannya.


Setelah itupun Tias turun bersama ayahnya menuju kearah meja makan, disana ibu Tias sudah menunggu sambil menonton TV yang kebetulan televisi masih bisa terlihat dari meja makan, Tias dan ayahnya pun kemudian duduk dikursi meja makan dan langsung menyantab makanan yang sudah tersaji.


Obrolan meja makan tak pernah mereka lewatkan, suasana keakraban mereka menandakan keluarga yang sangat harmonis, suasana hangat sangat nampak pada keluarga Tias ini, namun saat sedang asiknya ngobrol sambil menyantab makanan yang sudah dibeli tadi, hujan deraspun akhirnya turun, langit gelap sudah tidak bisa membendung volume air yang ditampungnya.


Suara gemricik air hujan beradu dengan genteng rumah terdengar sangat keras, angin berhembus dengan cukup kencang terlihat dari jendela yang menampakan dedaunan bergoyang dengan cepat karena tertiup angin.


Karena curah hujan yang cukup besar, ditambah petir mulai bergelegar di langit, TV yang tadinya menyala, terpaksa harus dimatikan karena takutnya TV itu akan tersambar petir, dan benar saja tak berselang lama setelah TV itu dimatikan oleh ibu Tias, “DIIIAARRR” suara petir menggelegar seolah tepat berada diatas rumah mereka, listrikpun padam, membuat rumah menjadi sedikit gelap karena masih ada cahaya yang masuk dari jendela.


Karena lampu padam, ibu Tias langsung berinisiatif mencari lilin untuk menerangi meja makan, soalnya tidak nyaman apabila makan namun dalam kondisi minim cahaya, disaat bersamaan dari arah lantai dua, tiba – tiba .....
Diubah oleh afryan015 12-03-2024 13:55
imron444
delet3
scorpiou
scorpiou dan 28 lainnya memberi reputasi
29
6.7K
307
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.7KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#63
Bab 17

“Ta, koe ki nggowo opo tho, ono ono wae sek koe gowo iku” tanyaku keheranan melihat Shinta kembali dari tugasnya dan membawa sesuatu di genggaman tangannya.


(“Ta, kamu ini bawa apa sih, ada ada saja yang kamu bawa itu)


“Hahaha, sek jelas aku rodo marem neng kono, salah siji makhluk sek kudu dewe ajar sesok wes tak kei pemanasan sek, iki aku gowo oleh oleh gawe bukti neng koe yan hihihi” ucap Shinta dengan girangnya menungjukan benda yang ada di genggaman tangannya itu.


(Hahaha, yang jelas aku sedikit puas disana, salah satu makhluk yang harus kita hajar besok, sudah aku beri pemanasan dulu tadi, ini aku bawakan oleh oleh buat bukti sama kamu yan hihihi)


Saat menunjukan benda yang digenggamnya itu, dengan isengnya SHinta mengibaskan benda yang dibawanya itu kearah mukaku, yang ternyata benda itu adalah seikat rambut yang dikepang, entah dia dapat dari mana, dan makhluk apa yang di hajarnya itu, bisa bisanya dia mendapatkan rambut berkepang itu, tapi yang membuat aku kesal adalah, saat Shinta mengibaskan rambut kepang itu pada mukaku, aroma busuk tidak mengenakan sangat tercium jelas dihidung ku.


“Edan koe Ta, ambu badeg koyo ngene kok malah di jedake neng raiku lho, ndang singkirke” ucapke kesal pada Shinta karena terganggu dengan bau yang keluar dari rambut kepang itu.


(Gila kamu Ta, bau busuk seperti ini kok malah di deketin ke mukaku lho, buruan singkirkan)


“haha mambu opo sih, wong ra mambu ngene kok” ucap Shinta mengelak dan kemudian mencoba mencium rambut kepang itu.


(haha bau apa sih, orang nggak bau gini kok)


Dan setelah Shinta mencoba mencium rambut itu sendiri, ekspresi dia langsung mendadak berubah seolah menutupi kebenaran kalau rambut itu memang lah bau, beberapa kali dia mencoba untuk menggelengkan kepalanya saat aku tanyai bagaimana aroma rambut itu.


“Piye Ta, ra mambu yo nek koyo kuwi?” tanyaku mengejek Shinta.


(Gimana Ta, nggak bau ya kalau  seperti itu?)


Shinta masih saja mengelak dengan menggelengkan kepalanya, dan hanya saja setelah dia menahan beberapa saat akhirnya rasa mualnya menjawab dengan jujur kalau ramput itu bener benar bau, sambil tersenyum kecut Shinta kemudian kemudian membuang rambut itu entah kemana dan setelah itu kembali lagi.


Dan setelah kembali, Shinta datang mendekat padaku sambil cengar cengir, mungkin karena merasa malu dengan apa yang dilakukan tadi, namun aku sama sekali tidak mempersoalkan hal itu, yang penting sekarang adalah, bagaimana keadaan Tias disana, apakah dia baik baik saja atau tidak, dan bagaimana kondisi medan disana apakah sama dengan apa yang aku lihat tadi, atau bahkan keadaannya malah lebih rumit lagi.


Shinta mengatakan kalau Tias saat ini berada disebuah goa yang berada disebuah bukit tepatnya ditengah tengah - tengah antara hutan hijau yang masih subur dan hutan mati berwarna hitam, disana Tias ditawan oleh tiga sosok wanita, yang salah satunya sudah diberi pelajaran oleh Shinta tadi.


Aku langsung meyakini bahwa penglihatan yang aku dapatkan tadi terbukti dengan konfirmasi dari Shinta atas letak letak dimana Tias berada, batinku masih cemas karena dalam bayanganku tempat itu masih ada hubungannya dengan wilayah Bajra, walaupun dulu sudah berhasil dikalahkan, tapi kita ada perjanjian untuk tidak saling mengganggu, dan bila ini benar masih wilayah kekuasaan Bajra, aku takutnya perjanjian itu akan hilang dan pasti dengan kekuatan besar Bajra akan menyerang kami lagi.


Namun menurut penuturan dari Shinta, dia mengatakan wilayah itu memang dekat dengan wilayah Bajra sekitar beberapa kilo, dan tempat dimana Tias berada itu sudah bukan wilayah teritori milik Bajra, itu yang menyebabkan ada pepohonan mati disana, itu adalah wilayah netral yang mungkin dulu sempat dikuasai Bajra, dan disisi lainnya dimana ada hutan lebat dan Rindang, itu sudah  milik jin lain yang mungkin kini bisa saja ada hubungan dengan Bajra, namun kata Shinta, aura atau atmosfer yang khas dari pasukan Bajra sangatlah minim jadi tidak masalah juga kalau kita berulah disana karena memang bukan wilayahnya, dan bahkan kalau Jin yang menyandra Tias memiliki hubungan kerja sama dengan Bajra, dia pun tidak bisa membantu karena sudah ada perjanjian dengan kelompoku dulu.


Shinta juga mengatakan semua Jin itu menyandra Tias karena tugas dari seorang dukun yang di bayar oleh seseorang untuk membuat keluarga Tias kesusahan, Tujuannya adalah untuk membuat keluarga Tias melarat, entah orang itu iri karena harta atau memang hanya ingin membuat keluarga Tias kesusahan saja.


Aku sempat bingung kenapa banyak dukun yang bersekutu dengan kelompok Bajra atau yang masih bersinggungan wilayah dengan Bajra, tapi apapun alasannya itu, aku mencoba untuk berani menolong Tias, hanya berbekal perjanjian itu sepertinya akan aman dari bayang bayang Bajra.


Disaat aku sedang menggali informasi pada Shinta, tiba tiba hp ku berdering menunjukan adanya telefon masuk dihp ku, dan saat aku lihat ternyata dilayar muncul nama pak Harjo, setelah itu segera langsung ku terima panggilan telefon itu.


“Halo Assalamu’alaikum pak, pripun pak Harjo?” tanyaku menerima telefon itu.


(Halo Assalamu’alaikum pak, bagaimana pak Harjo?)


“Wa’alaikum salam, saiki nengndi le?” tanya pak Harjo dari balik telefon.


(Wa’alaikum salam, sekarang dimana le?)


“Kulo teng nggriyo pak, pripun? Nopo enten sek kedah di rewangi pak?” tanyaku lagi pada pak Harjo.


(Saya di rumah pak, gimana? Apa ada yang harus dibantu pak?)


“Iki le, keluargane Tias saiki ono neng kene, nek biso koe saiki rene, koyone nek aku dewe rodo repot, wong wedok sek wingi teko meneh melbu” ucap pak Harjo memintaku untuk datang ketempatnya.


(Ini le, keluarganya Tias sekarang ada disini, kalau bisa kamu sekarang kesini, sepertinya kalau aku sendiri agak repot, makhluk cewek yang kemarin datang lagi terus masuk)


“Oalah, nggih pak, saget, saget, sakniki kulo tak mriku, tak pamitan kalih garwo riyen” ucapku sambil bergegas untuk bersiap ke tempat pak Harjo.


(Oalah, iya pak, bisa, bisa, sekarang saya ke situ, saya pamitan dulu sama istri)


Setelah itu aku langsung berpamitan pada istriku dan mengeluarkan motor ku dari garasi untuk segera pergi ketempat pak Harjo, sementara Shinta aku minta dia untuk pergi terlebih dahulu untuk melihat keadaan disana, sedikit aneh sih bagiku pakah mungkin pak Harjo tidak mampu mengatasi sosok itu sendiri, sedangkan kemarin saja hanya ditangani Shinta langsung berhasil dia keluar, apakah kali ini dia datang dengan kekuatan yang berbeda, namun setelah dipikir, tidak mau ambil pusing, aku langsung melesat dengan motorku ketempat pak Harjo.


Singkat cerita sampailah aku ditempat pak Harjo mobil milik ayah Tias sudah berada disana, ku parkirkan motorku di halaman Loji dan segera masuk kedalam untuk membantu pak Harjo, namun saat aku sudah masuk kedalam Loji, aku malah keheranan karena pak Harjo sedang duduk santai sembari menyeruput kopi hitam kesukaannya ditemani Tias yang duduk disampingnya sambil bersenandung lagu jawa, dan orang tua Tias bersama dengan bu Indri duduk dihadapan mereka dan hanya dipisahkan oleh meja kayu yang menjadi tempat menyajikan suguhan minum untuk mereka.


“Assalamu’alaikum?” ucapku saat masuk ke Loji itu sambil meminta tangan pak Harjo untuk ku cium punggung tangannya.


“Wa’alaikum salam, eh yan Rene yan kuwi njagok kono, kursine diadepke rene” ucap pak Harjo membalas salamku dan segera memintaku duduk dengan menggeser kursi disebahnya.


(Wa’alaikum salam, eh yan sini yan itu duduk disana, kursinya dihadapkan kesini)


“Loh pak, tak kiro enten sek darurat, ngantos pak Harjo mboten saget ngatasi kiyambak” ucapku keheranan sambil memposisikan diri untuk duduk


(Loh pak, aku kira ada yang darurat, sampai pak Harjo nggak bisa ngatasi sendirian)


“Iki makhluk sek nang njero awake Tias, meh ngekei ngerti Tias ono nengndi, dekne sek senenge ngleboni awake Tias, makhluk iki jare gelem ngrewangi mergo asline ra tegel karo Tias, ditambah kontrake dekne ngrewangi loro lelembut sek saiki iseh nahan Tias wes rampung, makane dekne wani rene maneh terus meh nego” ucap pak Harjo menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.


(Ini makhluk yang didalam tubuhnya Tias, mau memberi tahu Tias ada dimana, dia yang biasa merasuki tubuh Tias, makhluk ini katanya mau membantu karena sebenarnya tidak tega dengan Tias, ditambah kontraknyaa untuk membantu dua lelembut yang sekarang masih menahan Tias sudah selesai, makanya dia berani kesini lagi terus mau bernego)


Sementara itu Tias Terus bersenandung, dan kalau dilihat dari ekspresinya dia begitu menikmati senandung itu.


Mendengarkan penjelasan pak Harjo itu, aku sempat ragu dengan kata nego, apakah bisa dipercaya kata kata makhluk ini, kata nego dalam dunia jin hanya sebagai pantas pantas saja supaya kita bisa terkelabuhi, sedangkan nantinya kalau dia sudah mendapatkan keuntungan pasti akan kembali seperti awalnya.


“Nopo mboten resiko pak, nopo malih niki saking pihak musuh” ucapku meminta pendapat pak Harjo.


(apa tidak beresiko pak, apa lagi ini dari pihak musuk)


“Yo resiko yan, sek penting kan deknen wes ngekei ngerti panggonane nengndi, nanging nek aku koyone percoyo, dekne ora ngrewangi dukun, dekne salah siji sukmo sek ditawan karo makhluk koyo ngono kae, tapi saiki wes oleh sek luweh apik, mulane iki diculke, yo pancen ono kemungkinan iki jebakan, tapi koe paham opo sek tak warahi kan?” ucap pak Harjo.


(Ya resiko yan, yang penting kan dia sudah memberi tahu tempatnya dimana, tapi kalau aku sepertinya percaya, dia nggak bantu dukun, dia salah satu arwah yang ditawan sama makhluk seperti itu, tapi sekarang sudah dapat yang lebih bagus, makanya yang ini dilepas, ya memang ada kemungkiinan ini jebakan, tapi kamu paham apa yang tak ajarkan kan?)


Aku paham yang akan dikatakan pak Harjo, hidup itu harus berguna bagi lainnya, dan hidup itu harus yang merdeka, selama kita masih takut akan sesuatu yang ada dihidup kita, maka kita belumlah merdeka.


Menanggapi perkataan pak Harjo aku mencoba mendiskusikan apa yang aku lihat saat bermeditasi tadi, bahwa aku melihat tempat yang tidak asing bagiku, dan itu ada hubungannya dengan masalaluku, yaitu pada kasus Bajra, aku hanya takut itu saja, kalau kalau kelompok Bajra ikut campur dengan kasus ini.


Namun pak Harjo menanggapinya dengan santai, dia mengatakan tidak perlu ditakutkan hal itu semua, apalagi sudah ada perjanjian wilayah, pak Harjo sudah berpengalaman apabila kasus itu berkaitan dengan wilayah maka jika ada perjanjian dan perjanjian itu sama sekali belum pernah ternodai, kemungkinan itu sangat aman, apalagi sebenarnya tempat itu sudah berada diluar wilayah Bajra.


Disela sela saat kita sedang mendiskusikan tentang sosok Bajra, tiba tiba Tias menghentikan senandungnya dan berdiam diri sejenak, dan setelah itu, dia kemudian ikut bertanya soal sosok Bajra itu.


“Oh dadi koe wes ngerti karo sek jenenge Bajra?” ucap sosok ditubuh Tias.


(Oh jadi kamu sudah tahu sama yang namanya Bajra)


“Ora mung ngerti, Bajra wes tau tak dajar, adiku mati mergo dekne” ucap Shinta yang sedari tadi berdiri dibelakang Tias, menjawab dengan nada yang begitu keras karena masih ada dendam pada Bajra dan pasukannya.


(Tidak Cuma tahu, Bajra sudah pernah ku hajar, adikku mati karena dia)


“Hihihi, ati ati, salah siji sek njogo Tias kuwi ono hubungane karo sosok Nduwurane Bajra” ucap sosok yang ada di dalam tubuh Tias.


(hihihi, hati hati, salah satu yang menjaga Tias itu ada hubunganya dengan sosok petingginya Bajra)


“Cangkemmu, malahane bakal tak ajar sak mareme nek pancen ono hubungane karo Bajra” ucap Shinta penuh emosi.


(Bacot, kebetulan, akan ku hajar sepuasku kalau memang ada hubungannya dengan Bajra)


“Nek kuwi pancen karempu, jajalen gawe goro – goro pas nyelametke cah wedok iki, mesti mengko bakal ono nduwurane Bajra sek teko, ra peduli kuwi wilayahe Bajra opo hudu” ucap sosok di tubuh Tias menanggapi.


(Kalau memang itu maumu, coba saja buat gara – gara saat menyelamatkan anak perempuan ini, pasti nanti bakal ada petinggi Bajra yang datang, tidak peduli itu wilayahnya Bajra atau bukan)


Mendengar Tias berbicara sendiri, keluarganya yang duduk didepannya malah kebingungan padahal dia sedang berbicara dengan Shinta, pak Harjo yang menyadari hal itu, hanya mengatakan untuk tetap tenang, dan memberitahu kalau sosok yang ada didalam tubuh Tias itu sedang berkomunikasi dengan makhluk yang akan ikut menyelamatkan anaknya, dan karena penjelasan itu keluarga Tiaspun memakluminya, hanya saja dia khawatir dengan tubuh Tias yang sedang dipakai oleh sosok itu, takutnya akan memberi efek negatif pada tubuh Tias, dan untuk mempersingkat waktu, aku memulai percakapanku soal negosiasi yang tadi disinggung oleh pak Harjo.


“Mbak? Temenan sampean meh ngrewangi kanggo nyelametke Tias?” tanyaku pada sosok yang ada di tubuh Tias.


(Mbak? Apakah benar kamu mau membantu untuk menyelamatkan Tias?)


“Iyo bakal tak rewangi koe nyelametke cah wedok iki, nanging ono syarate” ucap sosok itu.


(Iya akan kubantu kamu menyelamatkan anak perempuan ini, tapi ada syaratnya)


“Opo kuwi syarate?” tanyaku lagi.


(Apa itu syaratnya?)


“Koe yo kudu ngrewangi aku nggoleke calon bojoku, hihihi” ucap sosok itu sambi tertawa malu.


(Kamu juga harus membantu aku mencarikan calon suamiku, hihihi)


“Sopo calon bojomu, nek aku bisa bakal tak rewangi sak iso ku, tapi aku ra janji bisa nemoke koe karo calonmu” ucapku tegas.


(Siapa calon suamimu, kalau aku bisa akan ku bantu sebisaku, tapi aku nggak janji bisa mempertemukan kamu dengan calonmu)


“Nek koe ra bisa ngrewangi aku, aku ra bakal ngrewangi koe” jawab sosok itu menantang.


(Kalau kamu tidak bisa membantu aku, aku nggak akan membantu kamu)


“Sopo jeneng calonmu ? kene tak trawange, sopo ngerti iseh ono” ucap pak Harjo yang kemudian menyanggupi permintaan sosok itu


“……” sosok yang berada ditubuh Tias diam tidak menjawab hanya tersenyum.
regmekujo
bebyzha
delet3
delet3 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.