- Beranda
- Stories from the Heart
TOLONG AKU HANTU!
...
TS
adamtzero
TOLONG AKU HANTU!
Quote:

"Hantu Gasimah" cr: pickpik
Sinop
Quote:
Nanti malah spoiler, baca aja kalau minat...

INDEX
Quote:
Spoiler for Arc Perkenalan:
Spoiler for Arc Lima Elit:
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
Spoiler for Arc Gasimah:
Spoiler for Arc ???:
Note:
- Cerita ini fiksi 100 %
- Tidak ada maksud tertentu, kalau ada kesamaan hanya kebetulan semata.
- Enjoy
- Kamis
Diubah oleh adamtzero 14-09-2024 20:03
wikanrahma12070 dan 5 lainnya memberi reputasi
4
5.3K
Kutip
189
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
adamtzero
#34
17
Quote:
Obrolan kecil yang terjadi di warung ayam goreng tadi siang memperoleh hasil bahwa Gasimah boleh ikut tetapi memantau dari kejauhan saja. Ditakutkan salah satu atau kedua dari Bosman bersaudara dapat melihat sosoknya, nanti malah menimbulkan kegaduhan. Awalnya Gasimah tidak setuju, namun Pandu berhasil membujuknya. Sedangkan Ardit diminta untuk tidak mengucapkan apapun, karena Gasimah mampu membaca isi hati. Dirinya juga sudah menerima sosok Gasimah yang suka tiba-tiba muncul, meskipun belum dengan sepenuh hati karena masih ada sedikit rada takut dihatinya berhubungan dengan makhluk lain.
Sebuah caffe dipilih oleh Bosman bersaudara untuk dijadikan tempat rapat pekerjaan. Tentunya di bagian luarnya sudah dijaga oleh orang-orang bawaan mereka agar tidak ada gangguan. Pandu dan Ardit datang memakai kemeja, kemunculan keduanya sempat menyita beberapa pasang mata para pelanggan yang sudah duduk terlebih dahulu. Karena mengetahui bahwa dua orang itu akan melakukan pertemuan dengan salah satu anggota ‘Lima Elit’ Bosman Bersaudara. Mereka memasuki sebuah ruangan VIP, di mana Rangga dan Aldi serta sang manajer sudah menunggu mereka.
“Silahkan,” ucap Rangga.
“Kami enggak telat kan?” Ardit membuka perbincangan agar pertemuan tidak terlalu kaku.
“Ini yang saya suka, kalian berdua ini bener-bener menghargai waktu. Kayaknya kalian berdua akan jadi pembuat konten besar nanti,” sambil tertawa mengucapkannya, tanpa adanya diskriminasi atau kesan mengejek.
“Iya terima kasih,” balas Pandu.
Rapat dimulai, Aldi lebih banyak diam dan hanya memperhatikan gerak-gerik Pandu dan Ardit, membuat kedua orang itu agak tidak nyaman. Tetapi Rangga memberikan alasannya, ia bersyukur memiliki adik yang diam. Sehingga keduanya menjadi sebuah pasangan yang solid, saling mengisi satu sama lain. Berbagai tempat penelusuran sudah dipilihkan oleh Bosman bersaudara, bisa dipilih sesuai yang Pandu dan Ardit mau. Kebanyakan tempat yang ditawarkan adalah bangunan besar yang terbengkalai, salah satunya adalah rumah sakit besar yang sudah ditinggalkan.
“Pilih yang mana?” bisik Ardit kepada Pandu.
“Yang mana yah? Biasanya kan lo yang cari lokasi, gimana sih?” keduanya malah terlibat dalam perdebatan.
“Kalau kalian bingung, gimana kalau dari pihak kami saja yang pilih?” tanya sang manajer perempuan. Pandu dan Ardit pun setuju.
Akhirnya yang dipilih adalah sebuah rumah sakit besar yang bangunannya sudah ditinggalkan. Berada di dekat perkotaan dan sangat mudah diakses, kebetulan tempat ini termasuk salah satu target penusuluran mereka selanjutnya. Tetapi akhirnya terwujud dalam bentuk kolaborasi dengan pembuat konten besar. Sang manajer menjelaskan mekanismenya nanti saat berada di lokasi, salah satu bocorannya adalah Pandu dan Ardit dapat melakukan pengambilan gambar secara bersamaan. Hingga nantinya akan terbagi menjadi dalam dua sudut pandang, namun disarankan agar tidak mengerdilkan Bosman bersaudara karena di sini posisi Pandu adalah sebagai tamu, tetap Bosman bersaudara yang akan menjadi bintangnya. Ardit sudah sangat paham, karena ia dan Pandu hanyalah anak baru kemarin sore, tidak ada sanggahan.
Lalu bagian terpentingnya dari honor, karena Bosman bersaudara yang mengajak, maka pendapatan lebih besar presentasenya masuk ke dalam kantong mereka, presentasenya pun cukup adil menurut Ardit. Lalu untuk akun Pandu, mereka tidak meminta banyak, kurang dari sepuluh persen jika memang sudah bisa dicairkan uangnya. Ardit sendiri belum mengecek apakah akun mereka sudah bisa masuk iklan atau belum.
“Transportasi makan kami yang tanggung, kalian tenang aja yah. Mau bareng berangkatnya juga boleh,” tawaran yang tidak bisa ditolak oleh Pandu dan Ardit.
“Iya Ka, bareng aja berangkatnya biar lebih enak, hehe…,” ucap Ardit
“Oke kalau begitu bisa tanda tangan dulu biar semuanya jelas di atas hitam putih,” sang manajer mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya.
“Gila sih begini yah cara kerja professional,” bisik Ardit kepada Pandu.
“Terstruktur, daripada sama kuncen DJ…,” ucap Pandu.
Kertas sudah di tanda tangani, proyek keduanya secara resmi telah terjalin. Proses penelusuran akan dilakukan pada kamis malam, dua hari dari sekarang. Penutupan dari pertemuan ini adalah makan bersama bersama tim Bosman bersaudara, lagi-lagi biayanya juga ditanggung. Pandu dan Ardit merasa sangat kecil dan malu, tetapi kesempatan makan enak jarang datang dua kali, meskipun mampu tetapi terasa lebih nikmat jika tidak mengeluarkan uang sama sekali.
Saat sedang menyantap makanan, tiba-tiba Aldi berhenti lalu pandangannya tertuju pada salah satu sudut. Pergerakannya ini diketahui oleh Rangga, “Kenapa? Ada sosok?” tanya kakaknya itu.
“Hmm….,” Aldi tidak menjawabnya.
“Itu, jangan-jangan si Gasimah lagi,” bisik Ardit.
“Jangan keras-keras, biarin aja,” balas Pandu.
Pertemuan itu berakhir dengan perut yang kenyang. Pandu dan Ardit menyiapkan segala dalam dua hari sebelum penelusuran dimulai. Sosok Rangga yang supel memudahkan keduanya agar tidak terlihat canggung, bahkan sangking akrabnya seperti sudah mengenal lama sosok beliau. Padahal belum ada 24 jam sejak pertemuan pertama di warung ayam goreng dekat kosan. Riset kecil-kecilan pun dilakukan, dari sejarah didirikan rumah sakit tersebut, sampai alasan kenapa pemilik meninggalkannya begitu saja hingga akhirnya pindah ke bangunan baru yang berjarak jauh dari tempat asal. Pandu sendiri berlatih agar lebih luwes berbicara di depan kamera, bahkan menyiapkan contekan yang ditulis tangan.
Malam yang ditunggu tiba, mereka bertemu di titik penjemputan. Sebuah mobil besar datang membawa mereka ke tempat tujuan. Padahal persiapannya sudah cukup matang, tetapi Pandu terlihat sangat gugup karena harus melakukan pembuatan konten dengan orang lain, apalagi sebuah nama besar memberikan tekanan tersendiri padanya. Mengetahui hal tersebut Rangga mencoba menenangkannya.
“Rileks bro, santai aja, nanti kita senang-senang di sana,” ucap Rangga dengan senyum kepercayaan dirinya yang sangat tinggi. “kamu juga kameraman, siap?” tanya Rangga kepada Ardit.
“Iya…semangat…,” mengucapkannya dengan nada canggung, membuat suasana tidak lebih baik.
Mobil besar itu sampai dipelataran, sang kuncen yang sudah dihubungi sebelumnya juga menyambut kedatangan mereka. Pandu merasakan hawa yang tidak enak, ketika turun dari mobil barulah terjawab penyebab ketidak enakannya itu. Sosok yang sangat dikenal baik oleh Pandu ataupun Ardit berdiri menyambut dengan senyum yang sumringah. Dengan pakaian yang bagus sangat jauh berbeda dari sebelumnya.
“Eh dikirain siapa, kalian berdua toh,” sapa Kuncen DJ.
“Sial,” Pandu tersenyum meskipun wajahnya datar.
Sebuah caffe dipilih oleh Bosman bersaudara untuk dijadikan tempat rapat pekerjaan. Tentunya di bagian luarnya sudah dijaga oleh orang-orang bawaan mereka agar tidak ada gangguan. Pandu dan Ardit datang memakai kemeja, kemunculan keduanya sempat menyita beberapa pasang mata para pelanggan yang sudah duduk terlebih dahulu. Karena mengetahui bahwa dua orang itu akan melakukan pertemuan dengan salah satu anggota ‘Lima Elit’ Bosman Bersaudara. Mereka memasuki sebuah ruangan VIP, di mana Rangga dan Aldi serta sang manajer sudah menunggu mereka.
“Silahkan,” ucap Rangga.
“Kami enggak telat kan?” Ardit membuka perbincangan agar pertemuan tidak terlalu kaku.
“Ini yang saya suka, kalian berdua ini bener-bener menghargai waktu. Kayaknya kalian berdua akan jadi pembuat konten besar nanti,” sambil tertawa mengucapkannya, tanpa adanya diskriminasi atau kesan mengejek.
“Iya terima kasih,” balas Pandu.
Rapat dimulai, Aldi lebih banyak diam dan hanya memperhatikan gerak-gerik Pandu dan Ardit, membuat kedua orang itu agak tidak nyaman. Tetapi Rangga memberikan alasannya, ia bersyukur memiliki adik yang diam. Sehingga keduanya menjadi sebuah pasangan yang solid, saling mengisi satu sama lain. Berbagai tempat penelusuran sudah dipilihkan oleh Bosman bersaudara, bisa dipilih sesuai yang Pandu dan Ardit mau. Kebanyakan tempat yang ditawarkan adalah bangunan besar yang terbengkalai, salah satunya adalah rumah sakit besar yang sudah ditinggalkan.
“Pilih yang mana?” bisik Ardit kepada Pandu.
“Yang mana yah? Biasanya kan lo yang cari lokasi, gimana sih?” keduanya malah terlibat dalam perdebatan.
“Kalau kalian bingung, gimana kalau dari pihak kami saja yang pilih?” tanya sang manajer perempuan. Pandu dan Ardit pun setuju.
Akhirnya yang dipilih adalah sebuah rumah sakit besar yang bangunannya sudah ditinggalkan. Berada di dekat perkotaan dan sangat mudah diakses, kebetulan tempat ini termasuk salah satu target penusuluran mereka selanjutnya. Tetapi akhirnya terwujud dalam bentuk kolaborasi dengan pembuat konten besar. Sang manajer menjelaskan mekanismenya nanti saat berada di lokasi, salah satu bocorannya adalah Pandu dan Ardit dapat melakukan pengambilan gambar secara bersamaan. Hingga nantinya akan terbagi menjadi dalam dua sudut pandang, namun disarankan agar tidak mengerdilkan Bosman bersaudara karena di sini posisi Pandu adalah sebagai tamu, tetap Bosman bersaudara yang akan menjadi bintangnya. Ardit sudah sangat paham, karena ia dan Pandu hanyalah anak baru kemarin sore, tidak ada sanggahan.
Lalu bagian terpentingnya dari honor, karena Bosman bersaudara yang mengajak, maka pendapatan lebih besar presentasenya masuk ke dalam kantong mereka, presentasenya pun cukup adil menurut Ardit. Lalu untuk akun Pandu, mereka tidak meminta banyak, kurang dari sepuluh persen jika memang sudah bisa dicairkan uangnya. Ardit sendiri belum mengecek apakah akun mereka sudah bisa masuk iklan atau belum.
“Transportasi makan kami yang tanggung, kalian tenang aja yah. Mau bareng berangkatnya juga boleh,” tawaran yang tidak bisa ditolak oleh Pandu dan Ardit.
“Iya Ka, bareng aja berangkatnya biar lebih enak, hehe…,” ucap Ardit
“Oke kalau begitu bisa tanda tangan dulu biar semuanya jelas di atas hitam putih,” sang manajer mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya.
“Gila sih begini yah cara kerja professional,” bisik Ardit kepada Pandu.
“Terstruktur, daripada sama kuncen DJ…,” ucap Pandu.
Kertas sudah di tanda tangani, proyek keduanya secara resmi telah terjalin. Proses penelusuran akan dilakukan pada kamis malam, dua hari dari sekarang. Penutupan dari pertemuan ini adalah makan bersama bersama tim Bosman bersaudara, lagi-lagi biayanya juga ditanggung. Pandu dan Ardit merasa sangat kecil dan malu, tetapi kesempatan makan enak jarang datang dua kali, meskipun mampu tetapi terasa lebih nikmat jika tidak mengeluarkan uang sama sekali.
Saat sedang menyantap makanan, tiba-tiba Aldi berhenti lalu pandangannya tertuju pada salah satu sudut. Pergerakannya ini diketahui oleh Rangga, “Kenapa? Ada sosok?” tanya kakaknya itu.
“Hmm….,” Aldi tidak menjawabnya.
“Itu, jangan-jangan si Gasimah lagi,” bisik Ardit.
“Jangan keras-keras, biarin aja,” balas Pandu.
Pertemuan itu berakhir dengan perut yang kenyang. Pandu dan Ardit menyiapkan segala dalam dua hari sebelum penelusuran dimulai. Sosok Rangga yang supel memudahkan keduanya agar tidak terlihat canggung, bahkan sangking akrabnya seperti sudah mengenal lama sosok beliau. Padahal belum ada 24 jam sejak pertemuan pertama di warung ayam goreng dekat kosan. Riset kecil-kecilan pun dilakukan, dari sejarah didirikan rumah sakit tersebut, sampai alasan kenapa pemilik meninggalkannya begitu saja hingga akhirnya pindah ke bangunan baru yang berjarak jauh dari tempat asal. Pandu sendiri berlatih agar lebih luwes berbicara di depan kamera, bahkan menyiapkan contekan yang ditulis tangan.
Malam yang ditunggu tiba, mereka bertemu di titik penjemputan. Sebuah mobil besar datang membawa mereka ke tempat tujuan. Padahal persiapannya sudah cukup matang, tetapi Pandu terlihat sangat gugup karena harus melakukan pembuatan konten dengan orang lain, apalagi sebuah nama besar memberikan tekanan tersendiri padanya. Mengetahui hal tersebut Rangga mencoba menenangkannya.
“Rileks bro, santai aja, nanti kita senang-senang di sana,” ucap Rangga dengan senyum kepercayaan dirinya yang sangat tinggi. “kamu juga kameraman, siap?” tanya Rangga kepada Ardit.
“Iya…semangat…,” mengucapkannya dengan nada canggung, membuat suasana tidak lebih baik.
Mobil besar itu sampai dipelataran, sang kuncen yang sudah dihubungi sebelumnya juga menyambut kedatangan mereka. Pandu merasakan hawa yang tidak enak, ketika turun dari mobil barulah terjawab penyebab ketidak enakannya itu. Sosok yang sangat dikenal baik oleh Pandu ataupun Ardit berdiri menyambut dengan senyum yang sumringah. Dengan pakaian yang bagus sangat jauh berbeda dari sebelumnya.
“Eh dikirain siapa, kalian berdua toh,” sapa Kuncen DJ.
“Sial,” Pandu tersenyum meskipun wajahnya datar.
pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas
Tutup