afryan015Avatar border
TS
afryan015
AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
     
Bab 1


“Bu pokoknya Tias maunya kamar di lantai dua ya, sepertinya disana kamarnya nyaman” ucap Tias kepada Ibunya.


“Iya terserah kamu, yang penting kita pindahkan dulu barang bawaan kita ini kedalam, dan nanti kita tata semua bersama sama biar cepat selesai” ucap ibunya sambil melangkah kedalam rumah membawa kardus berisi barang dari rumah lama.


“Pokoknya terserahkamu saja yas, yang penting kamu nyaman tinggal disini, apa lagi di lantai dua ada tempat yang bisa kamu gunakan buat ngerjain pekerjaan kamu kan” imbuh ayah Tiyas yang sedang menurunkan barang – barang dari mobil bak yang membawa perabotan rumah mereka.


Tias dan keluarganya baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, karena rumah kontrakan mereka yang lama sudah tidak bisa diperpanjang lagi, dan hari ini mereka mulai memindahkan perabotan rumah ke kontrakan yang baru.


Ayah Tias merasa beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang murah dengan luas rumah yang cukup lega dibandingkan dengan kontrakan sebelumnya, ditambah lagi halaman yang juga luas, apalagi kontrakan yang sekarang memiliki dua lantai, dimana dilantai satu memiliki fitur, satu ruang tamu, dua kamar dengan salah satunya kamar utama, satu kamar mandi, satu dapur, satu ruang keluarga yang terbilang cukup luas dan halaman belakang yang terbilang cukup luas untuk menjemur pakaian, sedangkan untuk di lantai dua memiliki firur satu kamar dengan balkon, satu ruangan yang cukup untuk digunakan bersantai atau digunakan sebagai ruang kerja, dan satu kamar mandi, dengan fasilitas seperti itu Ayah Tias mendapatkan harga yang cukup terjangkau, dan rumah itu pun belum lama ditinggalkan oleh penyewa sebelumnya.


Tias membantu orang tuanya membawa masuk barang barang yang berada diluar untuk dimasukan kedalam rumah, satu persatu box kardus mulai dibuka dan dikeluarkan isinya untuk ditata pada tempat yang mereka inginkan, suasana riang keluarga kecil itu terdengar saat mereka sedang beristirahat disiang hari untuk melepas lelah karena sejak pagi berberes dan menata rumah.


“Hahaha, Apa lagi waktu Tias masih kecil ya yah, manjanya bukan main, dikit dikit buk, dikit dikit buk, sampe mau beol aja harus ada ibu, pernah waktu itu ibu di panggil Tias yang katanya mau beol tapi ibu lagi repot masak, bukannya pergi ke WC sendiri malah lompat – lompat kecil dibelakang ibu sambil sambil megangin pantat haha” ucap ibu Tias bercerita sambil terkakak.


“Ah ibu ah, itu kan dulu waktu aku kecil bu, sekarang kan udah nggak” dengan wajah cemberut menahan malu Tias protes pada ibunya.


“Haha terus yah, pas mau ibu angkat Tias buat dibawa ke WC, eh dia malah nangis sambil bilang, udah keluar bu, ahahaha” ucap ibu Tias tidak bisa menahan tawanya.


“Haha, namanya juga masih kecil ya yas, sini nggak usah cemberut, sini ayah cium” ucap ayah Tias membujuknya supaya tidak cemberut.


“Ah ibu tuh, sukanya ngejek aku terus” sambil mendepet ayahnya seolah mengadu.


“Udah nggak papa, eh tapi kok bau apa gitu ya ada yang aneh, kamu nggak beol kan yas?” ucap ayah Tias menggodanya.


“Ah ayah ih, sama aja, nggak lah aku udah bukan anak kecil lagi, ah udah ah aku mau keatas dulu ngerapiin kamar aku” sambil melepaskan pelukan ayahnya, Tias lantas bangkit dari posisi duduknya dan langsung melangkah ke lantai dua dengan menutup wajahnya karena tersipu malu namun gengsi untuk menunjukan pada kedua orang tuanya.


“ih ih ih cemberut sambil cengar cengir itu, nggak usah di tutupin, ibu udah liat kok haha” ucap ibu Tias menggoda.


“Haha, jangan kelamaan ya Yas, habis ini kita keluar buat makan, nanti kalo ayah panggil turun ya” ucap ayah Tias.


“Iya yah” ucap Tias singkat.


Setelah sampai di lantai dua, Tias mengambil beberapa kardus yang berada di ruangan yang sepertinya akan digunakan Tias sebagai tempat bersantai sekalikus beraktifitas, satu box kardus diraihnya untuk kemudian diletakan didalam kamar yang akan ditempatinya, box kardus itu kemuda dibukanya dan dikeluarkannya lah isi – isi didalamnya kemudian diletakan di atas kasur yang sebelumnya sudah ditata bersama dengan ayahnya, beberapa box yang isinya merupakan barang barang milik Tias sudah terbuka, dan satu persatu ditata pada tempatnya, seperti pakaian, buku buku dan lainnya ditata dengan sangat cekatan oleh Tias, dan tidak lupa gorden penutup jendela pun dia pasang, setelah dirasa lelah, Tias memutuskan untuk berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum nyelesaikan menata barang yang masih tergeletak bukan pada tempatnya.


Teringat dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan pergi makan siang diluar, lantas Tias menuju ke arah anak tangga lalu bertanya dengan nada yang kencang supaya orang tuanya di bawah mendengar.


“Yah? mau keluar makan siangnya jam berapa?” ucap Tias berteriak dari lantai dua.


“Sebentar lagi ya, ini masih tanggung beresin ruang tengah, biar nanti bisa buat santai dulu, soalnya nggak bakal selesai satu hari ini” ucap ayah Tias menjawab dari bawah.


“Oh ya udah yah, aku dikamar ya, mau istirahat sebentar, capek banget, nanti kalau mau berangkat panggil aku jangan ditinggal” ucap Tias membalas jawaban dari ayahnya.


“Iya tenang aja, sana istirahat dulu” dengan suara sambil membersihkan dan menata ruangan ayahnya menjawab.


Tias pun kembali kedalam kamarnya dan langsung mengarah ke kasur yang sepertinya terlihat sangat nyaman untuk ditiduri sebentar, “Bruughhh” suara tubuh Tias beradu dengan kasur umpuk terdengar saat Tias menjatuhkan dirinya dalam kondisi terlentang.


“Hmmhhh nyamannya, rasanya enak banget” ucap Tias berbicara sendiri sembari tangannya merangsak masuk kedalam saku celananya untuk meraih ponsel yang dia simpan disaku.


Tias dengan asiknya mengadu ibu jarinya dengan ponselnya untuk membuka beberapa informasi dan hal hal menarik lainnya yang bisa dia kases dari dalam ponselnya itu, semua aplikasi Novel kemudian dia buka untuk melanjutkan bacaan yang sebelumnya belum selesai dia baca.


Tak lama setelah dia asik membaca Novel dari ponselnya, tiba – tiba mata yang sedang asik memandang layar ponsel itu menjadi sedikit berat untuk membuka matanya, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang Tias, maklum lah karena merasa lelah setelah dari pagi hingga siang ini dia terus berberes rumah baru alisa pindahan, dan tanpa sadar ponsel itu pun terlepas dari genggaman tangan Tias yang akhirnya ponsel itu harus beradu dengan wajahnya.


“Aduh, sakit, sakit” sambil menggosok wajahnya untuk meredakan rasa sakit akibat hantaman ponsel itu, Tias kemudian merubah posisi nya menjadi miring kesamping dan berbicara pada batinnya “mungkin tidur sebentar nggak papa kali ya, kan ibu sama ayah masih bersih bersih”. tak perlu waktu lama akhirnya Tias pun terlelap dalam tidurnya karena kelelahan.


“srek, srek, skrek” suara sapu bergesekan dengan lantai terdengar di luar kamarnya, Tias berfikir itu adalah orang tuanya yang sedang membersihkan ruangan yang berada di depan kamarnya itu, karena memang ruangan itu belum dibersihkan karena masih digunakan untuk meletakan barang – barang yang akan ditata di lantai dua ini.


“Bu, udah siap belum, kita mau keluar jam berapa” dengan keadaan masih terpejam Tias berkata.


“......” namun sama sekali tidak ada jawaban dari luar kamarnya.


“Bu, ih jawab lah, aku udah lapar ini” ucap Tias sedikit kesal.


“......” namun kembali lagi pertanyaan yang di ucapkan Tias sama sekali tidak mendapat jawaban dari ibunya.


Karena tidak mendapat jawaban, Tias pun kemudian membuka matanya dan ternyata saat dia membuka matanya kondisi kamarnya sudah sedikit gelap karena adanya awan mendung diluar rumah yang menandakan akan turun hujan, melihat hal itu, Tias kemudian bergegas keluar kamar dan menghampiri suara itu, dan saat sampai diluar kamar, Tias tidak mendapati ibunya berada disana, hanya ada sapu yang bersadar pada tembok dengan bagian sisinya terdapat kotoran yang sudah terkumpul.


“Duk duk duk” suara langkah kaki terengar menuruni anak tangga menuju ke lantai satu, Tias kemudian segera mengejar kearah suara langkah kaki itu sambil bertanya “bu, kapan kita keluarnya ini? keburu hujan lho” namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab, Tias melihat dari atas lanti dua bahwa ibunya itu turun dan berjalan menuju kearah dapur, karena merasa kesal tidak mendapat jawaban dan dicueki oleh ibunya, Tias kemudian mencoba untuk bertanya pada ayahnya, walaupun dia belum melihat ayahnya berada disana.


“Yah, kapan kita mau keluar buat makan, keburu hujan nih” Tias berkata sambil berjalan turun dan mengikuti ibunya.


Namun hal sama juga terjadi, tidak ada tanggapan atau jawaban dari ayahnya, yang mungkin memang sedang tidak berada disana, karena saat Tias sampai di lantai bawah pun, dia tidak melihat adanya sosok ayahnya disana, yang ada hanya keheningan rumah tanpa adanya aktifitas, namun sosok ibu Tias masih terlihat sedikit berbelok kearah salah satu sudut di ruang dapur, hingga akhirnya dia tidak melihat sosok ibunya lagi, dan karena butuh jawaban diapun mengejar ibunya ke dapur, berharap kalau dia bertanya secara langsung dengan jarak dekat akan langsung direspon.


Setelah Tias berjalan ke arah dapur, kini dia terkejut karena tidak mendapati ada seorangpun yang berada disana, padahal dia jelas jelas melihat kalau ibunya berjalan menuju kearah dapur ini, wajah bingung terlihat jelas pada raut muka Tias, otaknya seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dia liat, hal itu membuatnya berdiri mematung sambil memikirkannya.


Namun tak berselang lama, suara motor terdengar dari depan rumah dan berhenti disana, mendengar saura motor itu, Tias kemudian tersadar dari lamunanya karena memikirkan sosok yang tadi dia lihat, Tias kemudian berjalan menuju ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.


“Ceklek, ceklek” suara kunci pintu dibuka dari luar rumah.


“Assalamu’alaikum, buruan masuk yah, itu jangan lupa makanannya dibawa masuk, cepetan yah, keburu ujan nih, laper juga” ucap ibu Tias meminta suaminya untuk cepat masuk membawa makanan yang baru saja mereka beli.


“Wa’alaikum salam, loh ibu dari mana sama ayah?” tanya Tias keheranan melihat orang tuanya datang dari luar rumah.


“Ini, baru aja beli makanan buat kita makan siang, maaf ya kelamaan, abisnya lumayan antri tadi dipenjual nasi padangnya, kayaknya sih enak soalnya antri” ucap ibu Tias sambil membawa makanan yang baru saja diberikan ayah Tias padanya untuk segera dihidangkan.


“Loh ayah sama ibu udah dari tadi keluar, kok nggak bangunin aku sih?” dengan nada kesal Tias merajuk pada orang tuanya.


“Nggak tega ayah mau bangunin kamu yas, soalnya dari cara tidurmu kayaknya kamu capek banget, jadi ayah putusin buat biarin kamu tidur dan ayah sama ibu beli makanan buat dibungkus” sambil mengelus kepala Tias, ayahnya berlalu melewatinya.


“Jadi dari tadi aku sendirian dirumah?” tanya Tias pad orang tuanya.


“Iya, maaf ya, udah sekarang yang penting kita makan dulu, ini ibu siapun dulu ya di meja makan, eh iya ayah, tolong tutupi jendela balkon lantai dua ya, soalnya mau hujan, takut airnya nanti masuk kerumah” ucap ibu Tias.


Dengan ekspresi bingungnya, Tias hanya bisa terdiam, dia masih memikirkan sosok yang dia lihat tadi saat turun dari lantai dua, karena apa yang dia lihat itu perwujudannya sangat mirip dengan sosok ibunya.


Tidak mau berfikir macam – macam, Tias berusaha bersikap positif dan beranggapan apa yang dia lihat itu tidak benar, mungkin karena efek dari bangun tidur dimana nyawanya belum kembali seutuhnya.


Tias juga tidak menceritakan hal tersebut pada orang tuanya, dia tidak mau dianggap penakut oleh kedua orang tuanya, apalagi rumah ini baru saja akan dia tempati, tidak mungkin karena menganggap hal seperti itu serius membuatnya menjadi takut untuk tinggal disini.


Mencoba untuk melupakan hal yang baru saja dia lihat, Tias kemudian menyusul ibunya kedapur untuk menyiapkan makanan yang sudah dibeli tadi, sambil menyiapkan makanan, Tias terus melihat kesekeliling dapur, walaupun dalam pikirannya ingin melupakan hal tadi, namun bayangan itu terus muncul didalam otaknya, dengan kata lain otaknya masih belum menerima hal yang masih belum bisa masuk kedalam akal, karena Tias merasa setelah dia bangun tidur, dia merasa sudah sadar sepenuhnya.


Setelah semua makanan siap untuk disajikan, Tias diminta oleh ibunya untuk memanggil ayahnya turun kebawah supaya mereka bisa makan bersama, beberapa kali Tias mencoba memanggil dari arah tangga menuju lantai dua, ayahnya hanya menjawab sebentar, mungkin ayah Tias sambil mengecek barang – barang yang berada di lantai dua.


Karena terlalu lama, Tiaspun kemudian menyusul ke lantai dua dimana ayahnya berada, dan sesampainya di sana, ternyata ayahnya sedang asik melihat atau mengecek isi dari kotak yang belum dibuka, memastikan kalau semua barang sudah berada disini, jadi tidak perlu untuk kembali lagi ke kontrakan lama karena ada yang tertinggal.


“Ih ayah nih, udah ayo turun dulu, aku udah lapar lho, malah asik ngecek barang, kan bisa nanti” dengan sedikit kesal Tias meraih tangan ayahnya untuk segera turun kebawah.


“hehe iya, iya, ayo kita turun, ini ayah nyalain lampu sekalian, kayaknya mau ujan besar soalnya makanya gelap banget” ucap ayahnya sambil meraih saklar lampu dan menyalakannya.


Setelah itupun Tias turun bersama ayahnya menuju kearah meja makan, disana ibu Tias sudah menunggu sambil menonton TV yang kebetulan televisi masih bisa terlihat dari meja makan, Tias dan ayahnya pun kemudian duduk dikursi meja makan dan langsung menyantab makanan yang sudah tersaji.


Obrolan meja makan tak pernah mereka lewatkan, suasana keakraban mereka menandakan keluarga yang sangat harmonis, suasana hangat sangat nampak pada keluarga Tias ini, namun saat sedang asiknya ngobrol sambil menyantab makanan yang sudah dibeli tadi, hujan deraspun akhirnya turun, langit gelap sudah tidak bisa membendung volume air yang ditampungnya.


Suara gemricik air hujan beradu dengan genteng rumah terdengar sangat keras, angin berhembus dengan cukup kencang terlihat dari jendela yang menampakan dedaunan bergoyang dengan cepat karena tertiup angin.


Karena curah hujan yang cukup besar, ditambah petir mulai bergelegar di langit, TV yang tadinya menyala, terpaksa harus dimatikan karena takutnya TV itu akan tersambar petir, dan benar saja tak berselang lama setelah TV itu dimatikan oleh ibu Tias, “DIIIAARRR” suara petir menggelegar seolah tepat berada diatas rumah mereka, listrikpun padam, membuat rumah menjadi sedikit gelap karena masih ada cahaya yang masuk dari jendela.


Karena lampu padam, ibu Tias langsung berinisiatif mencari lilin untuk menerangi meja makan, soalnya tidak nyaman apabila makan namun dalam kondisi minim cahaya, disaat bersamaan dari arah lantai dua, tiba – tiba .....
Diubah oleh afryan015 12-03-2024 13:55
iwena
miftah9898
bebyzha
bebyzha dan 25 lainnya memberi reputasi
26
4.9K
240
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#49
Bab 14

Pintu yang hendak di buka oleh Tias ternyata sudah tidak bisa dibuka, pintu itu seolah terkunci dari luar, padahal tidak ada bunyi yang menandakan pintu itu dikunci, beberapa kali Tias mencoba untuk membuka pintu itu namun hasilnya tetap saja nihil, pintu itu sama sekali tidak bergerap walau sempat Tias memukul mukul pintu itu, yang ada hanya tangan Tias yang justru malah kesakitan karena yang dirasakannya adalah pintu itu keras, sekeras beton.


Dengan nada memelas Tias terus menerus meminta pelayannya untuk membukakan pintu itu, dia ingin sekali mengetahui apa yang sebenarnya terjadi disini, dia sangat butuh penjelasan itu dari ibunya, ditambah lagi sosok ayah nya sama sekali tidak ada kabar.


Setelah beberapa saat Tias merasa lelah untuk meminta dikeluarkan dari dalam kamarnya ini, dia lantas menyerah dan berbaring diatas kasurnya sambil memikirkan hal hal aneh yang terus dialaminya selama ini, ditambah dia berjumpa dengan seorang wanita yang mengaku bernama Shinta ingin menolongnya, Tias sama sekali masih bingung dengan maksud sosok bernama Shinta itu mau menolongnya, dalam benaknya sebenarnya sosok Shinta itu mau menolongnya dari apa, sedangkan dia hidup bersama dengan ibunya yang jelas pasti tidak akan melukainya, hanya saja satu yang Tias merasa aneh yaitu dua pelayannya, walaupun notabene mereka adalah orang yang dimintai bantuan oleh orang tua Tias khususnya ibu Tias, namun tatapan dari pelayannya itu kepada ibu Tias sangat tidak biasa, dan apabila ibu Tias berpapasan atau dalam satu ruangan dengan para pelayan, Ibu Tias sama sekali tidak berani menatap kearah mereka, dan pasti hanya tertunduk, hal itu baru disadari Tias, setelah mengingat ingat kejadian aneh yang selama ini terus dialaminya.


Dalam pikiran Tias terus diserang dengan banyak pertanyaan, dari apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana bisa orang tuanya tiba tiba mempunyai rumah sebesar ini, kenapa ayahnya tidak ada kabar dan pergi pun tanpa pamit padanya, ditambah lagi soal ucapan menyebut Asma-Nya sama sekali tidak boleh diucapkan disini.


Penat dengan pertanyaanya sendiri ditambah sama sekali tidak menemukan jawaban dan juga tidak ada siapapun yang bisa dia tanyai untuk menemukan jawaban itu, oleh sebab itu dia akhirnya bangkit dari kasurnya dan menghapus air mata yang ternyata tak terasa sudah mengalir, dia kemudian berjalan menuju kamar mandi didalam kamarnya dan berniat untuk mengambil air wudhu dan selepas itu dia ingin mengerjakan Sholat, berharap dengan mengerjakan Sholat dan mengadu pada Sang Pencipta, Tias bisa menemukan jawaban itu.


Tias berjalan menuju kearah keran yang berada diwastafel tak jauh dari bathup yang berada sekitar satu meter, dia berniat mengambil air wudhu di wastafel itu karena tidak ada keran yang dikhususkan untuk berwudhu seperti dirumahnya yang lama.


Saat Tias menyalakan keran itu, tidak ada air keluar sama sekali yang ada hanyalah suara angin yang sepertinya terdorong oleng air yang merangsak masuk seolah air baru saja mengalir di pipa atau keran ini, beberapa sentakan udara dari keran itu sempat mengagetkan Tias hingga tanpa sadar dia mengucap…


“Astaghfirullah…” ucap Tias yang terkejut karena hentakan udara dari dalam keran itu.


Samar samar dari dalam keran mulai terdengar suara air beradu dengan udara yang terus merangsak keluar melewati keran, dan tak lama setelah itu, semburan air perlahan mulai keluar walau masih didesak oleh angin yang mungkin belum habis didalam pipa itu.


Dan akhirnya air itu pun mulai mengucur dari keran itu cukup deras hanya saja airnya tidak sebening biasanya, air yang keluar dari keran itu berwara sedikit keruh bercampur dengan pasir pasir halus yang mungkin terbawa dari dalam pipa itu, dan karena hal itu Tias menunggu beberapa saat berharap air itu berubah menjadi air jernih sambil menunggu juga pasir pasir halus itu keluar semua, dan setelah beberapa saat memang pasir itu sudah berhenti keluar namun warna dari air yang keluar belum juga bersih.


“Apa masih ada perbaikan pipa PDAM ya makanya air jadi agak keruh” gerutu Tias sambil memainkan air keruh yang keluar dari keran itu.


Semakin lama dia menunggu air itu belum juga menjadi jernih, Tias berfikir mungkin tidak apa apa untuk berwudhu dengan air itu, karena mau bagaimana lagi air yang ada hanya air keran itu.


Tias kemudian memulai Wudhunya dengan membasuh kedua tangannya, dan saat dia akan berkumur, air yang sebelumnya sudah ditampung pada tangannya kemudian ia dekatkan pada mulut untuk berkumur, namun disaat itu Tias mendadak mual dengan aroma yang ada pada air tersebut, air keruh itu ternyata memiliki bau yang cukup untuk membuat orang muntah muntah, aroma anyir ditambah seperti ada aroma bangkai tikus jelas tercium dari air itu.


Tias sebisa mungkin menahan rasa mualnya, tetapi karena aroma yang diciumnya cukup dekat dan terlanjur terhirup masuk kedalam paru parunya membuat Tias terus merasakan aruma tersebut, dan terpaksa walaupun dengan kuat Tias menahan rasa mualnya, tapi yang ada dalam perut Tias terus merangsak keluar ingin dimuntahan, dan akhirnya Tias pun muntah muntah karena bau itu.


“Astaghfirullah, bau apa ini, kenapa begitu menyengat” Ucap Tias sambil tertunduk mengelap mulutnya yang baru saja muntah.


Dan saat Tias mengucap kata itu, dari pintu kamarnya terdengar suara gebrakan pintu yang seolah mengingatkan Tias tidak boleh mengucapkan kata itu.


Masih dalam rasa mualnya ditambah kini dia dikagetkan dengan suara gebrakan pintu dari luar kamarnya, Tias melirik kearah pintu kamar sambil menutup mulutnya, dia tidak ingin dimarahi hanya karena mengucap istighfar.


Suara gebrakan pintu itu hanya terdengar satu kali dan setelah itu tidak ada gebrakan yang lain, Tias tak mau ambil pusing dengan gebrakan pintu itu yang sudah pasti dilakukan oleh pelayannya, selepas itu Tias kemudian masih tetap ingin mencoba berwudhu hanya saja kini dia menggunakan keran yang ada di bathup yang pastinya lebih mudah.


Tias pun kemudian menyalakan keran di bathup itu sambil mengusap usap wajahnya untuk menenangkan dirinya sendiri sekaligus membersihkan keringat dan sedikit air mata yang keluar karena aroa menyengat tadi, suara air sudah mengucur dengan deras dan tangan Tias sudah siap untuk menampung air itu untuk mulai berwudhu, namun saat mata Tias terbuka alangkah kagetnya karena apa yang keluar dari keran itu bukanlah air bersih nan segar, tapi cairan berwarna merah pekat ditambah bau anyir yang semakin kuat.


Melihat apa yang keluar dari keran tidak sesuai apa yang seharusnya, Tias langsung terperanjat dan terpeleset karena bathup yang licin.


“Ya ALLAH, Ayaaaahhhhh” Tias sepontan menyebut dan memanggil ayahnya sambil mencari pegangan supaya tidak terjatuh, namun tangannya yang mencoba meraih sesuatu yang berada disekitarnya tidak menemukan benda untuk dijadikan pegangan.


Al Hasil, Tias terjatuh dan kepalanya sempat menghantap pinggiran bathup dan membuat kepala Tias benar benar kesakitan, dan badannya basah oleh darah yang mengucur keluar dari keran itu.


Dan disaat itu juga, suara gebrakan pintu terdengar lagi, dan kali ini tidak hanya sekali melainkan berulang kali, jendela jendela pun juka memberikan respon yang sama, terdengar suara kaca dan kayu saling beradu yang membuat suasana didalam kamar Tias begitu gaduh.


Tias yang barusaja terpeleset di bathup kemudian mencoba berdiri sambil memegangi kepalanya dan perlahan dengan sempoyongan Tias mencoba untuk keluar rasa tangis dalam benaknya seakan tidak bisa lagi dibendung dia sudah lelah dengan kejadian aneh disekitarnya.


Dia keluar dari kamar mandi sambil memanggil ibu dan ayahnya, kepala yang masih terasa sakit tetap dia pegangi untuk sedikit mengurangi rasa sakit itu, setelah berhasil keluar dari kamar mandi Tias kemudian langsung menuju kearah pintu untuk mencoba keluar lagi, namun pintu itu masih tetap saja tidak bisa dibuka, Tias tak patah semangat dan terus menggedor pintu sambil memanggil Ibunya supaya bisa menolongnya, dan disaat itu juga dari belakang Tias terengar….


“Mulane nduk, nek wes diomongi ojo nyebut kalimat kuwi, yo ojo dilakoni” dengan nada halus suara itu muncul tiba tiba dibelakang Tias.


(Makanya, kalau sudah dibilangi jangan nyebut kalimat itu, ya jangan dilakukan)


Karena terkejut dengan datangnya suara itu, Tias langsung membalikan badannya dan langsung mencari sumber suara tersebut, dan saat ditegaskan oleh mata Tias, ternyata salah satu pelayannya sudah berada didalam kamarnya sedang menutup jendela kamar Tias dan merapikan Gordennya.


Dengan rasa takut Tias mencoba bertanya pada sosok pelayannya itu


“Mbak sejak kapan disitu, dan sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi sih mbak?” tanya Tias dengan nada ketakutan.


“Uwes nduk ra usah dipikir yo, wes urep neng kene wae ra usah di eling – eling sek mbien, urepmu wes penak ning umah iki” sambil terus merapikan barang barang dikamar Tias, pelayannya itu menjawab pertanyaan Tias.


(Sudah nduk, nggak usah dipikirin ya, udah hidup disini saja nggak usah diingat ingat yang dulu, hidupmu sidah enak di rumah ini)


“Nggak, ibu mana mbak, aku mau ketemu ibu, aku mau minta ibu buat balik ketempat yang dulu saja, walaupun rumah yang dulu sudah tidak ada, aku mau hidup di tempat yang dulu sebelum kita pindah ke kota ini” ucap Tias dengan rasa takut namun ingin marah.


Sosok pelayan itu pun tiba tiba menghentikan aktifitasnya merapikan barang barang disana, dan tiba tiba dengan cepat berbalik arah dan dengan cepat pula bergerak mendekat kearah Tias, Tias yang Merasa takut dengan pergerakan tiba – tiba itu dan sudah jelas bukan selayaknya orang pada umumnya, dan membuat sosok pelayannya langsung berada dihadapan Tias padahal harusnya dengan jarak awal antara dia dan pelayannya adalah sekitar lima meter, tidak akan secepat itu manusia biasa bisa berpindah.


Setelah Tiba tiba pelayan itu berada didepannya, tangan pelayan Tias kemudian mengusap lembus dengan senyum menyeringai dan berkata


“Ibu mu wes betah neng kene nduk, wes tenangno atimu nengkene” ucap pelayan itu membelai rambut Tias.


(Ibu mu sudah betah disini nduk, sudah tenangkan hatimu disini saja)


Saat pelayan itu sedang berbicara pada Tias, pintu kamarnya kemudian terbuka, sosok ibunya membuka pintu itu dari luar kamarnya, Tias yang melihat ibunya langsung memeluk ibunya dan merengek meminta untuk keluar dari rumah ini, dia ingin ke rumah lamanya, dan dia juga meminta untuk segera bertemu dengan ayahnya, Tias merasa selama ayahnya tidak terlihat, Tias seperti kehilangan orang yang menjaganya dari bahaya.


“Buu, kita pergi kerumah kita yang dulu saja bu, Tias nggak mau tinggal disini” ucap Tias sambil merengak.


Ibu Tias seolah memberikan kode pada pelayannya untuk segera keluar dari kamar Tias, dan karena Tias mengetahui ibunya sedang meminta pelayannya untuk keluar, Tias sempat melihat pelayan itu yang ternyata memang benar belayan itu memberikan ekspresi angkuh pada ibunya, dan ibu Tias sendiri setelah memberi kode pada pelayannya langsung tertunduk dan langsung berlagak mengembelai rambut Tias.


“Kamu kenapa yas, kok tiba tiba seperti ini sih?” tanya ibu Tias sambil membelai rambut Tias.


Pelayan itu kemudian berjalan keluar melewati Tias dan ibunya yang berdiri didepan pintu itu, tampang dari pelayan itu terlihat terus melirik kearah Tias dan ibunya sambil terus berlalu pergi.


“Sebenarnya siapa pelayan itu bu, dan kita ini sebenarnya ada dimana sih, aku selalu mengalami hal aneh terus selama menempati rumah ini, aku ingin kerumah yang dulu bu!!” ucap Tias bertanya dan terus meminta untuk kembali ke rumah yang lama.


“Mereka itu ya pelayan kita Yas, siapa lagi? Kalau kamu mau pindah ke rumah yang lama jelas tidak bisa, kan rumahnya sudah dirobohin” ucap Ibu Tias dengan ramahnya.


“Kalau mereka benar pelayan kita, kenapa ekspresi atau gerak gerik ibu selalu menunduk seolah takut pada mereka bu, sekali lagi aku minta kita pindah dari sini, Tias nggak mau disini bu” ucap Tias mendesak ibunya sembari terus memaksa untuk pindah.


“Sudah cukup Yas, mau sampai kapan kamu terus merengek seperti anak kecil, cukup sekarang kamu masuk kedalam kamar, ibu akan kunci kamu dikamar biar kamu bisa betah didalam sana” ucap ibu Tias melepas pelukannya dan langsung mendorong Tias masuk kedalam kamar.


“Nggak bu, aku nggak mau di kunciin di dalam kamar, aku takut bu, kenapa setelah pindah dirumah ini aku selalu diperlakukan kasar sama ibu, aku mau ibuku yang dulu, ibu yang selalu sayang sama aku, ibu sekarang terlihat seperti orang lain!!” ucap Tias meronta tak mau di kurung.


“IYA, MEMANG AKU BUKAN IBUMU, SUDAH SANA MASUK KAMAR DAN DIAM DISANA!!” ucap ibu Tias yang setelah mengatakan hal itu menunjukan gelagat bingung mungkin karena reflek mengatakan hal itu.


Sementara Tias mendengar perkataan ibunya itu, hanya bisa diam karena terkejut dengan apa yang terucap dari sosok ibu yang dia sayang itu, Pintu kamar tertutup dengan sangat keras dan kemudian terdengar suara tanda pintu itu dikunci dari luar.


Tak terasa air mata Tias keluar begitu saja dan mengalir membasahi pipinya, sambil menahan tangis dan terus mengusap air mata yang keluar dari matanya, Tias berjalan mundur menuju ke kasurnya, dalam benaknya kembali muncul perasaan perasaan aneh dan teringat tentang omongan lelaki separuh baya dan sosok wanita bernama Shinta.


Dengan sesenggukan Tias berusaha menghentikan tangisannya, dan entah kenapa disaat itu dia terfikir untuk melihat kearah jendela kamar, dalam hatinya muncul rasa ingin melihat keluar dari jendela itu setidaknya mungkin bisa melegakan perasaannya.


Perlahan Tias kemudian beangkit dan berjalan menuju jendela kamarnya itu, dibukalah gorden yang menutupi jendela itu lalu kemudian Tias membuka jendela itu yang ternyata diluar sudahlah gelap, terlihat bintang dan bulan sabit yang menghiasi langit malam itu, namun yang aneh suasana malam ini tidak seperti biasanya, langit dimalam itu terlihat seperti memancarkan warna kemerahan terlihat dari sinar bintang dan bulan yang terlihat.


Ditambah Lagi Tias baru menyadari bahwa disebrang kamarnya ternyata adalah jurang yang begitu terjal, dan setelah jurang itu terbetang banyak pepohonan yang sudah sangat jelas itu adalah sebuah Hutan, mata Tias menelusuri panjang dari Hutan dan Jurang itu, tampang keheranan Tias tak dapat disembunyikan, pasalnya dia benar benar sadar kalau selama dia pindah rumah itu bukan di daerah pedesaan melainkan di daerah kota, tidak mungkin akan ada jurang sedalam itu dan hutan seluas itu.


Tias kemudian mengingat kata kata dari lelaki paruh baya itu dan sosok wanita bernama Shinta, bahwa dia tidak seharusnya berada disini, dia tak seharusnya tinggal ditempat ini, Tias benar benar sadar kalau ini bukanlah tempat nya.


“Tidak, ini benar benar tidak beres, aku sebenarnya berada dimana” dalam hatinya dia bertanya.


“Aku ingin bertemu dengan wanita itu, aku ingin bertemu dengan Mbak Shinta, aku mau menanyakan semua pada dia, sebenarnya aku berada dimana, aku yakin dia bisa menjelaskan” ucap nya dalam hati dengan sangat yakin.


Namun Tias memiliki beberapa kendala, dia tidak tahu harus bertemu dengan Shinta dimana, dia juga harus bisa keluar terlebih dahulu dari kamar itu untuk selanjutnya lari keluar dari rumah ini.


Tias kemudian menuju kepintu kamarnya dan mencoba berbagai cara untuk membuka pintu itu, mulai dari mendobrak, memanggil ibunya, memanggil pelayannya, dan terus menggedor gedor pintu supaya dibukakan, namun semua usahanya itu nihil tidak membuahkan hasil. Dan disaat itu, dari arah jendela kamarnya terdengar suara…..
merlianarian457
aguzblackrx
pulaukapok
pulaukapok dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.