Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

afryan015Avatar border
TS
afryan015
AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
     AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
Bab 1


“Bu pokoknya Tias maunya kamar di lantai dua ya, sepertinya disana kamarnya nyaman” ucap Tias kepada Ibunya.


“Iya terserah kamu, yang penting kita pindahkan dulu barang bawaan kita ini kedalam, dan nanti kita tata semua bersama sama biar cepat selesai” ucap ibunya sambil melangkah kedalam rumah membawa kardus berisi barang dari rumah lama.


“Pokoknya terserahkamu saja yas, yang penting kamu nyaman tinggal disini, apa lagi di lantai dua ada tempat yang bisa kamu gunakan buat ngerjain pekerjaan kamu kan” imbuh ayah Tiyas yang sedang menurunkan barang – barang dari mobil bak yang membawa perabotan rumah mereka.


Tias dan keluarganya baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, karena rumah kontrakan mereka yang lama sudah tidak bisa diperpanjang lagi, dan hari ini mereka mulai memindahkan perabotan rumah ke kontrakan yang baru.


Ayah Tias merasa beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang murah dengan luas rumah yang cukup lega dibandingkan dengan kontrakan sebelumnya, ditambah lagi halaman yang juga luas, apalagi kontrakan yang sekarang memiliki dua lantai, dimana dilantai satu memiliki fitur, satu ruang tamu, dua kamar dengan salah satunya kamar utama, satu kamar mandi, satu dapur, satu ruang keluarga yang terbilang cukup luas dan halaman belakang yang terbilang cukup luas untuk menjemur pakaian, sedangkan untuk di lantai dua memiliki firur satu kamar dengan balkon, satu ruangan yang cukup untuk digunakan bersantai atau digunakan sebagai ruang kerja, dan satu kamar mandi, dengan fasilitas seperti itu Ayah Tias mendapatkan harga yang cukup terjangkau, dan rumah itu pun belum lama ditinggalkan oleh penyewa sebelumnya.


Tias membantu orang tuanya membawa masuk barang barang yang berada diluar untuk dimasukan kedalam rumah, satu persatu box kardus mulai dibuka dan dikeluarkan isinya untuk ditata pada tempat yang mereka inginkan, suasana riang keluarga kecil itu terdengar saat mereka sedang beristirahat disiang hari untuk melepas lelah karena sejak pagi berberes dan menata rumah.


“Hahaha, Apa lagi waktu Tias masih kecil ya yah, manjanya bukan main, dikit dikit buk, dikit dikit buk, sampe mau beol aja harus ada ibu, pernah waktu itu ibu di panggil Tias yang katanya mau beol tapi ibu lagi repot masak, bukannya pergi ke WC sendiri malah lompat – lompat kecil dibelakang ibu sambil sambil megangin pantat haha” ucap ibu Tias bercerita sambil terkakak.


“Ah ibu ah, itu kan dulu waktu aku kecil bu, sekarang kan udah nggak” dengan wajah cemberut menahan malu Tias protes pada ibunya.


“Haha terus yah, pas mau ibu angkat Tias buat dibawa ke WC, eh dia malah nangis sambil bilang, udah keluar bu, ahahaha” ucap ibu Tias tidak bisa menahan tawanya.


“Haha, namanya juga masih kecil ya yas, sini nggak usah cemberut, sini ayah cium” ucap ayah Tias membujuknya supaya tidak cemberut.


“Ah ibu tuh, sukanya ngejek aku terus” sambil mendepet ayahnya seolah mengadu.


“Udah nggak papa, eh tapi kok bau apa gitu ya ada yang aneh, kamu nggak beol kan yas?” ucap ayah Tias menggodanya.


“Ah ayah ih, sama aja, nggak lah aku udah bukan anak kecil lagi, ah udah ah aku mau keatas dulu ngerapiin kamar aku” sambil melepaskan pelukan ayahnya, Tias lantas bangkit dari posisi duduknya dan langsung melangkah ke lantai dua dengan menutup wajahnya karena tersipu malu namun gengsi untuk menunjukan pada kedua orang tuanya.


“ih ih ih cemberut sambil cengar cengir itu, nggak usah di tutupin, ibu udah liat kok haha” ucap ibu Tias menggoda.


“Haha, jangan kelamaan ya Yas, habis ini kita keluar buat makan, nanti kalo ayah panggil turun ya” ucap ayah Tias.


“Iya yah” ucap Tias singkat.


Setelah sampai di lantai dua, Tias mengambil beberapa kardus yang berada di ruangan yang sepertinya akan digunakan Tias sebagai tempat bersantai sekalikus beraktifitas, satu box kardus diraihnya untuk kemudian diletakan didalam kamar yang akan ditempatinya, box kardus itu kemuda dibukanya dan dikeluarkannya lah isi – isi didalamnya kemudian diletakan di atas kasur yang sebelumnya sudah ditata bersama dengan ayahnya, beberapa box yang isinya merupakan barang barang milik Tias sudah terbuka, dan satu persatu ditata pada tempatnya, seperti pakaian, buku buku dan lainnya ditata dengan sangat cekatan oleh Tias, dan tidak lupa gorden penutup jendela pun dia pasang, setelah dirasa lelah, Tias memutuskan untuk berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum nyelesaikan menata barang yang masih tergeletak bukan pada tempatnya.


Teringat dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan pergi makan siang diluar, lantas Tias menuju ke arah anak tangga lalu bertanya dengan nada yang kencang supaya orang tuanya di bawah mendengar.


“Yah? mau keluar makan siangnya jam berapa?” ucap Tias berteriak dari lantai dua.


“Sebentar lagi ya, ini masih tanggung beresin ruang tengah, biar nanti bisa buat santai dulu, soalnya nggak bakal selesai satu hari ini” ucap ayah Tias menjawab dari bawah.


“Oh ya udah yah, aku dikamar ya, mau istirahat sebentar, capek banget, nanti kalau mau berangkat panggil aku jangan ditinggal” ucap Tias membalas jawaban dari ayahnya.


“Iya tenang aja, sana istirahat dulu” dengan suara sambil membersihkan dan menata ruangan ayahnya menjawab.


Tias pun kembali kedalam kamarnya dan langsung mengarah ke kasur yang sepertinya terlihat sangat nyaman untuk ditiduri sebentar, “Bruughhh” suara tubuh Tias beradu dengan kasur umpuk terdengar saat Tias menjatuhkan dirinya dalam kondisi terlentang.


“Hmmhhh nyamannya, rasanya enak banget” ucap Tias berbicara sendiri sembari tangannya merangsak masuk kedalam saku celananya untuk meraih ponsel yang dia simpan disaku.


Tias dengan asiknya mengadu ibu jarinya dengan ponselnya untuk membuka beberapa informasi dan hal hal menarik lainnya yang bisa dia kases dari dalam ponselnya itu, semua aplikasi Novel kemudian dia buka untuk melanjutkan bacaan yang sebelumnya belum selesai dia baca.


Tak lama setelah dia asik membaca Novel dari ponselnya, tiba – tiba mata yang sedang asik memandang layar ponsel itu menjadi sedikit berat untuk membuka matanya, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang Tias, maklum lah karena merasa lelah setelah dari pagi hingga siang ini dia terus berberes rumah baru alisa pindahan, dan tanpa sadar ponsel itu pun terlepas dari genggaman tangan Tias yang akhirnya ponsel itu harus beradu dengan wajahnya.


“Aduh, sakit, sakit” sambil menggosok wajahnya untuk meredakan rasa sakit akibat hantaman ponsel itu, Tias kemudian merubah posisi nya menjadi miring kesamping dan berbicara pada batinnya “mungkin tidur sebentar nggak papa kali ya, kan ibu sama ayah masih bersih bersih”. tak perlu waktu lama akhirnya Tias pun terlelap dalam tidurnya karena kelelahan.


“srek, srek, skrek” suara sapu bergesekan dengan lantai terdengar di luar kamarnya, Tias berfikir itu adalah orang tuanya yang sedang membersihkan ruangan yang berada di depan kamarnya itu, karena memang ruangan itu belum dibersihkan karena masih digunakan untuk meletakan barang – barang yang akan ditata di lantai dua ini.


“Bu, udah siap belum, kita mau keluar jam berapa” dengan keadaan masih terpejam Tias berkata.


“......” namun sama sekali tidak ada jawaban dari luar kamarnya.


“Bu, ih jawab lah, aku udah lapar ini” ucap Tias sedikit kesal.


“......” namun kembali lagi pertanyaan yang di ucapkan Tias sama sekali tidak mendapat jawaban dari ibunya.


Karena tidak mendapat jawaban, Tias pun kemudian membuka matanya dan ternyata saat dia membuka matanya kondisi kamarnya sudah sedikit gelap karena adanya awan mendung diluar rumah yang menandakan akan turun hujan, melihat hal itu, Tias kemudian bergegas keluar kamar dan menghampiri suara itu, dan saat sampai diluar kamar, Tias tidak mendapati ibunya berada disana, hanya ada sapu yang bersadar pada tembok dengan bagian sisinya terdapat kotoran yang sudah terkumpul.


“Duk duk duk” suara langkah kaki terengar menuruni anak tangga menuju ke lantai satu, Tias kemudian segera mengejar kearah suara langkah kaki itu sambil bertanya “bu, kapan kita keluarnya ini? keburu hujan lho” namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab, Tias melihat dari atas lanti dua bahwa ibunya itu turun dan berjalan menuju kearah dapur, karena merasa kesal tidak mendapat jawaban dan dicueki oleh ibunya, Tias kemudian mencoba untuk bertanya pada ayahnya, walaupun dia belum melihat ayahnya berada disana.


“Yah, kapan kita mau keluar buat makan, keburu hujan nih” Tias berkata sambil berjalan turun dan mengikuti ibunya.


Namun hal sama juga terjadi, tidak ada tanggapan atau jawaban dari ayahnya, yang mungkin memang sedang tidak berada disana, karena saat Tias sampai di lantai bawah pun, dia tidak melihat adanya sosok ayahnya disana, yang ada hanya keheningan rumah tanpa adanya aktifitas, namun sosok ibu Tias masih terlihat sedikit berbelok kearah salah satu sudut di ruang dapur, hingga akhirnya dia tidak melihat sosok ibunya lagi, dan karena butuh jawaban diapun mengejar ibunya ke dapur, berharap kalau dia bertanya secara langsung dengan jarak dekat akan langsung direspon.


Setelah Tias berjalan ke arah dapur, kini dia terkejut karena tidak mendapati ada seorangpun yang berada disana, padahal dia jelas jelas melihat kalau ibunya berjalan menuju kearah dapur ini, wajah bingung terlihat jelas pada raut muka Tias, otaknya seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dia liat, hal itu membuatnya berdiri mematung sambil memikirkannya.


Namun tak berselang lama, suara motor terdengar dari depan rumah dan berhenti disana, mendengar saura motor itu, Tias kemudian tersadar dari lamunanya karena memikirkan sosok yang tadi dia lihat, Tias kemudian berjalan menuju ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.


“Ceklek, ceklek” suara kunci pintu dibuka dari luar rumah.


“Assalamu’alaikum, buruan masuk yah, itu jangan lupa makanannya dibawa masuk, cepetan yah, keburu ujan nih, laper juga” ucap ibu Tias meminta suaminya untuk cepat masuk membawa makanan yang baru saja mereka beli.


“Wa’alaikum salam, loh ibu dari mana sama ayah?” tanya Tias keheranan melihat orang tuanya datang dari luar rumah.


“Ini, baru aja beli makanan buat kita makan siang, maaf ya kelamaan, abisnya lumayan antri tadi dipenjual nasi padangnya, kayaknya sih enak soalnya antri” ucap ibu Tias sambil membawa makanan yang baru saja diberikan ayah Tias padanya untuk segera dihidangkan.


“Loh ayah sama ibu udah dari tadi keluar, kok nggak bangunin aku sih?” dengan nada kesal Tias merajuk pada orang tuanya.


“Nggak tega ayah mau bangunin kamu yas, soalnya dari cara tidurmu kayaknya kamu capek banget, jadi ayah putusin buat biarin kamu tidur dan ayah sama ibu beli makanan buat dibungkus” sambil mengelus kepala Tias, ayahnya berlalu melewatinya.


“Jadi dari tadi aku sendirian dirumah?” tanya Tias pad orang tuanya.


“Iya, maaf ya, udah sekarang yang penting kita makan dulu, ini ibu siapun dulu ya di meja makan, eh iya ayah, tolong tutupi jendela balkon lantai dua ya, soalnya mau hujan, takut airnya nanti masuk kerumah” ucap ibu Tias.


Dengan ekspresi bingungnya, Tias hanya bisa terdiam, dia masih memikirkan sosok yang dia lihat tadi saat turun dari lantai dua, karena apa yang dia lihat itu perwujudannya sangat mirip dengan sosok ibunya.


Tidak mau berfikir macam – macam, Tias berusaha bersikap positif dan beranggapan apa yang dia lihat itu tidak benar, mungkin karena efek dari bangun tidur dimana nyawanya belum kembali seutuhnya.


Tias juga tidak menceritakan hal tersebut pada orang tuanya, dia tidak mau dianggap penakut oleh kedua orang tuanya, apalagi rumah ini baru saja akan dia tempati, tidak mungkin karena menganggap hal seperti itu serius membuatnya menjadi takut untuk tinggal disini.


Mencoba untuk melupakan hal yang baru saja dia lihat, Tias kemudian menyusul ibunya kedapur untuk menyiapkan makanan yang sudah dibeli tadi, sambil menyiapkan makanan, Tias terus melihat kesekeliling dapur, walaupun dalam pikirannya ingin melupakan hal tadi, namun bayangan itu terus muncul didalam otaknya, dengan kata lain otaknya masih belum menerima hal yang masih belum bisa masuk kedalam akal, karena Tias merasa setelah dia bangun tidur, dia merasa sudah sadar sepenuhnya.


Setelah semua makanan siap untuk disajikan, Tias diminta oleh ibunya untuk memanggil ayahnya turun kebawah supaya mereka bisa makan bersama, beberapa kali Tias mencoba memanggil dari arah tangga menuju lantai dua, ayahnya hanya menjawab sebentar, mungkin ayah Tias sambil mengecek barang – barang yang berada di lantai dua.


Karena terlalu lama, Tiaspun kemudian menyusul ke lantai dua dimana ayahnya berada, dan sesampainya di sana, ternyata ayahnya sedang asik melihat atau mengecek isi dari kotak yang belum dibuka, memastikan kalau semua barang sudah berada disini, jadi tidak perlu untuk kembali lagi ke kontrakan lama karena ada yang tertinggal.


“Ih ayah nih, udah ayo turun dulu, aku udah lapar lho, malah asik ngecek barang, kan bisa nanti” dengan sedikit kesal Tias meraih tangan ayahnya untuk segera turun kebawah.


“hehe iya, iya, ayo kita turun, ini ayah nyalain lampu sekalian, kayaknya mau ujan besar soalnya makanya gelap banget” ucap ayahnya sambil meraih saklar lampu dan menyalakannya.


Setelah itupun Tias turun bersama ayahnya menuju kearah meja makan, disana ibu Tias sudah menunggu sambil menonton TV yang kebetulan televisi masih bisa terlihat dari meja makan, Tias dan ayahnya pun kemudian duduk dikursi meja makan dan langsung menyantab makanan yang sudah tersaji.


Obrolan meja makan tak pernah mereka lewatkan, suasana keakraban mereka menandakan keluarga yang sangat harmonis, suasana hangat sangat nampak pada keluarga Tias ini, namun saat sedang asiknya ngobrol sambil menyantab makanan yang sudah dibeli tadi, hujan deraspun akhirnya turun, langit gelap sudah tidak bisa membendung volume air yang ditampungnya.


Suara gemricik air hujan beradu dengan genteng rumah terdengar sangat keras, angin berhembus dengan cukup kencang terlihat dari jendela yang menampakan dedaunan bergoyang dengan cepat karena tertiup angin.


Karena curah hujan yang cukup besar, ditambah petir mulai bergelegar di langit, TV yang tadinya menyala, terpaksa harus dimatikan karena takutnya TV itu akan tersambar petir, dan benar saja tak berselang lama setelah TV itu dimatikan oleh ibu Tias, “DIIIAARRR” suara petir menggelegar seolah tepat berada diatas rumah mereka, listrikpun padam, membuat rumah menjadi sedikit gelap karena masih ada cahaya yang masuk dari jendela.


Karena lampu padam, ibu Tias langsung berinisiatif mencari lilin untuk menerangi meja makan, soalnya tidak nyaman apabila makan namun dalam kondisi minim cahaya, disaat bersamaan dari arah lantai dua, tiba – tiba .....
Diubah oleh afryan015 12-03-2024 13:55
imron444
delet3
scorpiou
scorpiou dan 28 lainnya memberi reputasi
29
6.9K
309
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#43
Bab 12

Singkat cerita kita bawa Tias masuk kedalam sebuah Gazebo yang biasa digunakan oleh pak Harjo untuk mengobati orang yang datang kepadanya, sesampainya disana pak Harjo sudah siap dengan air yang dia sediakan di sebuah cawan putih.


“Gletakno kene yan, Ya Allah kondisine kok wes ngene iki yo, rodo angel koyone kasus iki” ucap pak Harjo yang tidak tega melihat kondisi fisik maupun secara astral dari tubuh Tias.


(Letakan sini yan, Ya Allah Kondisinya kok sudah seperti iniya, sedikit susah sepertinya kasus ini).


“Nggih pak, pun kedangu niki, tapi nek umpami dipercepat bilih tasih saget selamet pak?” ucapku pada pak Harjo.


(Nggih pak, sudah terlalu lama ini, tapi mungkin kalau dipercepat masih bisa selamat ya pak?)


“Urusan urip karo mati kuwi mung gusti Allah sek ngerti, dewe mung bisane nglakoni yan, insyallah bocah iki selamet, pirang dino wingi aku sempet ketemu sukmane, dekne bingung ndi sek dunyo asli, ndi sek gawean setan setan kuwi” terang pak Harjo dan didengar semua orang yang disana.


(Urusan hidup dan mati itu hanya urusan gusti Allah yang tau, kita hanya bisa menjalankan yan, insyallah anak ini selamat, berapa hari lalu aku sempat bertemu dengan sukmanya, dia bingung mana yang dunia asli, mana yang buatan setan itu).


Orang tua Tias merasa terkejut dengan apa yang dikatakan oleh pak Harjo yang mengatakan bertemu dengan sukma Tias, pak Harjo juga menerangkan bahwa dia pernah mengajaknya untuk kembali ke diri asalnya namun karena Tias masih dalam keadaan bingung, dia menjadi enggan untuk ikut dengan pak Harjo, apalagi sosok makhluk yang mengganggu dan sering menggantikan posisi Tias selalu berkeliling disekitarnya tanpa Tias sadari.


Ini bukanlah gangguan sembarangan, karena yang mengganggu Tias ini ada banyak sekali, satu makhluk yang berada diluar tadi, dia yang bertugas untuk mengambil alih tubuh Tias dengan memperdaya ingatan makhluk itu yang masih menunggu sosok kekasih hatinya yang dia pikir masih hidup, kemudian ada dua sosok lagi yang kini sedang bersama dengan Tias, dimana dia kini sedang menjalankan lakon sebagai pembantu Tias di disana, dan itu bukanlah makhluk sembarangan, karena justru tingkatan jin itu lebih tinggi dari jin yang tadi ditarik oleh Shinta.


Mendengar penjelasan itu tiba – tiba Shinta dari arah belakangku menyeletuk.


“Kene ben tak ajar kabeh makhluk sek gawe sengsara wong sek ra ngerti opo – opo, gampang tak beresi” ucap Shinta disela sela penjelasan pak Harjo.


(Sini biar aku hajar semua makhluk yang buat sengsara orang yang tidak tau apa apa, mudah buat aku beresin)


Mendengar ucapan Shinta itu, pak Harjo hanya melirik kearah Shinta lalu menunduk dan berfokus pada Tias walau sebenarnya ada sedikit senyuman pada bibir pak Harjo setelah mendengar ucapan Shinta itu.


Walaupun begitu, Shinta yang melihat ekpsresi pak Harjo langsung tertunduk lesu, entah segan atau bagaimana dengan pak Harjo, tapi setelah itu Shinta jadi hanya terdiam saja sambil menunduk dan manyun.


“Nah tho Ta, makane ra usah asal ngejeplak kuwi tutuk e, gelagapan tho di lirik pak Harjo” ucapku sedikit tersenyum pada Shinta.


(Nah kan Ta, makanya nggak usah asal ngomong itu mulutnya, gelagapan kan dilirik pak Harjo).


“Ah koe iki yan, aku ra gelagapan, mung ra seneng karo aurane pak Harjo, aku segan” ucap Shinta yang kemudian bersembunyi dibalik bahuku sambil menunduk.


(Ah kamu ini yan, aku ngga gelagapan, Cuma aku nggak suka dengan auranya pak Harjo, aku segan).


Yah jangankan Shinta, aku saja sebenarnya segan dengan aura yang dipancarkan pak Harjo, dan begitu juga dengan makhluk makhluk yang berada disekitar sini pastinya, sebagai bukti saja, didalam Loji ini tidak ada sama sekali makhluk yang berani aneh aneh, dan tak banyak juga yang berani masuk kedalam Loji ini, namun kalau berada diluar, sudah dipastikan ada banyak sekali, seperti sosok yang mengganggu Tias, dia tidak berani masuk karena aura dari pak Harjo benar benar membuat down seluruh makhluk yang ada disekitarnya.


Setelah beberapa saat pak Harjo menatap dan mencoba menarik sukma Tias untuk dikembalikan ke tubuhnya, namun percobaan itu sama sekali tidak bisa karena sukma Tias disana masih dalam pengaruh jin jin kiriman itu, dia masih belum sadar dia berada dimana sebenarnya, dengan hal yang demikian, aku sempat terfikir apakah kasus ini akan memiliki ending yang sama dengan Salma saudaraku dulu, dimana dia tidak mau kembali dan akhirnya mau tidak mau kita harus merelakan dia pergi untuk selamanya.


Aku mencoba memastikan pemikiran ku itu pada pak Harjo, aku menanyakan apakah kemungkinan itu akan terjadi bila Tias tidak segera dikembalikan, dan jawaban dari pak Harjo ternyata sama dengan pemikiranku, karena akan kasihan tubuh Tias yang pastinya akan perlahan mengalami kerusakan, baik secara gizi maupun yang lainnya.


“Yan, iki sebenere kudu secepete diberesi, tapi aku ono masalah, pirang dino iki aku kudu neng nggon wong sek kasuse luweh parah seko iki, aku njaluk tolong koe sek nangani Tias, jaluk o rewang seko Jin mu kuwi lan sak bolo bolone, iki ra bakal sedelo, aku yo bakal suwe ngurusi pasien ku sek liane” terang pak Harjo yang membuatku terkejut karena harus menghandle kasus ini sendirian.


(Yan, ini sebenarnya harus cepat diberesi, tapi aku ada masalah, beberapa hari ini aku jug harus ke tempat orang yang kasusnya lebih parah dari ini, aku minta tolong sama kamu menangani kasus Tias, mintalah bantuan dari Jin mu itu dan semua temannya, ini nggak akan sebentar, aku juga akan lama mengurusi pasien ku yang lainnya).


“Tapi pak, nopo kulo saget, ngatasi masalah niki piambakan? Nopo kulo saget nyuwun tolong kalih mbah Margono?” tanyaku yang tidak percaya diri diberikan beban itu.


(Tapi pak, apa saya bisa, mengatasi masalah ini sendirian? Apa saya bisa minta tolong sama mbah Margono?)


“Kuwi terserah koe yan, tapi sebisa mungkin jajalen dewe, koe kudu biso, nanging nek wes mentok, undangen Margono ramasalah, sak ora orane, koe wes jajal sak maksimale koe” ucap pak Harjo.


(Itu terserah kamu yan, tapi sebisa mungkin coba sendiri, kamu harus bisa, tapi kalau sudah mentok, panggil saja Margono itu tidak masalah, setidaknya, kamu sudah mencoba semaksimalmu)


Setelah pembicaraan itu, pak Harjo memberikan Ritual pada tubuh Tias supaya apabila dia kemasukan lagi, dia tidak akan bertingkah ekstrim seperti sebelumnya, memang sengaja pak Harjo memberikan celah untuk sosok yang memasuki tubuh Tias itu bisa masuk, karena kita juga harus terus melacak dari mana asalnya sosok itu, dan aku diminta untuk setelah orang Tua Tias kembali kerumahnya paling tidak sehari setelahnya, aku harus melesat secara astral menuju kerumah mereka dengan bantuan Shinta, dan tak lupa pak Harjo juga meminta pada orang tua Tias untuk mempersiapkan kelapa muda hijau yang dipetik sendiri tanpa tersentuh tanah sebanyak delapan buah, dan nanti apabila sudah mendapatkan dimnta untuk meletakkannya diatas sajadah dan mengabari pak Harjo karena akan di tawasuli dari kediaman pak Harjo secara astral.


Singkat cerita pun setelah pak Harjo melakukan beberapa tindakan pada tubuh Tias, beberapa jam kemudian Tias dan keluarganya pun pulang kembali kerumah mereka, pak Harjo memintaku untuk terus meningkatkan amalanku yang masih dirasa kurang olehnya, dia mengingatkanku kalau Tias bergantung padaku, jangan sampai kasus yang terjadi pada Salma terulang lagi.


Mendapatkan beban yang hampir sama dengan yang dulu pernah aku alami, aku memiliki niatan suapaya hal itu tidak terulang lagi pada Tias, kasus pada Salma benar benar akan menjadi pendorong untuk ku bisa membawa sukma Tias pulang, apalagi ini kasusnya sedikit berbeda, apabila Salma itu bersangkutan dengan sosok jin penguasa disekitar pemukiman warga yang apabila salah langkah akan berefek pada warga sekitar makanya saat itu kita lebih merelakan Salma pergi dibanding harus membuat warga sekitar terkena efeknya, dan kalau kasus Tias ini dia adalah kiriman seseorang, apabila kita harus berhadapan dengan dukun yang memngirim itu, kata pak Harjo hadapi saja, kemampuan orang pinta di sini lebih tinggi tingkatanya dibandi orang diluar daerah kita, ujar pak Harjo, apalagi aku Ada Shinta yang termasuk jin atau peri tingkat atas menurut pak Harjo.


Yah memang sih, Shinta juga menurut mbah Margono juga seperti itu, tapi tingkahnya yang masih tidak bisa aku kendalikan itu malah kadang menjadi penghambatku dalam melakukan penanganan pada seseorang, yang kadang justru malah efek yang dikerjakan Shinta malah menjadi memperburuk keadaan.


Singkat cerita aku pun juga pulang kerumah setelah beberapa menit yang lalu keluarga Tias pulang lebih dahulu, aku terpaksa mengiyakan permintaan pak Harjo untuk mengatasi masalah Tias sendirian dan hanya di temani oleh Shinta, andaikan masih ada Aruna pastinya cukup lah dua dedemit centil ini membantuku.


Akupun bermaitan dengan pak Harjo dengan menaiki motor Vixion andalanku, aku mengucap salam pada pak Harjo lalu kemudian menarig gas motroku untuk pulang, dan seperti yang sudah aku jelaskan, sosok Shinta tiba tiba duduk di jog belakang sembali memeluk erat tubuhku, semerbak wangi khas Shinta langsung tajam kucium dihidungku.


“Tumben Ta, wingi – wingi wes ra tau ngene lho” ucapku keheranan pada Shinta.


(Tumben Ta, kemarin – kemarin udah nggak pernah gini lho)


“Yo mbok ben e lho, aku kan wedi karo makhluk sek neng sekitaran kene” dengan nada sok dimanja manjakan Shinta memeluk erat tubuhku sembari mukanya dibenamkan pada bagian punggungku.


(Ya Biarin aja lho, aku kan juga takut sama makhluk yang ada disekitara sini)


“Heleh, sek ono kabeh makhluk neng kene wedi karo koe Ta, delok en wae, podo umpetan ngono, mosok putri kok kecing” ucap ku mengejek Shinta.


(Heleh, yang ada semua makhluk di sini takut sama kamu Ta, liat saja, semua sembunyi gitu, masa, putri kok penakut)


“sssttttt, ra usah brisik” ucap Shinta singkat.


(sssttttt, nggak usah brisik)


Aku tahu Shinta sekarang sedang ingin mengingat ingat masa lalu dimana kita sering pergi bersama, dan melewati sesuatu diluar nalar bersama, memang kalau dingita ingat masa lalu saat pertama bertemu dan sering berinteraksi dengan dia, memang membuat kangen masa masa itu, tak pernah aku membayangkan bisa memiliki sosok seperti dia.


Saat sedang asik melamunkan masa lalu saat bersama dengan Shinta, sedangkan Shinta masih terus membenamkan wajahnya pada punggungku, tiba tiba aku merasa sedikit perih di area perutku, awalnya masih bisa untuk aku tahan, namun lama kelamaan rasa perih itu semakin sakit aku rasakan,


Ternyata, karena perutku yang kini sudah menggelambir karena penuh dengan lemak, dibuat mainan oleh Shinta dengan tangannya mecubit cubit perut ku itu dan kadang pulang digoyang kan naik turun.


“Opo Sih Ta ah, lara lho iki, malah di jiwiti ngono kuwi” ucapku kesal padanya.


(Apa sih Ta ah, sakit lho ini, malah di cubitin gitu lho)


“Sssttttt, ojo di ganggu aku lagi ngusir makhluk jahat sek neng weteng iki, hihihi” ucap Shinta cekikikan dengan wajah masih di penamkan pada punggungku.


(Sssttttt, jangan diganggu aku lagi ngusir makhluk jahat yang ada di perit ini, hihihi)


“Ta uwes lho, perih iki wetengku, ra ono setane kuwi, sek ono gajih, puas koe” ucapku kesal.


(Ta udah lho, perih ini perutku, nggak ada setannya itu, yang ada lemak, puas kamu)


“hahahah, salahke, mbien koyone nggak ngene lho yan, wetengmu apik, lakok saiki blendong ngene haha” ucap Shinta yang puas tertawa sambil memainkan perutku.


(hahahha, salahnya, dulu sepertinya nggak gini lho yan, perutmu bagus, lakok sekarang jadi buncit gini hahaha)


Sepanjang perjalanan itu aku dibuat kesal sekaligus tertawa dengan tingkah konyol Shinta yang tanpa sadar mengalihkan pikiranku atas beban yang tadi diberikan oleh pak Harjo, memang kalau dipikir pikir, refeshing tidak harus pergi jauh, cukup hanya bersenda gurau saja dengan orang terdekat ataupun siapa saja yang bisa membuat kita tertawa riang.


۩


Sementara itu, Tias bersama dengan dua pelayannya selesai berkeliling rumah barunya, dia amat terlihat sangat senang dengan fasilitas fasilitas yang ada dirumah itu, hampir semua yang dia inginkan ada dirumah barunya itu.


Dua pelayannya kemudian mengantar Tias untuk masuk kedalam ruang makan, dan salah satu pelayannya satu persatu menghidangkan makanan yang begitu lezat di atas meja makan yang begitu mewah, piring berukiran warna emas menghiasi meja makan itu ditambah hidangan makanan yang sangat di sukai Tias seperti nasi goreng kambing, rendang, mie goreng, buah buahan, kini tersaji begitu menggugah selera makan siapapun yang melihatnya.


Melihat hidangan yang disajikan begitu terlihat enak, Tias lantas duduk disalah satu sudut meja makan dan hendak mengambil nasi yang sudah tersedia disana, namun disaat bersamaan dia juga teringat pada ibunya dan berniat untuk mengajaknya untuk ikut makan bersama.


“Permisi mbak, ibuku dimana ya, sepertinya dia juga belum makan, aku ingin mengajaknya makan juga” tanya Tias pada salah satu pelayannya.


“Sepertinya dia sedang keluar ada sesuatu yang dia perlukan, tapi sepertinya tidak lama kok, silahkan dinikmati dulu saja” ucap salah satu pelayannya dengan ramah.


“Oh seperti itu, aku akan menunggu ibu saja kalau begitu, lebih enak jika makan bersamaa sama, mbak nya juga mau makan mungkin silahkan di ambil saja dulu” ucap Tias menunda makannya sekaligus menawarkan pada pelayannya untuk makan sekalian.


“Tidak mbak, kita sudah ada jatah sendiri kok di belakang, ini khusus untuk mbak Tias dan keluarga, silahkan dinikmati” ucap salah satu pelayannya yang kemudian pergi kearah dapur untuk membiarkan Tias menikmati makanannya.


Karena Tias ditinggalkan sendirian di ruang makan, dan dia masih tetap ingin menunggu ibunya untuk makan bersama, Tias lantas kembali melihat lihat kesekitar ruangan itu yang tidak henti hentinya membuatnya begitu terkagum dibuatnya.


Karena menunggu ibunya yang ternyata cukup lama, dia berniat untuk menuju ke arah depan dimana rumah lamanya berada, namun saat dia keluar dari rumah barunya itu, dia dikejutkan dengan apa yang dia lihat kini begitu berbeda, rumah yang sebelumnya ditinggali ternyata….
pulaukapok
bebyzha
delet3
delet3 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.